Sukses

Di Tengah Tensi dengan Arab dan AS, Iran Usulkan Proposal 'Koalisi' Timur Tengah

Iran mengusulkan proposal dijuluki 'Koalisi Harapan' dengan partisipasi sejumlah negara Timur Tengah, termasuk seteru regional mereka, Arab Saudi --namun mengecualikan Amerika Serikat

Liputan6.com, Teheran - Presiden Iran Hassan Rouhani akan mempresentasikan rencana untuk keamanan Teluk pada sidang umum PBB minggu ini, ketika Washington dan Teheran bersitegang setelah serangan dahsyat terhadap industri minyak Arab Saudi pekan lalu.

Rouhani mengusulkan proposal dijuluki 'Koalisi Harapan' dengan partisipasi sejumlah negara Timur Tengah, termasuk seteru regional mereka, Arab Saudi --namun mengecualikan Amerika Serikat yang notabene kawan dekat negara-negara Arab.

Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, kemudian mengatakan bahwa penentangan terhadap pasukan asing di Teluk bukanlah prasyarat untuk bergabung dengan koalisi, dan bahwa semua anggota tetap dewan keamanan PBB dipersilakan untuk mengambil bagian.

Skema Iran dipandang sebagai upaya untuk mendapat posisi tinggi dalam komunitas diplomatik, pada saat AS dan Arab Saudi menyalahkan negara itu atas serangan udara 14 September di ladang minyak Saudi, dan Teluk tampak di ambang konflik besar.

"Keamanan Teluk Persia, selat Hormuz, dan Laut Oman adalah milik negara kawasan asli," kata Presiden Rouhani pada parade militer ekstensif yang menandai peringatan 39 tahun perang Iran-Irak Minggu 22 September 2019, beberapa waktu sebelum ia bertolak ke New York untuk menghadiri Sidang Majelis Umum PBB 2019 awal pekan ini.

"Pasukan asing (justru) dapat menyebabkan masalah dan ketidakamanan bagi negara dan wilayah kita," lanjut Rouhani, seperti dikutip dari the Guardian, Senin (23/9/2019).

Dalam suatu langkah yang kemungkinan ditujukan untuk mengurangi tekanan terhadap Iran menjelang pidato majelis umum Rouhani pada Rabu 25 September, seorang pejabat maritim dikutip di media Iran, mengatakan bahwa sebuah kapal tanker minyak berbendera Inggris, Stena Impero, --yang disita oleh Iran lebih dari dua bulan lalu-- akan segera 'dibebaskan' berlayar dari pelabuhan Bandar Abbas, selatan Iran.

Di sisi lain, Presiden Donald Trump merespons dengan mengatakan bahwa dirinya "terbuka" untuk mendengar proposal Iran.

"Kami melakukan hal kami sendiri dengan Iran," tambah presiden, dan mengklaim "kemajuan luar biasa" telah dibuat. Dia berusaha mengecilkan serangan terhadap instalasi minyak Saudi, mengklaim bahwa AS tidak lagi bergantung pada minyak dari Teluk.

Sedangkan, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan, "(Meski) orang Iran haus darah dan mencari perang (tetapi), Presiden Trump dan saya sedang mencari resolusi diplomatik untuk ini,"katanya kepada CBS News.

Nammun, jika itu gagal, Pompeo mengatakan dalam wawancara dengan ABC News bahwa "seluruh dunia, termasuk Iran, tahu tentang kekuatan militer Amerika."

Sinyal dialog diplomatik juga datang setelah Amerika menjatuhkan sanksi terbaru pada bank sentral Iran pada 20 September 2019 karena dikaitkan dengan terorisme --menutup celah bahwa perundingan antara Teheran-Washington bisa benar-benar terlaksana.

Sementara itu, Prancis --yang selama ini dipandang sebagai rekan dialog yang cukup konstruktif terkait isu Iran-- mengatakan akan memanfaatkan platofrm Majelis Umum PBB untuk melanjutkan de-eskalasi tensi terkait isu Negeri Persia, kata Menteri Luar Negeri Jean Yves Le Drian.

Tetapi dia mengakui ruang lingkup serangan terhadap fasilitas minyak Arab Saudi mewakili pengubah permainan, mengurangi parameter untuk diplomasi dan membuat ruang untuk negosiasi dengan Iran menjadi lebih terbatas.

"Serangan terjadi ketika kami merasa ada ruang yang terbuka untuk diskusi", ia mengeluh pada konferensi pers.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Situasi Teranyar di Timur Tengah

Para pengawas PBB telah melawat ke Arab Saudi untuk memeriksa pecahan-pecahan senjata dan bukti-bukti lain dari serangan-serangan itu, yang sementara waktu menghancurkan setengah dari produksi minyak kerajaan.

Iran mengatakan serangan itu diluncurkan dari Yaman oleh sekutu-sekutunya, pemberontak Houthi, yang secara resmi mengklaim bertanggung jawab. Wall Street Journal melaporkan pada hari Minggu bahwa para pejabat Houthi telah memperingatkan para diplomat bahwa Iran membuat mereka di bawah tekanan untuk mengambil bagian dalam gelombang serangan kedua.

Pada saat yang sama, Houthi telah menawarkan gencatan senjata kepada pemerintah Yaman yang didukung Saudi. Tawaran itu disambut oleh utusan khusus PBB untuk Yaman, Martin Griffiths, yang mengatakan bahwa "implementasi dengan iktikad baik dapat mengirim pesan kuat tentang keinginan untuk mengakhiri perang" menahun di Yaman.

Arab Saudi, yang memimpin koalisi monarki Teluk yang berperang di Yaman, memberikan respons yang hati-hati. deputi menteri luar negerinya, Adel al-Jubeir mengatakan: "Kami menilai pihak lain berdasarkan tindakan dan bukan dengan kata-kata mereka, jadi kami akan melihat (apakah) mereka benar-benar melakukan ini atau tidak."

Pada serangan udara di ladang minyak dan kilang Saudi, Jubeir mengatakan: "Itu dilakukan dengan senjata Iran, oleh karena itu kami meminta Iran bertanggung jawab atas serangan ini."

Dia menambahkan bahwa Riyadh tidak akan memberikan tanggapan penuh sampai setelah penyelidikan PBB selesai.

"Kerajaan akan mengambil tindakan yang sesuai berdasarkan hasil penyelidikan, untuk memastikan keamanan dan stabilitasnya."

Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, mengatakan Iran tidak akan serta merta menerima hasil investigasi PBB, mempertanyakan ketidakberpihakannya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.