Sukses

Baru Mendarat di AS, Aktivis Muslim WN Australia Dideportasi

Tidak jelas mengapa Yassmin tak diizinkan masuk ke AS. Menteri Kewarganegaraan Australia Alan Tudge mengatakan tidak biasa bagi warga Australia ditolak visanya.

Liputan6.com, Canberra - Aktivis Australia yang dikenal dengan gayanya yang blak-blakan, Yassmin Abdel-Magied, dilaporkan dideportasi dari Amerika Serikat, setelah tiga jam mendarat di Negeri Paman Sam. Kedatangannya padahal dalam rangka menghadiri undangan untuk jadi pembicara di sebuah konverensi di New York.

Kabar itu diceritakan oleh Yassmin sendiri. Deportasi yang katanya penuh drama itu ia ungkapkan lewat Twitternya.

Tepat setelah pukul 9.30, dia mengunggah pembaruan yang mengklaim bahwa para pejabat telah menyita teleponnya dan membatalkan visanya.

"Saya saat ini di perbatasan dan mereka mengatakan saya sedang dideportasi," tulisnya. "Ini pasti menyenangkan. Apa hak saya?" tulis Yassmin dalam Twitternya seperti dikutip dari News.com.au. pada Kamis (12/4/2018).

"Setelah tiga jam mendarat Minneapolis, saya kini sudah di pesawat yang membawa saya  kembali. Rupanya, pengetatan imigrasi AS benar adanya, padahal saya memiliki paspor Australia," lanjutnya.

Tidak jelas mengapa Yassmin tak diizinkan masuk ke AS. Menteri Kewarganegaraan Australia Alan Tudge mengatakan kepada Sky News bahwa tidak biasa bagi warga Australia ditolak visanya.

Mantan insinyur dan Queensland Young Australia of the Year itu dijadwalkan tampil di acara Pen America World Voices Festival bersama dengan penulis AS, Amani Al-Khatahtbeh pada tanggal 18 April dan 21 April.

Mereka akan membahas tantangan kehidupan sebagai perempuan muslim muda di negara-negara Barat. Yassmin juga seharusnya mengambil bagian dalam diskusi panel tentang bullying online.

Siapakah Yassmin Abdel-Magied?

Yassmin adalah penulis muslimah, pembicara, dan mantan pembawa acara televisi ABC. Pada Juli 2017, dia mengumumkan meninggalkan Australia untuk tinggal di London.

Tak jelas alasan kepindahannya, tapi Yassmin beberapa kali bersilang pendapat dengan politikus yang hadir dalam acara yang ia pandu, Australia Wide.

Tak lama kemudian, ABC menghentikan program itu.

Yassmin lahir di Sudan pada 1991. Setahun kemudian, keluarganya berimigrasi ke Australia, setelah pemerintah digulingkan oleh kudeta militer selama Perang Sipil Sudan Kedua.

Dia membantu mendirikan Youth Without Borders dan bekerja di Dewan Australia Multikultural, Kelompok Kerja Pemuda Peringatan Albert ANZAC Federal, KTT G20 Pemuda 2014, dan Dewan Hubungan Australia-Arab.

Yassmin baru-baru ini melakukan debut aktingnya di SBS digital series, Homecoming Queens.

Dia akan kembali ke layar Australia dengan acaranya berjudul Hijabistas!, seri enam bagian tentang busana Islami. Acara ini akan ditayangkan di ABC iview pada tanggal 1 Mei.

 

Saksikan video menarik berikut ini: 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bukan Warga Australia Pertama yang Dideportasi AS

Yassmin bukan satu-satunya warga Australia yang mengalami 'kekejaman' imigrasi AS semenjak Donald Trump jadi Presiden AS. 

Saat pertama kali Donald Trump umumkan pengetatan kebijakan imigrasi, penulis anak-anak Australia, Mem Fox, jadi korbannya.

Mem Fox terbang ke Milwaukee, AS untuk menghadiri sebuah konferensi, pada Februari 2017. Sesampainya di Bandara Los Angeles, Amerika Serikat, Fox ditahan dan dilecehkan oleh petugas perbatasan. 

Fox mengatakan ia diinterogasi selama dua jam di sebuah ruangan penuh orang. Menurut Fox, ia merasa secara fisik dilecehkan.

"Dalam hidup saya, saya tak pernah diajak berbicara kasar, diperlakukan tidak terhormat, dengan banyak pelecehan dan ketidaksopanan yang menjijikkan," kata Fox.

"Saya merasa secara fisik dilecehkan itulah kenapa saya nyaris pingsan selama proses itu berlangsung. Ketika saya berhasil keluar dari bandara dan masuk ke hotel, saya benar-benar ambruk dan menangis seperti bayi. Sementara... saya berusia 70 tahun," lanjut Fox.

Menurut Fox, pertanyaan-pertanyaan petugas perbatasan yang kasar dan agresif itu dibumbui dan dipengaruhi dengan kebijakan anti-imigran muslim Donald Trump.

Fox mengatakan, ia ditanya soal visanya meskipun ia sudah bolak-balik ke AS 116 kali sebelum insiden itu. Setelah dua jam diinterogasi, Fox diperbolehkan masuk AS.

Setelah tenang, ia segera menghubungi Kedutaan Australia di Washington dan mengajukan keberatan serta protesnya kepada kedubes AS di Canberra atas perlakuan kasar yang menimpa dirinya. 

Tak berapa lama ia mendapat email permintaan maaf dari pihak Amerika Serikat.

Fox mengatakan ia kaget dengan perlakukan terhadap dirinya dan tak bisa membayangkan ia harus kembali ke AS.

Fox telah menulis lebih dari 30 buku anak, termasuk yang paling terkenal adalah Where is the Green Sheep? dan Time for Bed. Bukunya yang lain, Possum Magic, dijual lebih dari tiga juta kopi dan merupakan penjualan buku anak bergambar terbaik dalam sejarah Australia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.