Sukses

Venezuela Putus Hubungan Diplomatik dengan AS, Ini Ancaman Gedung Putih

Pemerintahan Nicolas Maduro memutus hubungan diplomatik dengan AS, memicu ancaman terbaru dari Gedung Putih.

Liputan6.com, Caracas - Pemerintahan Donald Trump meningkatkan tekanan terhadap Presiden Venezuela Nicolas Maduro pada Rabu 23 Januari 2019, menandakan potensi sanksi baru terhadap sektor minyak vitalnya, menyusul pengakuan Gedung Putih atas kendali sementara pemimpin oposisi di negara itu.

Seiring protes terhadap Maduro yang terus berlangsung di seluruh Venezuela, Trump mengatakan AS mengakui Juan Guaido, kepala kongres Majelis Nasional yang dikontrol oposisi, sebagai pemimpin negara, dan menyebut pemerintah sosialis Maduro "tidak sah".

Menanggapi hal itu, sebagaimana dikutip dari The Straits Times pada Kamis (24/1/2019), Maduro mengatakan dia telah memutuskan hubungan diplomatik dengan AS, dan memberikan waktu 72 jam bagi personel diplomatnya untuk meninggalkan Venezuela, sejak hari Rabu.

Seorang pejabat senior AS, berbicara dengan syarat anonim, memperingatkan Maduro dan loyalisnya bahwa Washington siap untuk menjatuhkan sanksi lebih tegas terhadap sektor minyak, emas, dan barang tambang lainnya dari Venezuela.

Selain itu, Gedung Putih juga mengancam akan mengambil tindakan yang tidak ditentukan "jika pemerintahan Maduro menyakiti salah satu anggota Majelis Nasional, atau salah satu dari mereka, pejabat sah lainnya di pemerintah Venezuela ".

Ditanya apakah dia mempertimbangkan intervensi militer AS, Trump mengatakan kepada wartawan: "Kami tidak mempertimbangkan apa pun, tetapi semua opsi ada di atas meja."

Berbagai sumber mengatakan pemerintahan Trump dapat menjatuhkan sanksi baru AS pada industri minyak Venezuela, secepatnya pada pekan ini.

Para pejabat AS sedang mempertimbangkan berbagai langkah potensial, termasuk membatasi impor AS atas minyak Venezuela, atau bahkan larangan penuh.

AS Sempat Bimbang dalam Menjatuhkan Sanksi

Sebelumnya, Gedung Putih disebut bimbang terhadap opsi menjatuhkan sanksi pada sektor peminyakan Venzeuela, karena hal itu bisa mengurangi pendapatan signifikan bagi negara anggota OPEC.

Penundaan sanksi minyak oleh AS disebut berkaitan dengan risiko memperdalam kesulitan rakyat Venezuela, serta potensi masalah bagi perusahaan dan konsumen minyak di Negeri Paman Sam.

Perusahaan penyulingan AS seperti Valero Energy Corp, Chevron Corp dan PBF Energy Inc telah berdiskusi tentang kemungkinan sanksi tersebut dengan pemerintahan Trump dalam beberapa pekan terakhir.

Ekspor minyak mentah Venezuela ke AS tahun lalu turun 15 persen, menjadikannya rata-rata tahunan terendah dalam hampir tiga dekade, menurut data Refinitiv Eikon.

Namun, beberapa kilang AS memiliki peralatan yang dirancang khusus untuk minyak mentah kelas berat seperti yang berasal dari Venezuela. Washington mengimpor sekitar 500.000 barel per hari tahun lalu.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Guaido Didesak Memimpin Venezuela

Para simpatisan oposisi Venezuela telah mendesak Guaido untuk memangku jabatan kepresidenan sejak Maduro dilantik untuk masa jabatan kedua pada 10 Januari, menyusul pemilihan yang diboikot secara luas tahun lalu, di mana oleh banyak pemerintah asing dikategorikan sebagai penipuan.

"@Nicolas Madaduro telah melakukan perkelahian dengan AS & komunitas internasional yang tidak memiliki peluang untuk dimenangkannya," kata Senator AS Marco Rubio dalam sebuah pesan di Twitter.

Rubio, yang memimpin delegasi anggota parlemen Florida untuk membahas Venezuela dengan sesama anggota Partai Republik pada Selasa 22 Januari, dianggap telah memainkan peran utama sejak Trump menjabat presiden AS, untuk meyakinkannya dalam mengambil sikap lebih keras terhadap Maduro.

Menurut para pengamat, pengakuan AS terhadap Guaido bisa menjadi bumerang jika Maduro, yang menuduh oposisi berusaha melakukan kudeta, menggunakannya sebagai alasan untuk menahan para tokoh oposisi.

Meski begitu, setelah pengumuman Trump, sebagian besar negara Amerika Latin, dan juga Kanada melakukan langkah serupa untuk mengakui kepemimpinan Guadio.

Tetapi Meksiko yang dikuasai sayap kiri mengatakan pihaknya terus mengakui Maduro sebagai presiden.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.