Sukses

Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Lula da Silva Dilarang Nyapres Pemilu Brasil 2018

Mantan Presiden Brasil Lula da Silva tidak diizinkan mencalonkan kembali sebagai Orang Nomor Satu di Negeri Samba karena ia adalah tersangka kasus korupsi.

Liputan6.com, Brasilia - Pengadilan pemilu di Brasil resmi melarang mantan Presiden Luiz Inacio Lula da Silva untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden tahun ini. Pemimpin Partai Buruh, Gleisi Hoffman, mengumumkan keputusan pengadilan itu di markas polisi tempat da Silva menjalani hukuman 12 tahun penjara.

Keputusan itu dibuat oleh Superior Electoral Court (pengadilan yang mengurusi pemilu di Brasil) setelah menyatakan bahwa da Silva "tidak memenuhi syarat" untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Pasalnya pria yang kini berusia 73 tahun ini terbukti bersalah atas kasus korupsi yang menjeratnya dan kini masih mendekam di balik jeruji besi.

Tim hukum da Silva dan Partai Buruh telah mengajukan banding terhadap ketetapan pengadilan. Mereka meminta Mahkamah Agung untuk memperpanjang tenggat waktu pendaftaran da Silva dalam pemilihan presiden Brasil 2018 hingga Senin 17 September. Akan tetapi, pejabat di MA menolaknya.

Lula dilarang untuk mencalonkan diri sebagai presiden berdasarkan undang-undang 2010 demi membentuk citra negara yang disebut "Clean Slate". Undang-undang ini melarang siapa saja yang terlibat dalam tindak pidana untuk mencalonkan diri sebagai pejabat publik. Demikian seperti dikutip dari BBC, Rabu (12/9/2018).

Sementara itu, dalam sebuah surat yang ditulis oleh da Silva di dalam bui, setelah MA menegaskan tidak akan memberi izin, ia menyatakan mundur dari pemilu yang jadwalnya akan diselenggarakan pada 7 Oktober nanti.

Surat itu dibacakan kepada para pendukungnya yang 'berkemah' di luar penjara selama lima bulan demi menuntut pembebasan presdien yang memerintah Brasil dari Januari 2003 hingga Desember 2010 tersebut.

Pada bulan Juli 2017, Negeri Samba diguncang skandal besar yang melibatkan Lula da Silva. Ia dinyatakan bersalah atas tuduhan korupsi. Vonis 12 tahun penjara dijatuhkan hakim atas pria yang pernah memimpin Negeri Samba selama delapan tahun ini.

Namun da Silva membantah klaim yang menyebut ia menerima sebuah apartemen sebagai gratifikasi dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan perusahaan minyak negara, Petrobas. Ia menuding, pengadilan atas kasusnya dilakukan atas motif politik belaka.

Sedangkan kasus dugaan gratifikasi apartemen adalah satu dari lima dakwaan yang dikenakan kepadanya. Tuduhan yang dihadapi Lula terkait dengan skandal Car Wash, julukan untuk investigasi korupsi terbesar di Brasil.

Penyelidikan fokus pada sejumlah firma atau perusahaan yang diduga menerima kontrak dari Petrobas dengan imbal balik suap--yang masuk ke kantong-kantong para politisi dan dana kotor ke partai-partai politik.

Lula, mantan pekerja sektor baja yang kemudian jadi pemimpin serikat pekerja, adalah presiden pertama Brasil dari sayap kiri selama kurun waktu hampir setengah abad.

Pada masa kepemimpinannya, ia adalah presiden paling tersohor di Brasil. Presiden ke-44 Amerika Serikat Barack Obama bahkan menjulukinya sebagai "politisi terpopuler di muka Bumi".

Lula da Silva sempat mengajukan banding. Akan tetapi pada bulan Januari, pengadilan banding justru menguatkan putusan hakim dan menambah hukuman da Silva --dari yang semula 9,5 tahun menjadi 12 tahun penjara.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dicalonkan oleh Partai

Sebelumnya, Partai Buruh di Brasil memberikan "mandat" spesial kepada mantan presiden Negeri Samba, Luiz Inacio Lula da Silva, untuk maju dalam pemilihan umum pada bulan Oktober 2018.

Lula da Silva telah dipilih sebagai calon presiden oleh partai yang berhalauan kiri itu.

Para delegasi dari partai pengusung menegaskan, Lula yang menjabat sebagai presiden Brasil selama dua periode antara 1 Januari 2003 hingga 1 Januari 2011, dicalonkan kembali dengan persetujuan dari sebuah konvensi di Sao Paulo pada Sabtu kemarin. Demikian seperti dikutip dari The Guardian, Senin 6 Agustus 2018.

Sejak April lalu, Lula da Silva dijebloskan ke penjara karena tersangkut kasus korupsi, tetapi ia menyangkal segala tuduhan yang dilimpahkan padanya dan mengklaim sedang difitnah secara politik.

Meskipun popularitasnya telah menurun, namun dalam jajak pendapat di konvensi mengklaim bahwa Lula da Silva memimpin hasil polling. Survei juga menunjukkan, para pemilih akan memberikan dukungan mereka kepada kandidat Parta Buruh lainnya jika Lula da Silva dilarang "nyapres".

Kendati demikian, belum disebutkan siapa yang akan menggantikan presiden Brasil ke-35 itu jika demikian faktanya. Partai Buruh juga enggan menyebutkan nama pasangan atau siapa yang menjadi calon wakil presiden dari partai ini.

"Ini adalah balasan bagi mereka yang menghukum saya dalam kebohongan," serunya ketika berada di konvensi.

Menurutnya, Brasil harus memulihkan sistem demokrasi yang dianutnya dan mensejahterakan rakyatnya.

"Mereka mungkin bisa mengunci saya, membuat saya diam, tetapi saya akan mempertahankan iman saya pada rakyat Brasil," katanya lagi.

Sementara itu, ketua Partai Buruh, Gleisi Hoffmann, mencoba memancing partai-partai berhaluan kiri lainnya untuk menyatakan dukungannya kepada Lula da Silva di konvensi.

"Mereka mencoba mengecualikan Lula dari diskusi politik," klaimnya. "Tidak ada diskusi politik di Brasil tanpa Lula dan Partai Buruh."

Sedangkan kandidat yang berhaluan kanan Geraldo Alckmin dari Partai Sosial Demokrasi Brasil dan Marina Silva dari Partai Sustainability Network diperkirakan akan menjadi saingan berat da Silva.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.