Liputan6.com, Jakarta Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta pemimpin daerah melanjutkan komitmennya dalam melindungi ekosistem tembakau dari hulu sampai hilir.
Dalam beberapa tahun terakhir, Industri Hasil Tembakau (IHT) terus digempur dengan berbagai aturan ekstrem yang mendorong sektor ini gulung tikar.
Baca Juga
Ketua PD FSP RTMM-SPSI DIY, Waljid Budi Lestarianto, menegaskan di tengah ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai daerah, keberadaan industri tembakau menjadi penolong bagi ekonomi masyarakat. Saat ini, ada sekitar 5.250 orang pekerja yang menggantungkan nasibnya di industri ini.
Advertisement
“Mereka mayoritas adalah para perempuan pelinting di segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang menjadi tulang punggung keluarga. Di saat yang sama, dengan keahlian yang terbatas, mereka sangat rentan menjadi pengangguran kalau industri tempatnya bekerja goncang,” tegasnya dikutip Rabu (9/10/2024).
Seperti diketahui, saat ini industri tembakau menghadapi berbagai ancaman akibat berbagai regulasi yang semakin ketat dan sangat memberatkan. Ancaman tersebut antara lain berasal dari berbagai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP Kesehatan) yang kontroversial seperti larangan penjualan rokok dalam radius 200-meter dari satuan pendidikan dan pelarangan iklan media luar ruang dalam radius 500 meter.
Gelombang Penolakan
Belum lagi gelombang penolakan terhadap berbagai pasal tembakau bermasalah pada PP Kesehatan itu mereda dan menemukan solusi, Kementerian Kesehatan malah kembali mengeluarkan rancangan peraturan yang dampaknya mematikan bagi sektor industri tembakau dan tidak ragu kejar tayang untuk segera disahkan pada periode transisi Pemerintahan.
Rancangan Permenkes tersebut akan menyeragamkan seluruh kemasan rokok dengan menghapus identitas merek dan logo dari kemasan rokok atau dikenal dengan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek.
“Kami sangat kecewa dan tegas menolak berbagai kebijakan yang menjadi inisiatif Kemenkes tersebut. Mereka seolah tidak peduli dan tak mau mendengarkan aspirasi dari kami sebagai salah satu pihak yang terdampak. Aturan ini akan mengancam sumber mata pencaharian para anggota kami, padahal gelombang PHK sedang terjadi di mana-mana dan mencari pekerjaan juga sangat sulit di tengah kondisi seperti ini,” terang Waljid.
Program Perlindungan
Ia pun berharap pemerintah Kota Bantul nantinya akan melanjutkan berbagai program perlindungan yang selama ini telah diberikan kepada petani tembakau dan IHT. Keberadaan ekosistem tembakau di Kabupaten Bantul, katanya, telah terbukti turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian daerah.
Wakil Bupati Bantul, Joko Purnomo, menilai Rancangan Permenkes memiliki dampak buruk jika akan diberlakukan, khususnya kepada pekerja tembakau di Bantul. Joko mengatakan Pemerintah Pusat perlu mempertimbangkan nasib pekerja tembakau yang selama ini telah berkontribusi bagi ekonomi nasional.
Menurut Joko, Pemerintah Bantul juga sangat gencar bekerja sama dengan Bea Cukai untuk memberantas peredaran rokok ilegal yang selama ini turut menyengsarakan masyarakat.
“Oleh karena itu, mari kita sama-sama berdiskusi dengan DPR RI serta DPRD, kita sampaikan agar UU atau Rancangan Permenkes yang belum mengakomodir masukan masyarakat ini bisa diusulkan untuk diubah,” ucapnya.
Advertisement
3 Rekomendasi
Waljid melanjutkan pihaknya mengajukan tiga rekomendasi kepada calon kepala daerah di Bantul. Pertama, PD FSP RTMM-SPSI DIY meminta calon kepala daerah Bantul melindungi dan mendukung keberlangsungan industri tembakau, termasuk melalui kebijakan daerah yang adil.
Calon kepala daerah Bantul tersebut juga diharapkan dapat memanfaatkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) secara optimal dan merumuskan peraturan daerah terkait rokok dengan bijak.
Kedua, Pemerintah Daerah perlu menghindari kebijakan pertembakauan yang akan mengancam mata pencaharian pekerja. Termasuk desakan untuk membatalkan rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Permenkes dan merevisi PP 28/2024, terutama pasal-pasal yang memberatkan industri tembakau.
Ketiga, PD FSP RTMM-SPSI DIY memohon kepada Pemerintah Daerah melindungi pekerja dan buruh pabrik rokok dengan turut memberikan masukan pada pemerintah pusat demi memastikan tidak ada kenaikan cukai rokok pada tahun 2025 dan menghindari kenaikan cukai yang drastis pada tahun 2026.
“Melalui kegiatan dialog ini kami berharap dapat menyampaikan aspirasi dan kegelisahaan sekaligus meminta perlindungan kepada kepala daerah baik yang masih menjabat atau akan menjabat ke depan,” pungkas Waljid.