Sukses

Terdampak Government Shutdown, Narapidana Penjara AS Mogok Makan

Kondisi di balik tembok penjara federal AS mengalami kemorosotan di bawah kondisi penutupan pemerintah atau government shutdown yang memasuki hari ke-29.

Liputan6.com, Washington DC - Kondisi di balik tembok penjara federal Amerika Serikat mengalami kemorosotan selama penutupan pemerintahan atau government shutdown yang memasuki hari ke-29.

Beberapa petugas pemasyarakatan dipaksa untuk bekerja dalam shift yang panjang, program pembinaan untuk narapidana dibatalkan, dan pekerja medis serta pemeliharaan diminta untuk mengisi pos-pos yang kosong karena ditinggalkan sipir yang terpaksa dirumahkan (furloughed) selama shutdown.

Sementara itu, mereka yang masih berdinas kadang-kadang harus bekerja shift 16 jam tanpa gaji untuk mengisi kekosongan, menurut beberapa pekerja penjara dan presiden serikat buruh yang berbicara kepada CNN, dilansir pada Senin (21/1/2019).

"Situasi ini dapat menempatkan tahanan dan pekerja dalam bahaya," kata Eric Young, Presiden Nasional Dewan Penjara dari American Federation of Government Employees (AFGE), serikat pekerja yang merepresentasikan 700 ribu pegawai federal AS.

Di Pusat Pemasyarakatan Metropolitan di New York, beberapa tahanan memprotes pembatalan program pembinaan selama government shutdown dengan mogok makan, tambah Young, yang juga telah dilaporkan oleh The New York Times.

Biro Penjara AS --lembaga pemerintah-- membantah adanya mogok makan narapidana. Namun, badan itu tidak memberikan penjelasan lain yang lebih merinci.

Kondisi itu diperparah atas fakta bahwa penjara-penjara federal secara signifikan mengalami kekurangan tenaga sekitar 7.100 posisi, bahkan sebelum shutdown terjadi.

"Mereka bekerja di lingkungan yang sudah berbahaya dan penuh tekanan, di mana bekerja di bawah gangguan atau kelelahan dapat menyebabkan cedera serius atau kematian," tulis Young dalam sepucuk surat kepada anggota Kongres AS pekan ini.

Seperti karyawan federal lain yang tidak digaji selama government shutdown, petugas pemasyarakatan juga menghadapi keputusan sulit dalam mengalokasikan anggaran keuangan pribadi mereka antara membeli makanan, bensin untuk pergi bekerja, dan membayar tagihan, kata Young yang menyebut kondisi itu memungkinkan petugas untuk terjerat utang.

Terlilit utang menjadi polemik tersendiri bagi pekerja penjara federal. Hal itu membuat mereka tidak mendapatkan akses keamanan untuk bekerja, hingga utang-utangnya lunas.

Petugas pemasyarakatan yang tidak dapat membayar utangnya dianggap rentan terkompromi dalam pekerjaannya dan berisiko disuap oleh narapidana.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Aksi Solidaritas

Di satu penjara federal di AS selatan, kepala penjara dan staf seniornya baru-baru ini mengumpulkan petugas pemasyarakatan untuk "membentuk aksi solidaritas," kata salah satu dari dua karyawan yang menggambarkan pertemuan itu.

"Pada dasarnya kita akan mencoba menggalang pasukan, kita akan mencoba menenangkan pikiran orang-orang, yang tidak bisa mereka lakukan," kata pekerja itu. Kedua karyawan meminta anonimitas, dan CNN tidak menyebutkan nama fasilitas untuk melindungi identitas pekerja.

Fasilitas ini telah memulai membentuk 'bank makanan' dalam beberapa pekan terakhir untuk membantu urusan pangan karyawan yang dirumahkan dan tidak mendapat gaji.

Beberapa rekan karyawan ada yang baru-baru ini memiliki bayi, jadi, orang membawa barang-barang dasar seperti tisu, popok bayi, dan makanan lain untuk membantu pegawai yang membutuhkannya.

"Orang-orang mungkin bisa bertahan hidup dengan gaji bulan lalu. Tapi memasuki bulan kedua berturut-turut ketika Anda tidak menerima gaji, ceritanya lain lagi, karena di sini kita membicarakan ribuan dolar yang seharusnya kita terima, namun tidak demikian. (Uang itu) bukan sekedar kerikil di jalan," kata pekerja anonim itu.

Karena sejumlah alasan --seperti tidak mampu membeli bensin atau membayar pengasuh anak-- beberapa petugas pemasyarakatan di berbagai penjara federal dan fasilitas lainnya telah izin cuti sakit karena shift panjang mereka yang tidak dibayar.

"Kami peduli satu sama lain, dan satu-satunya alasan beberapa dari kami tetap datang ke tempat kerja adalah karena kami berusaha untuk tidak mengabaikan karyawan lain," kata pekerja itu.

Penjara federal sering berlokasi di daerah pedesaan, sehingga banyak petugas memerlukan biaya bensin kendaraan ekstra untuk perjalanan sejauh 80 - 100 km dari rumah ke tempat kerja mereka. Ini menjadi kendala tambahan bagi mereka yang telah kesulitan finansial selama government shutdown berlangsung.

3 dari 3 halaman

Program Pembinaan Narapidana Tertunda

Eric Young, Presiden Nasional Dewan Penjara dari American Federation of Government Employees (AFGE) mengatakan, manajer penjara juga telah dipaksa untuk membatalkan atau mengurangi program pembinaan narapidana, seperti pendidikan, kunjungan dan rekreasi.

Masing-masing program itu membutuhkan staf yang saat ini tengah dirumahkan atau bekerja lembur tanpa gaji akibat government shutdown.

Program-program itu sangat penting dalam kehidupan para napi, dan para anggota AFGE mengatakan mereka khawatir jika pembatalan program akan mengakibatkan kerusuhan dalam penjara (prison riot) ketika frustrasi narapidana melimpah ruah.

Biro Penjara AS mengakui dalam sebuah pernyataan bahwa manajemen fasilitas pemasyarakatan dapat mengurangi program pembinaan ketika fasilitas kekurangan staf.

"Sipir memahami operasi dan tantangan di penjara yang mereka kelola, namun, mereka telah memiliki banyak opsi untuk mengatasi masalah khusus lembaga, termasuk kekurangan staf selama shutdown," kata pernyataan itu.

"Fasilitas dapat mengambil langkah-langkah untuk sementara membatasi atau membatalkan kunjungan, mengurangi sementara atau membatalkan program pembinaan, atau mengimplementasikan kebijakan adaptif lainnya."

Kekurangan staf, dan rencana Biro Penjara AS untuk mengisi kekurangan pegawai, juga membuat petugas yang masih berdinas rentan menjadi korban kekerasan, kata AFGE.

Eric Young mengatakan, demi mengatasi kekurangan pegawai, kepala fasilitas penjara federal melakukan kebijakan tambal sulam pegawai dengan mempekerjakan perawat medis, pekerja pemeliharaan, dan sekretaris, yang tidak memiliki pengalaman atau pelatihan yang tepat, sebagai sipir atau petugas pembinaan.

"Pelatihan dasar itu tidak memberikan pemahaman tentang bagaimana menjadi petugas pemasyarakatan yang tepat," kata Young. Pelatihan yang mereka terima hanya untuk "merespons jika terjadi keadaan darurat untuk membantu staf pemasyarakatan."

Ketika government shutdown tidak menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, petugas penjara mengatakan mereka tidak yakin apa yang akan terjadi selanjutnya.

Seorang petugas penjara yang tetap bekerja tanpa digaji selama shutdown mengatakan kepada CNN, "Baru-baru ini saya bangun dan terus berpikir, 'apakah ini semua sepadan?'"

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.