Sukses

Menilik Tren Komoditas di Tengah Gejolak Inflasi Tinggi Dunia

Bagaimana pergerakan tren komoditas di tengah inflasi tinggi yang dialami berbagai negara.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa negara antara lain Amerika Serikat, Australia, Inggris, dan lainnya saat ini tengah mengalami inflasi. Bahkan, bagi beberapa negara, inflasi yang terjadi pada 2022 menjadi inflasi tertinggi dalam dekade terakhir. 

Inflasi domestik yang terus mengalami peningkatan disebabkan karena tingginya tekanan sisi penawaran. Hal ini seiring dengan kenaikan harga komoditas dunia. 

Selain itu, konflik geopolitik yang masih terjadi antara Rusia-Ukraina juga masih menjadi penyebab harga komoditas yang tinggi dan terus meningkat. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya produksi serta impor yang berasal dari negara tersebut. 

Seperti yang diketahui Ukraina merupakan salah satu negara pemasok gandum terbesar di perdagangan dunia, dan Rusia yang merupakan negara kedua terbesar di dunia pemasok minyak mentah. 

"Konflik Geopolitik Rusia-Ukraina masih memiliki dampak yang besar bagi supply energi, seperti pasokan energi dari Rusia ke Eropa yang memberikan dampak terhadap pihak luas," ujar Vice President of Research and Development, Isa Djohari, dalam acara commodity outlook Q3 2022, Rabu (20/7/2022).

“Konflik ini berdampak pada kenaikan harga bahan bakar yang berimbas pada tinggi dan naiknya harga komoditas global, yang merupakan kebutuhan masyarakat sehingga pada akhirnya mengakibatkan inflasi pada setiap negara,” lanjut Isa.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Minyak Mentah

Berdasarkan tim Research and Development ICDX, nilai dari minyak mentah sendiri akan tetap mengalami peningkatan sehingga hal tersebut menjadi daya tarik untuk bertransaksi. 

Pada kuartal II-2022 sebelumnya, harga minyak mengalami peningkatan sebesar 15,04 persen. Diperkirakan pada kuartal III-2022 ini, harga minyak akan tetap mengalami penguatan meskipun ada beberapa faktor yang bisa menahan penguatan harga tersebut.

Research & Development ICDX, Girta Yoga mengatakan dari beberapa katalis yang ada, di kuartal III-2022 ini pergerakan harga minyak masih mengalami bullish. Namun tidak akan menutup kemungkinan bahwa akan ada sentimen-sentimen yang akan menahan pergerakan harga tersebut.

“Salah satunya adalah mengenai Pakta Produksi Opec+ yang hingga saat ini tidak ada sinyal untuk berlanjut, di mana hal ini akan mempengaruhi pasokan yang ada di pasar,“ kata Girta. 

3 dari 4 halaman

Emas

Harga komoditas emas juga menjadi suatu yang sangat diperhatikan dan diperbincangkan belakangan ini. Inflasi yang terjadi di berbagai negara membuat harga emas belakangan ini menurun hingga mencapai nilai support USD 1689,93 atau sekitar Rp 25,3 juta (asumsi kurs Rp 14.981 per dolar AS)

Namun, dalam beberapa hari terakhir Research and Development ICDX mencatat bahwa harga emas mengalami penguatan.

“Berdasarkan data riset ICDX, harga emas saat ini menunjukan tren penurunan. Namun, tetap ada potensi harga emas tetap naik apabila ada kebijakan The Fed untuk mengembalikan kondisi ekonomi semula,“ tambah Research and Development ICDX, Taufan Dimas Hareva.

Komoditas Lain

Selain minyak mentah dan emas, di awal kuartal III-2022 ini Forex juga menarik perhatian. Berdasarkan Research and Development ICDX, beberapa harga mata uang mengalami perubahan dan cenderung menurun. Semenjak dihadapkan dengan inflasi yang tinggi, nasib Dolar AS kian tidak menentu. 

 

4 dari 4 halaman

Perdagangan Karbon Global

Demi menekan inflasi, indeks Dolar AS menyentuh titik tertinggi yaitu di zona 108. Selain itu, inflasi juga terjadi di salah satu negara Asia yaitu Jepang. Inflasi di Jepang mencapai angka 2,5 persen, dimana angka tersebut dirasa cukup tinggi untuk Jepang. Inflasi ini juga berdampak terhadap kurs Yen yang mengalami kelemahan. 

Selain komoditas-komoditas di atas, isu perdagangan karbon global juga menarik untuk diperhatikan. Indonesia sendiri saat ini belum menjalankan perdagangan karbon yang terorganisir, namun negara-negara di Eropa telah mengimplementasikan Cross Border Adjustment Mechanism (CBAM). 

"Secara bertahap CBAM ini akan menjadi sebuah mekanisme alternatif untuk mencegah kebocoran karbon. Selain itu yang diharapkan dari mekanisme ini adalah perlakuan yang sama antara produsen dari domestik Uni Eropa serta luar negeri yang mengarah pada internalisasi biaya pemanasan global," pungkas Research and Development, Allysea Subagja.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.