Sukses

Penyandang Tuli Lebih Suka Menggunakan Bisindo Ketimbang SIBI, Mengapa?

Bahasa isyarat adalah bahasa yang digunakan penyandang disabilitas tuli untuk berkomunikasi. Bahasa isyarat yang banyak digunakan di Indonesia disebut Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo).

Liputan6.com, Jakarta Bahasa isyarat adalah bahasa yang digunakan penyandang disabilitas tuli untuk berkomunikasi. Bahasa isyarat yang banyak digunakan di Indonesia disebut Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo).

Dilihat dari sisi budaya, Bisindo dapat digunakan dengan menyesuaikan kekhasan budaya di setiap daerah. Bahasa ini juga berkembang seiring berjalannya waktu dan selalu diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya.

Bisindo juga selalu berubah mengikuti perkembangan zaman layaknya perkembangan bahasa lisan. Bahasanya cenderung tidak kaku dan praktis untuk digunakan karena tidak mengisyaratkan kata per kata.

“Bisindo memiliki berbagai variasi isyarat secara alamiah di Indonesia. Dari kacamata linguistiK kalau kita bicara bahasa tentu penelitiannya ada dalam kajian fonologi, morfologi, sintaksis, apakah tata bahasanya SPO atau SOP,” kata Ketua Pusat Bahasa Isyarat Indonesia (Pusbisindo) Laura Lesmana Wijaya, M. A. dalam webinar Konekin ditulis pada Jumat (23/10/2020).

Bisindo memiliki tata bahasa yang berdiri sendiri terlepas dari sistem yang berkembang di bahasa Indonesia. Bisindo memiliki kaitan erat dengan budaya tuli. Laura meminta setiap orang untuk sadar akan pentingnya Bisindo sebagai bagian dari budaya tuli.

“Kita tahu bahasa isyarat ini di Indonesia bervariasi, kita harus menunjukkan respect atas hal itu. Terutama adalah pentingnya memperkenalkan dan mengajarkan anak-anak agar memperoleh bahasa isyarat yang alami sejak ia lahir.”

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perbedaan dengan SIBI

Jika dibandingkan dengan sistem bahasa isyarat (SIBI) maka Bisindo adalah pilihan terbaik bagi para penyandang tuli.

Selain kurang sesuai dengan budaya tuli, SIBI juga tidak disebut sebagai bahasa melainkan hanya sistem yang diajarkan pada anak-anak agar mengetahui tata bahasa Indonesia. Pada kehidupan sehari-hari SIBI tidak digunakan untuk komunikasi.

Dalam kesempatan yang sama, Pendiri Koneksi Indonesia Inklusif (Konekin) Marthella Rivera menjelaskan bahwa banyak teman tuli yang kesulitan dalam menggunakan SIBI karena tata bahasa yang terlalu kaku.

“Jadi tidak jarang terjadi kesalahan dalam memahami informasi yang disampaikan karena penggunaan SIBI,” ujar Marthella.

Ia mencontohkan dengan kata “pengangguran” yang menggunakan imbuhan “pe” kemudian “anggur” sebagai kata awalnya dan imbuhan “an.” Padahal di Bisindo, untuk mengisyaratkan kata pengangguran maka cukup dengan menopangkan tangan ke dagu dua kali.

“Sementara kalau di SIBI memang dipilah berdasarkan struktur kata. Ada imbuhan, kata dasar, dan akhiran. Ini yang membuat teman-teman tuli akhirnya lebih nyaman dengan Bisindo karena tidak mengharuskan penggunanya untuk mengikuti aturan bahasa Indonesia. Bahkan Bisindo ini lebih mudah dipelajari di kalangan teman dengar dibanding SIBI,” pungkasnya.

3 dari 3 halaman

Infografis COVID-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.