Sukses

Rusia: Inggris Sedang Bermain Api

Insiden saling tuding antara Inggris dan Rusia atas peristiwa peracunan agen ganda, Sergei Skripal dan putrinya, Yulia semakin memanas.

Liputan6.com, New York - Polemik internasional terkait upaya pembunuhan agen ganda, Sergei Skripal, dan putrinya, Yulia, masih memanas. Teranyar, Rusia memperingatkan bahwa Inggris sedang "bermain api".

Dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB yang berlangsung pada Kamis, 5 April 2018, Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia mengklaim bahwa Rusia adalah korban dari sebuah kampanye pencemaran nama baik yang gegabah, ceroboh, dan bernuansa jahat yang digagas oleh Inggris dan sekutunya.

Inggris menyalahkan Rusia atas upaya peracunan Skripal dan putrinya yang terjadi pada 4 Maret 2018 di Salisbury. Sejumlah negara termasuk di antaranya Inggris, Amerika Serikat, dan NATO pun mengusir sejumlah diplomat Rusia sebagai wujud solidaritas mereka terhadap Inggris.

Moskow telah membantah keras keterlibatannya dalam upaya pembunuhan Skripal dan Yulia. Pengusiran para diplomatnya pun ditanggapi dengan langkah yang sama oleh Rusia. Situasi ini membawa ingatan banyak orang ke era Perang Dingin.

Dalam pertemuannya dengan DK PBB, Nebenzia mengatakan, "dengan tingkat probabilitas tinggi" Rusia mengasumsikan bahwa dinas intelijen negara lain kemungkinan bertanggung jawab atas peracunan Skripal dan Yulia.

"Semuanya menegaskan ini adalah kampanye terkoordinasi, terencana dengan baik, yang dimaksudkan untuk mendiskreditkan dan bahkan mendelegitimasi Rusia," tambahnya.

Membalas pernyataan Dubes Nebenzia tersebut, Duta Besar Inggris, Karen Pierce menyatakan bahwa Rusia datang dengan 24 teori tentang dalang di balik peracunan Skripal, sementara pihaknya hanya satu: Rusia adalah dalang utama.

Menurut Pierce, beberapa teori Rusia adalah menyalahkan teroris dan menuding Inggris ingin mengalihkan perhatian dari isu Brexit.

Nebenzia sendiri menolak menyebutkan dinas intelijen yang dicurigai Rusia. Namun, ia menegaskan tujuan pelaku adalah untuk menuduh Moskow menggunakan "senjata mengerikan, tidak manusiawi" yang melanggar Konvensi Senjata Kimia dan mempertanyakan peran Rusia, tidak hanya dalam upaya mencari solusi di Suriah, tapi juga di tempat lain.

"Kami telah memberi tahu rekan-rekan kami diplomat Inggris bahwa 'Anda telah bermain api dan Anda akan menyesalinya'," ungkap Nebenzia.

Pada Kamis pagi, kepolisian Inggris merilis pernyataan yang menyebutkan bahwa "kekuatan Yulia semakin meningkat setiap hari" dan perempuan itu mengucapkan terima kasih kepada mereka yang membantunya pada saat ia dan ayahnya diracun.

Rumah sakit di kota Salisbury, Inggris, menegaskan bahwa kesehatan Yulia telah membaik, sementara ayahnya yang berusia 66 tahun tetap dalam kondisi kritis.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bantahan Moskow

Selama pertemuannya dengan DK PBB, Dubes Nebenzia gencar mempertanyakan klaim Inggris yang menuding pihaknya bertanggung jawab atas peracunan Skripal dan Yulia.

Ia mempertanyakan mengapa polisi Inggris dapat terpapar Novichok -- racun saraf -- dengan cepat, sementara butuh waktu empat jam bagi Skripal dan putrinya untuk terdampak racun tersebut. Ia mempertanyakan penangkal racun apa yang diberikan pada Skripal, di mana pria itu berada selama empat jam tanpa ponsel pada hari kejadian, dan apa yang terjadi pada dua kucing dan dua babi di kediaman Skripal.

Rusia menegaskan, pihaknya tidak pernah memproduksi Novichok dan telah menyelesaikan penghancuran senjata kimia di bahwa kontrol internasional pada tahun lalu. Nebenzia bersikeras agar Inggris mengizinkan Rusia turut serta dalam investigasi.

"Inggris menolak bekerja sama dengan kami, dengan dalih bahwa korban tidak bekerja sama dengan kriminal. Sebuah kejahatan dilakukan di wilayah Inggris, mungkin saja tindakan teroris, dan yang menjadi korban adalah warga kami," ungkap Nebenzia.

Diplomat Negeri Beruang Merah itu menyatakan bahwa Skripal dan Yulia adalah warga negara Rusia, karenanya Moskow harus diberikan akses ke mereka.

Sementara itu, Dubes Pierce mengatakan, Inggris telah menyerahkan kepada Yulia untuk memutuskan apakah akan memberi Rusia akses konsuler kepadanya.

Pemerintah Inggris mengatakan, mengandalkan kombinasi analisis ilmiah dan intelijen lainnya untuk menyimpulkan bahwa racun saraf itu berasal dari Rusia. Namun, Kementerian Luar Negeri Inggris telah menghapus twit yang dipublikasikan bulan lalu yang berisikan, para ilmuwan di fasilitas penelitian pertahanan Inggris, the Porton Down, telah mengidentifikasi racun saraf itu "dibuat di Rusia".

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.