Sukses

Fotografer Abadikan Momen Bahagia Keluarga Penyandang Disabilitas, Ternyata Alasannya Menyentuh

Ide untuk mengambil foto seperti itu mulai terbentuk ketika ia belajar fotografi di perguruan tinggi pada tahun 1998 setelah ia membaca artikel tentang pengujian genetik prenatal di Jepang

Liputan6.com, Jakarta Sudah bertahun-tahun seorang fotografer freelance, Maiko Kuzutani, memiliki ketertarikan dalam mengambil gambar para penyandang disabilitas bersama orang tua mereka.

Dilansir dari Mainichi, Maiko berharap jika menampilkan foto keluarga yang ada seorang anggota keluarganya yang menyandang disabilitas kehidupan harmonis, dapat membuat para keluarga tidak menggugurkan kandungan mereka yang diprediksi akan melahirkan anak difabel.

Ide untuk mengambil foto seperti itu mulai terbentuk ketika ia belajar fotografi di perguruan tinggi pada tahun 1998 setelah ia membaca artikel tentang pengujian genetik prenatal di Jepang. Ia membaca kalau sebagian besar wanita menggugurkan kehamilan mereka setelah mengetahui bayi mereka mungkin memiliki disabilitas seperti Down Syndrome.

Artikel tersebut secara khusus menyentuh hati Maiko karena teman terdekatnya di taman kanak-kanak adalah seorang anak laki-laki dengan Down Syndorme, kelainan genetik yang sering disertai dengan pertumbuhan fisik yang lambat dan disabilitas intelektual.

"Saya tidak pandai berbicara saat itu dan tidak bisa bermain dengan orang lain seusia saya, tetapi ia tetap di sisi saya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Karena pengalaman seperti itu, saya pikir saya tidak ingin anak-anak dengan Down Syndrome menghilang dari dunia ini," kata Kuzutani, merujuk pada teman masa kecilnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Semua bergembira

Saat memutuskan konsep memotretnya ini, ia sempat ragu. Namun ia terus  meyakinkan orang-orang tentang pentingnya keberadaan mereka melalui foto-fotonya.

Ia ingin menunjukkan setiap foto keluarga yang memiliki anak difabel, semuanya tengah bergembira. Dengan menunjukkan kegembiraan sejati daripada penderitaan yang mungkin dialami banyak keluarga dengan anggota keluarga difabel, ia harap kegembiraan tersebut dapat tersampaikan kepada masyarakat luas terutama calon orang tua. Bahwa anak yang menyandang disabilitas juga membawa kegembiraan ke keluarga.

Hasil jepretannya ini akan ia tampilkan dalam sebuah pameran di distrik Ginza Tokyo pada akhir bulan September ini.

Hingga kini di usia 44 tahun, Maiko bertekad menunjukkan seberapa baik anak-anak tersebut tumbuh ketika dikelilingi oleh orang tua yang peduli, berharap foto-fotonya dapat membantu meyakinkan calon ibu untuk tidak menggugurkan anak-anak penyandang disabilitas.

 

3 dari 5 halaman

Potret pertama

Salah satu potret pertamanya adalah seorang gadis bernama Mai Sekine, sekarang berusia 29 tahun, seorang siswa kelas satu pada saat itu dengan Down Syndrome yang diperkenalkan kepadanya oleh fasilitas rehabilitasi anak di Tokyo.

Maiko terkadang makan bersama Mai dan keluarganya, menghabiskan malam di rumahnya dan mengikutinya ke sekolah untuk mengambil foto. Foto tersebut membuatnya memenangkan penghargaan pada tahun 2001, yang mengarah ke pameran tunggal pertamanya.

Ibu Mai, Hitomi, 65 tahun, mengenang Maiko karena dengan cepat bergaul dengan putrinya dan memperlakukannya seperti adik perempuan.

"Awalnya, ia hanya bermain-main dengan Mai dan tidak memotretnya sampai Mai terbiasa dengannya," kata sang ibu, dikutip dari Mainichi. Maiko masih mengambil foto Mai sesekali, dengan pasangan putri-ibu yang dipajang di antara beberapa foto penyandang disabilitas intelektual dan fisik dalam pameran terbarunya.

Pada tahun 2012, Maiko dihampiri oleh keluarga Mai dan keluarga penyandang disabilitas lainnya, tepatnya saat pesta perayaan Coming of Age Day, hari libur tahunan di Jepang bagi mereka yang berusia 20 tahun. Mereka meminta Maiko untuk memotret mereka.

"Setelah melihat bagaimana ia memotret anak-anak kami yang tersenyum di pesta itu, kami mendorongnya untuk membuka studio foto agar kami bisa berkunjung," kata Hitomi.

Kebetulan, saat itu Maiko masih belum mempertimbangkan untuk membuka studio. Namun setelah mendengar penjelasan dari para orang tua tersebut yang menyatakan betapa sulitnya untuk mendapatkan foto berkualitas dari anak-anak mereka, yang diantaranya autisme dan disabilitas intelektual di studio foto umum sebab butuh kesabaran dan waktu untuk melakukan pemotretan, Maiko berubah pikiran.

“Saya bisa menjadi fotografer dengan bantuan Mai dan orang tua dari anak-anak penyandang disabilitas. Saya ingin membalas budi kepada mereka yang kesulitan mengambil gambar yang bagus dari anak-anak mereka di acara-acara khusus,” kata Maiko, dikutip dari Mainichi.

 

4 dari 5 halaman

Studio foto di rumah

Akhirnya, maiko membuka studi foto di rumahnya di Yokohama, pada tahun 2013. Adapun ia hanya menerima dua keluarga sehari, untuk memberi waktu dalam mengenal subjeknya, sesuatu yang ia anggap penting ketika ia mengambil potret untuk keluarga dengan anggota penyandang disabilitas.

Suatu hari, ia bertemu dengan seorang gadis dengan disabilitas intelektual yang pada awalnya mengabaikannya dan duduk sendirian di tangga di studionya. Tapi gadis itu perlahan-lahan terbuka pada Maiko sampai membiarkan Maiko mengambil foto dirinya dan orang tuanya tersenyum bersama. Gadis itu memberi isyarat dengan menyentuh tangan Maiko saat ia meninggalkan studio.

"Orang lain mungkin berpikir berurusan dengan anak-anak seperti itu merepotkan karena saya tidak bisa langsung mulai syuting, dan butuh banyak waktu untuk melakukan pekerjaan saya. Tapi bagi saya, ini menyenangkan karena itu bagian dari proses komunikasi," kata Kuzutani.

Bagi Maiko, senyum di wajah keluarga menjelaskan segalanya, meskipun ada kalanya banyak orang tua menangis dan bahkan tidak bisa memberi tahu kerabat mereka tentang anak-anak mereka yang seorang difabel.

"Para orang tua tumbuh bersama anak-anak mereka, yang telah mengajari mereka berbagai hal (tentang kehidupan),” kata Maiko seraya menambahkan bahwa ia berharap orang-orang yang menganggap mereka tidak memiliki hubungan dengan anak-anak penyandang disabilitas agar datang juga ke pamerannya.

"Saya ingin menunjukkan kepada orang-orang bahwa terlahir dengan disabilitas tidak berarti malapetaka bagi mereka atau keluarga mereka," katanya.

Adapun awalnya Maiko ingin menunggu pandemi COVID-19 berakhir sebelum mengadakan pamerannya ini, yang menampilkan 29 foto keluarga dari orang tua dengan anak penyandang disabilitas.

Namun setelah didiagnosis mengidap kanker payudara pada Februari lalu, ia merasa tidak punya waktu untuk menunggu.

"Setelah menjalani operasi pada bulan Mei, saya pikir saya tidak akan pernah tahu kapan hidup saya akan berakhir, jadi saya harus melakukan apa pun yang ingin saya lakukan sekarang. Model saya juga sedang menunggu pameran diadakan," katanya.

5 dari 5 halaman

Infografis 5 Parameter Aman Cek Sertifikat Vaksin Covid-19 di PeduliLindungi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.