Sukses

Ada Bakteri Baik di Mata Manusia, Ini Fungsinya Menurut Ilmuwan

Seperti usus, mata manusia juga menjadi tuan rumah dari serangkaian mikroba unik dan khas.

Liputan6.com, Pittsburgh - Kita mungkin lazim dengan gagasan bahwa usus dan kulit manusia adalah rumah bagi kumpulan mikroba, seperti jamur, bakteri, serta virus, yang berperan penting dalam kesehatan tubuh.

Tapi ternyata, mata manusia juga menjadi tuan rumah dari serangkaian mikroba unik dan khas --yang secara kolektif disebut mikrobioma mata.

Ketika mikroba itu memiliki kuantitas yang tak seimbang --entah terlalu banyak atau terlalu sedikit, atau jenis tertentu mendominasi jenis lainnya-- penyakit mata mungkin akan muncul.

Dengan penelitian terbaru yang menunjukkan bakteri hidup di permukaan mata dan merangsang kekebalan sistem pelindung, para ilmuwan mulai menemukan faktor-faktor bahwa mikroba dapat dimanfaatkan. Khususnya untuk membuat terapi inovatif untuk berbagai gangguan mata seperti Penyakit Mata Kering, Sindrom Sjogren dan jaringan parut kornea.

Riset semacam itu bernilai positif, dimungkinkan untuk merekayasa bakteri guna mengobati penyakit mata pada manusia, demikian seperti dikutip dari Livescience, Senin (24/6/2019).

Tony St. Leger, asisten profesor Oftalmologi dan Imunologi di Universitas Pittsburgh, mempelajari bagaimana mata dapat meminimalisasi adanya infeksi oleh barang asing, meski terus terbuka setiap hari.

Leger menemukan bagaimana bakteri yang bisa berpengaruh positif pada imun tubuh manusia, mungkin menjadi kunci mata manusia bisa terhindar dari infeksi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mikrobioma Mata

Ketika membahas mikrobioma, kebanyakan iluwan biasannya memikirkan lokasinya yang paling lumrah, yakni usus atau organ pencernaan lain.

Para peneliti berpikir, satu usus besar dapat menampung lebih dari 10 triliun bakteri.

Namun, banyak penelitian sekarang ini berfokus pada dampak yang dihasilkan oleh mikrobioma pada organ lain di tubuh manusia, termasuk kulit, dan daerah yang selaiknya minim bakteri, seperti paru-paru, vagina, dan mata.

Selama dekade terakhir, peran mikrobioma dalam kesehatan mata dinilai kontroversial. Para ilmuwan percaya bahwa mata yang seha,  seharusnya tidak memiliki mikrobioma terorganisir.

Studi menunjukkan bahwa bakteri dari udara, tangan, atau margin kelopak mata dapat hadir pada mata; Namun, banyak yang percaya mikroba ini dibunuh atau dihanyutkan oleh aliran air mata yang terus menerus.

Baru-baru ini, para ilmuwan menyimpulkan bahwa mata memang memiliki mikrobioma "inti" yang tampak tergantung pada usia, wilayah geografis, etnis, pemakaian lensa kontak, dan keadaan penyakit.

Mikrobioma "inti" itu terbatas pada empat jenis bakteri: Staphylococci, Diphtheroids, Propionibacteria, dan Streptococci.

Selain bakteri itu, Torque Teno Virus, yang terlibat dalam beberapa penyakit intraokular, juga dianggap sebagai anggota mikrobioma inti karena terdapat di permukaan mata pada sekitar 65% individu sehat.

Temuan itu menunjukkan bahwa dokter harus berpikir lebih dalam tentang risiko dan manfaat bagi mikrobioma ketika mereka meresepkan antibiotik pada pasien.  Dikhawatirkan, antibiotik dapat membunuh bakteri yang memberikan manfaat bagi mata.

Dalam sebuah penelitian terbaru yang mencakup lebih dari satu dekade dan termasuk lebih dari 340.000 pasien di AS, para penulis menemukan bahwa antibiotik digunakan untuk mengobati 60 persen kasus konjungtivitis akut (mata merah).

Tetapi infeksi virus adalah kemungkinan penyebab mata merah, dan tidak dapat diobati dengan antibiotik. Lebih mencolok, bahkan kasus yang disebabkan oleh bakteri sering sembuh dalam 7-10 hari tanpa intervensi obat-obatan.

Telah diketahui bahwa penggunaan antibiotik yang berlebihan atau tidak tepat dapat mengganggu mikrobioma, yang menyebabkan infeksi berkelanjutan, penyakit autoimunitas, dan bahkan kanker --menurut Tony Leger.

3 dari 4 halaman

Menemukan Mikroba Jahat

Dalam dekade terakhir, penelitian tentanag mikrobioma mata dan penyakit telah berkembang pesat. Riset itu telah menghasilkan sejumlah besar data, tetapi sebagian besar hanya bersifat korelatif.

Itu berarti, bakteri tertentu telah dikaitkan dengan penyakit tertentu, seperti Sjogren's Syndrome atau bakteri keratitis. Namun, apakah bakteri itu selalu menjadi penyebab penyaki-penyakit tersebut masih belum diketahui.

Selama di National Eye Institute, Tony Leger asisten profesor Oftalmologi dan Imunologi di Universitas Pittsburgh, menggunakan tikus untuk mengidentifikasi apakah bakteri 'baik' di permukaan mata dapat merangsang respon kekebalan untuk melindungi mata dari patogen berbahaya seperti bakteri Pseudomonas aeuruginosa.

Pada 2016, ahli imunologi mata Rachel Caspi di National Eye Institute dan Leger berhipotesis bahwa bakteri pelindung hidup di dekat atau tepat di mata.

Mereka menemukan bakteri residen, Corynebacterium mastitidis (C. mast), yang merangsang sel kekebalan untuk memproduksi dan melepaskan faktor antimikroba yang membunuh mikroba berbahaya ke dalam air mata.

Melalui serangkaian percobaan, lab Caspi mampu menunjukkan untuk pertama kalinya hubungan sebab akibat antara C. mast dan respons imun protektif.

Setiap kali C. mast hadir di permukaan mata, tikus lebih resisten terhadap dua spesies bakteri yang diketahui menyebabkan kebutaan: Candida albicans dan Pseudomonas aeuruginosa.

Sekarang, di lab Leger, ia dan rekan-rekannya ingin mengeksploitasi hubungan antara C. mast dan imunitas okular untuk mengembangkan terapi baru untuk mencegah infeksi dan mungkin menargetkan penyakit yang lebih luas seperti Penyakit Mata Kering.

4 dari 4 halaman

Rekayasa Mirkoba untuk Kesehatan Mata

Langkah pertama menuju pengembangan terapi tersebut adalah mencari tahu bagaimana bakteri berkoloni pada mata.

Untuk ini, lab Tony Leger melakukan kerja sama dengan Laboratorium Campbell di Universitas Pittsburgh, yang menampung salah satu koleksi bakteri okular manusia paling luas di negara ini.

Dengan pengaturan eksperimental yang unik dengan tikus dan analisis genetik canggih, periset dapat menggunakan perpustakaan mikroba tersebut untuk memulai mengidentifikasi faktor-faktor spesifik yang diperlukan mikroba untuk menginfeksi permukaan mata.

Kemudian, dengan dokter spesialis mata dan dokter mata di UPMC Eye Center , Leger dan kawan-kawana mulai menganalisis tanda kekebalan di mata pasien yang sehat dan sakit. Di sini, harapan periset adalah untuk menggunakan teknologi tersebut sebagai alat diagnostik baru untuk menargetkan mikroba penyebab penyakit daripada segera mengobati infeksi dengan antibiotik spektrum luas yang membunuh mikroba baik juga.

Akhirnya, salah satu tujuan periset adalah merekayasa genetika bakteri penjajah mata untuk bertindak sebagai "kendaraan pengiriman jangka panjang" ke permukaan mata untuk difungsikan sebagai perantara dalam terapi medis. Merujuk pada rekannya di usus, bakteri yang dimodifikasi secara genetik telah terbukti meringankan penyakit seperti kolitis.

Periset berharap bahwa terapi "prob-eye-otic" (seperti "probiotik") yang baru itu akan bertindak untuk mengeluarkan faktor-faktor pengatur kekebalan, yang akan membatasi gejala yang terkait dengan kondisi seperti Penyakit Mata Kering, yang memengaruhi sekitar 4 juta orang di AS per tahun.

Dalam bidang yang sedang berkembang ini, masih banyak yang harus dipelajari sebelum dokter dapat mulai memanipulasi mikrobioma okular untuk melawan penyakit. Tetapi suatu hari mungkin bukan hanya menyemprotkan tetes mata ke mata kering Anda, tapi juga akan menyemprotkan larutan beberapa bakteri baik untuk melawan bakteri jahat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini