Sukses

7 Hewan yang Sering Dikaitkan dengan Kematian Pertanda Buruk

Sejarah mencatat manusia mengaitkan makhluk dengan kematian. Mengapa begitu banyak hewan dikaitkan dengan kematian? Pertanyaan ini mencerminkan kompleksitas interpretasi manusia terhadap kehidupan dan kematian, terbaca dalam mitos dan tradisi sepanjang sejarah.

Liputan6.com, Jakarta Seiring berjalannya sejarah, manusia cenderung mengaitkan berbagai makhluk dengan kehidupan dan kematian. Fenomena ini memunculkan pertanyaan menarik: mengapa sejumlah makhluk menjadi simbol identik dengan akhir kehidupan? Beberapa di antaranya dianggap suka berpesta dengan orang mati, sementara yang lain memiliki kaitan yang lebih samar dengan sosok Grim Reaper. Dalam perjalanan melintasi budaya dan tradisi, ada tujuh hewan yang telah secara historis dikaitkan dengan kematian dan kehidupan setelah kematian.

Salah satu makhluk yang sering kali muncul dalam konteks kematian adalah capung. Capung di beberapa budaya dianggap sebagai simbol perubahan dan transformasi, yang terkait erat dengan konsep kehidupan setelah kematian. Munculnya capung mungkin diartikan sebagai pertanda peralihan roh atau keberlanjutan kehidupan di dunia lain. Sementara itu, burung enggang juga memegang peran penting dalam mitologi dan kepercayaan beberapa masyarakat sebagai penjelajah antara dunia hidup dan dunia mati. Kehadiran burung enggang dianggap sebagai pemandu roh menuju kehidupan setelah kematian.

Tetapi mengapa begitu banyak hewan dihubungkan dengan kematian? Pemahaman ini dapat dipahami melalui lensa budaya dan simbolisme. Dalam banyak budaya, hewan-hewan ini tidak hanya dianggap sebagai makhluk hidup biasa, melainkan sebagai perantara antara dunia fisik dan spiritual.

Dengan memahami hubungan simbolis ini, kita dapat melihat betapa kompleksnya interpretasi manusia terhadap kehidupan dan kematian, yang tercermin dalam mitos, legenda, dan tradisi yang berkembang sepanjang waktu. Merangkum dari livescience.com, artikel ini akan membahas hewan-hewan yang sering dikaitkan dengan kematian!

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 13 halaman

7. Burung Enggang Tanah Selatan

Burung enggang tanah selatan (Bucorvus leadbeateri) memiliki peran yang kompleks dalam kultur masyarakat di sembilan negara di Afrika bagian selatan dan timur. Meskipun sejatinya merupakan burung karnivora yang berburu hewan kecil dan serangga di padang rumput, sabana, dan kawasan hutan terbuka, pandangan masyarakat terhadapnya cenderung dipenuhi dengan nuansa kematian dan kehancuran. Menurut survei tahun 2014 yang dilakukan pada 98 orang dan dijelaskan dalam Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, burung enggang selatan sering dianggap sebagai pembawa sial dan pertanda buruk.

Berparuh cerah dan memiliki postur yang mencolok, burung enggang tanah selatan dianggap sebagai simbol keburukan di beberapa budaya di Afrika. Studi tersebut mencatat bahwa di Zimbabwe dan Malawi, keberadaan burung enggang yang hinggap di atap rumah diartikan sebagai membawa sial bagi penghuni rumah. Bahkan, hanya melihat burung enggang bergerombol dalam jumlah ganjil dapat dianggap sebagai tanda kematian. Di Tanzania, interpretasi terhadap burung ini mencapai tingkat spiritualitas, dianggap sebagai pembawa jiwa yang mati dan roh yang marah, menambahkan dimensi kepercayaan yang kuat terhadap makna simbolis burung enggang tanah selatan.

Pandangan masyarakat terhadap burung enggang tanah selatan mencerminkan kompleksitas hubungan antara manusia dan alam di berbagai budaya Afrika. Meskipun secara biologis hanya merupakan pemangsa kecil dan tidak berbahaya, interpretasi simbolis memberikan dimensi budaya yang dalam terkait dengan kematian dan spiritualitas di kawasan tersebut.

 

3 dari 13 halaman

6. Capung Merah

Di Jepang, kehadiran capung merah (Sympetrum frequens) menjadi kisah menarik yang terjalin dengan peristiwa budaya. Saat dewasa, capung ini bermigrasi dari padang rumput rendah ke pegunungan tinggi untuk mencari makan. Pemandangan indah capung merah semakin menarik perhatian pada awal musim gugur ketika mereka turun dari pegunungan ke dataran rendah, menciptakan kelimpahan yang menakjubkan di sepanjang perjalanan mereka. Waktu ini secara khusus bersinggungan dengan festival Obon, sebuah perayaan yang merayakan kembalinya arwah orang mati untuk mengunjungi orang yang mereka cintai.

Dalam studi etnografi tahun 1959, capung merah besar di Jepang dipandang sebagai pembawa pesan roh-roh yang kembali selama festival Obon. Kepercayaan ini memberikan makna mendalam pada keberadaan capung merah, yang dianggap sebagai perantara antara dunia hidup dan dunia roh. Kemunculan mereka di musim gugur menjadi simbol kehadiran dan komunikasi dengan arwah, menambah nilai simbolis pada festival Obon. Keterkaitan ini mencerminkan bagaimana alam dan tradisi budaya di Jepang bisa terjalin erat dalam persepsi dan interpretasi manusia terhadap kehidupan dan kematian.

Kisah capung merah di Jepang membuka jendela ke dalam kompleksitas simbolisme alam dalam konteks budaya. Migrasi mereka yang terjadi pada saat yang tepat dengan festival Obon tidak hanya menciptakan pemandangan yang menakjubkan, tetapi juga menghadirkan dimensi spiritual yang mendalam dalam hubungan antara manusia dan alam.

4 dari 13 halaman

5. Burung Nasar

Burung nasar, dengan kebiasaannya yang terkait erat dengan bangkai dan kematian, muncul sebagai salah satu hewan yang dikaitkan dengan akhir kehidupan. Keistimewaan burung nasar terletak pada indra penciumannya yang luar biasa, memungkinkan mereka mendeteksi bangkai dari jarak yang jauh. Meskipun kegemaran mereka mengitari bangkai saat terbang dan mengambil daging dari sumber kematian tidak selalu membuatnya dihormati, kejutan muncul dalam pandangan Mesir kuno terhadap burung ini. Menurut Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, di Mesir kuno, burung nasar dianggap sebagai simbol kebersihan dalam lingkaran kehidupan dan kematian.

Di Mesir kuno, burung nasar menjadi lambang dewa Maut, dianggap sebagai "ibu dari semua" menurut interpretasi dari Royal Anthropological Institute. Keterkaitan antara burung nasar dan dewa Maut mengubah persepsi terhadap burung ini, menjadi sebuah simbol spiritual dan perlambang kebersihan dalam perjalanan kehidupan dan kematian. Kepercayaan bahwa semua burung nasar adalah betina dan lahir secara spontan dari telur membuatnya dipakai sebagai hiasan kepala oleh istri firaun dan firaun wanita sebagai tanda perlindungan.

Seiring dengan keterkaitannya dengan kematian, burung nasar juga memegang peran khusus dalam praktik pemakaman beberapa budaya. Komunitas Zoroaster di India, yang dikenal sebagai Parsis, dan umat Buddha Vajrayana di Tibet, mengadopsi praktik "penguburan langit," yang melibatkan burung nasar dalam proses pemakanan mayat. Menurut Museum dan Perpustakaan Institut Sejarah Sains di Philadelphia, pandangan ini menciptakan keterkaitan unik antara burung nasar dan siklus kehidupan dan kematian di beberapa tradisi agama dan kepercayaan.

5 dari 13 halaman

4. Kelelawar

Dalam berbagai kebudayaan, kelelawar telah lama menjadi simbol kematian, membawa konotasi misterius dan sering kali dihubungkan dengan ramalan takdir. Sebagai contoh, masyarakat Māori di Selandia Baru mengaitkan kelelawar dengan hokioi, mitos burung nokturnal yang konon memiliki kemampuan meramalkan kematian. Pepatah Māori yang terkenal, "kelelawar terbang saat senja, hokioi terbang di malam hari," menciptakan citra kelelawar sebagai pembawa berita dari dunia spiritual yang terhubung erat dengan kehidupan dan kematian. Legenda ini menggambarkan hokioi sebagai burung yang tidak pernah terlihat secara langsung, hanya dapat didengar melalui jeritannya di kegelapan malam.

Namun, misteri seputar hokioi menjadi lebih mendalam dengan kemungkinan bahwa burung ini sebenarnya adalah elang Haast (Hieraaetus moorei), yang sudah punah. Elang Haast merupakan burung pemangsa raksasa yang memiliki ukuran yang cukup besar untuk membawa anak kecil. Meskipun hokioi mungkin hanya legenda, interpretasi ini menambahkan elemen kenyataan sejarah pada mitos tersebut. Kaitan antara kelelawar dan ramalan kematian dalam budaya Māori menciptakan gambaran yang kompleks dan membingungkan, menyiratkan hubungan erat antara kehidupan manusia dan alam.

Kelelawar, sebagai simbol kematian, menyoroti cara berbagai kebudayaan memandang dan mengartikan makna hidup dan akhir kehidupan. Di sepanjang sejarah, makhluk ini telah menjadi bagian integral dari mitos, legenda, dan keyakinan yang membentuk cara manusia memahami dan merayakan perjalanan kehidupan dan kematian.

6 dari 13 halaman

3. Burung Hantu

Burung hantu, dengan aktivitasnya yang utamanya terjadi di malam hari, sering kali diasosiasikan dengan konsep kematian dalam berbagai kebudayaan. Menurut penelitian yang diungkapkan dalam buku "Owl" karya Desmond Morris, burung hantu dianggap sebagai simbol kematian dan utusan yang dikirim oleh dewa dari dunia bawah. Mitologi Romawi, sebagai contoh, menghubungkan suara burung hantu dengan tanda kematian yang akan segera terjadi. Dalam kepercayaan tersebut, burung hantu dianggap meramalkan kematian beberapa kaisar Romawi, karena dikatakan bahwa suara mereka terdengar sebelum kematian sang kaisar.

Keyakinan serupa juga ditemukan dalam budaya Kenya, terutama di dataran tinggi Distrik Nyeri. Sebuah survei wawancara di wilayah tersebut mengungkapkan bahwa 76% petani meyakini bahwa tangisan burung hantu dapat menyebabkan kematian. Hasil wawancara ini mencerminkan interpretasi lokal terhadap burung hantu sebagai pertanda atau presage kematian dalam konteks kehidupan sehari-hari masyarakat setempat.

Pemahaman burung hantu sebagai simbol kematian di berbagai budaya menciptakan perspektif yang menarik terhadap bagaimana manusia memandang makhluk ini. Aktivitas malam hari mereka dan serangkaian keyakinan yang berkembang seputar burung hantu mengilustrasikan bagaimana manusia cenderung mengaitkan alam dengan aspek-aspek spiritual dan takhayul, menciptakan narasi kaya akan makna dan interpretasi simbolis.

7 dari 13 halaman

2. Gagak Bangkai

 

Gagak bangkai (Corvus corone) menonjol sebagai burung yang sangat cerdas, dengan kemampuan untuk memakan beragam jenis makanan, mulai dari buah beri hingga daging hewan mati yang sudah membusuk. Dalam cerita rakyat Irlandia, Gagak bangkai atau sering kali diasosiasikan dengan gagak, menjadi bagian dari mitologi kuno. Salah satu tokoh dalam cerita ini adalah Badb, yang merupakan salah satu dari trio dewi perang yang berwujud sebagai burung gagak.

Artikel abad ke-19 yang dipublikasikan dalam Proceedings of the Royal Irish Academy menjelaskan bahwa Badb, dalam penampilannya sebagai burung gagak, diyakini bisa menjadi pertanda pertumpahan darah, yang menciptakan rasa takut di kalangan para prajurit di medan perang.

Mitologi Irlandia memberikan dimensi spiritual pada gagak bangkai melalui peran Badb, yang mampu mengubah dirinya menjadi burung gagak dan menciptakan atmosfer misterius dan menakutkan. Keberadaannya sebagai pertanda pertumpahan darah mengilustrasikan bagaimana manusia dalam sejarah seringkali mengaitkan burung gagak dengan kejadian dramatis atau tragis. Gagak bangkai, dengan kecerdasan dan kemampuannya yang unik, menjadi simbol dalam cerita rakyat Irlandia yang mencerminkan persepsi kuno akan alam dan kehidupan manusia.

Interaksi manusia dengan gagak bangkai di berbagai konteks budaya menciptakan kisah-kisah yang menarik dan sering kali memuat elemen-elemen spiritual atau takhayul. Dalam konteks Irlandia, burung ini tidak hanya dilihat sebagai makhluk cerdas yang beradaptasi dengan berbagai kondisi makanan, tetapi juga dianggap sebagai perwujudan dari kekuatan spiritual yang mempengaruhi perjalanan sejarah dan mitologi masyarakat setempat.

8 dari 13 halaman

1. Tikus

Tikus, sebagai hewan pengerat, telah lama tercatat dalam sejarah sebagai penyebar potensial penyakit yang membahayakan manusia. Salah satu peristiwa paling terkenal adalah Kematian Hitam pada abad ke-14, yang menyebabkan pandemi besar di Eropa. Tikus dipercaya sebagai penyebab penyebaran bakteri Yersinia pestis, yang mengakibatkan wabah yang menewaskan sedikitnya 25 juta orang dalam waktu lima tahun. Meskipun tikus pada awalnya dituduh sebagai vektor penyakit utama, pemahaman terkini menunjukkan bahwa manusia dan kutu yang mereka bawa berperan lebih besar dalam penyebaran penyakit tersebut.

Penelitian dalam beberapa tahun terakhir menciptakan pergeseran paradigma dalam pandangan terhadap peran tikus dalam penyebaran penyakit. Sebaliknya, manusia dan kutu yang hidup bersama mereka menjadi faktor utama dalam penularan penyakit seperti Kematian Hitam. Kutu yang terinfeksi bakteri Yersinia pestis dapat menggigit manusia, menyebabkan penyebaran penyakit melalui darah. Meskipun tikus tetap terlibat dalam siklus infeksi, pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika penyakit ini menyoroti peran manusia dan vektor kutu sebagai faktor utama dalam pandemi tersebut.

Sejarah Kematian Hitam memberikan contoh signifikan tentang bagaimana interpretasi terhadap hewan, dalam hal ini tikus, dapat berubah seiring waktu dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Pemahaman yang lebih akurat tentang peran tikus dalam penyebaran penyakit menjadi penting untuk mencegah stereotip negatif terhadap hewan tersebut dan mengejar strategi pencegahan penyakit yang lebih efektif.

9 dari 13 halaman

Hewan apa yang melambangkan kejahatan?

Seringnya, ular menjadi simbol kejahatan.

10 dari 13 halaman

Ngengat pertanda apa?

Ngengat sering diasosiasikan secara negatif dengan kematian. Sebagian besar ngengat bernavigasi dengan cahaya bulan dan betah dalam kegelapan. Karena alasan inilah, banyak kebudayaan yang mengasosiasikan ngengat dengan pertanda kematian.

11 dari 13 halaman

Kalau ada kupu-kupu putih pertanda apa?

Konon, orang yang kedatangan kupu-kupu putih pada malam hari akan memperoleh kebahagiaan. Selain itu, arti kupu-kupu putih masuk rumah pada malam hari juga pertanda bahwa orang yang rumahnya dimasuki kupu-kupu putih akan dapat banyak rezeki. Dia akan dimudahkan dalam mencari rezeki.

 

12 dari 13 halaman

Kenapa ada ngengat di rumah?

Ngengat masuk ke dalam rumah saat malam hari karena tertarik pada cahaya lampu, sebab serangga ini adalah makhluk nokturnal.

 

13 dari 13 halaman

Berapa lama hidup ngengat?

Ngengat hanya hidup selama satu minggu setelah meninggalkan kepompong dan tidak akan makan setelah menjadi ngengat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini