Sukses

Ini 5 Risiko Global Paling Dikhawatirkan di 2024

Risiko misinformasi dan disinformasi, cuaca ekstrem, polarisasi masyarakat, krisis biaya hidup, dan serangan siber masuk ke dalam 5 risiko utama yang paling dikhawatirkan dapat menimbulkan krisis material dalam skala global di tahun 2024.

Liputan6.com, Jakarta Laporan Risiko Global 2024, yang dikembangkan oleh World Economic Forum bekerja sama dengan Zurich dan Marsh McLennan, menyajikan temuan Survei Persepsi Risiko Global (Global Risks Perception Survey/GRPS), yang mengumpulkan wawasan dari hampir 1.500 pakar global.

Laporan ini menganalisis risiko global melalui tiga periode waktu untuk membantu para pengambil keputusan dalam menyeimbangkan krisis saat ini dan prioritas jangka panjang.

Laporan ini menempatkan risiko misinformasi dan disinformasi sebagai kekhawatiran yang meningkat signifikan dalam 2 tahun ke depan, disertai dengan risiko cuaca ekstrem, polarisasi masyarakat, krisis biaya hidup, dan serangan siber yang juga masuk ke dalam 5 risiko utama yang paling dikhawatirkan dapat menimbulkan krisis material dalam skala global di tahun 2024.

“Dunia sedang mengalami transformasi struktural yang signifikan dengan AI, perubahan iklim, pergeseran geopolitik, dan transisi demografi. Sembilan puluh satu persen pakar risiko yang disurvei mengungkapkan kekhawatiran akan risiko dari transformasi tersebut dalam jangka waktu 10 tahun. Risiko-risiko tersebut juga memberikan peluang. Tindakan setiap individu, negara, dan perusahaan dapat mengurangi risiko global, berkontribusi terhadap dunia yang lebih cerah dan lebih aman," kata Chief Risk Officer PT Zurich Asuransi Indonesia Tbk, Wayan Pariama dikutip Kamis (14/3/2024).

Sebagai bagian dari langkah strategis perusahaan, Zurich Indonesia menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk memberikan layanan dan pengalaman yang lebih baik kepada nasabah.

“Kami terus mengembangkan penggunaan teknologi, termasuk optimalisasi peluang melalui teknologi AI” tutup Wayan.

Menariknya, teknologi AI menempati urutan kedua teratas yang paling dikhawatirkan oleh pakar di tahun 2024, kemudian menjadi urutan pertama yang paling dikhawatirkan dalam dua tahun ke depan.

Kekhawatiran tersebut muncul disebabkan semakin maraknya pembuatan konten AI yang sulit dibedakan dari konten manusia sehingga menciptakan tantangan serius dalam mengungkapkan dan menanggapi informasi yang tidak akurat atau menyesatkan (misinformasi dan disinformasi).

“Kekhawatiran mengenai pemanfaatan teknologi AI dapat diatasi secara efektif melalui integrasi yang bersifat strategis. Potensi teknologi AI dapat mendorong transformasi di industri serta menjadi rekan yang mengkolaborasikan inovasi dengan manajemen risiko. Dengan merangkul berbagai potensi manfaat dari teknologi AI ini, kita dapat memaksimalkan adopsi teknologi ini di berbagai sektor serta memastikan kapabilitas teknologi ini dimanfaatkan demi kebaikan perusahaan dan konsumen," ungkap Ketua Indonesia AI Society dan Associate Professor Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta, Lukas.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pengusaha Pesimis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 Capai Target, Ini Gara-garanya

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengaku sedikit pesimis terhadap target pertumbuhan ekonomi di rentang 4,9 - 5,2 persen. Lantaran tahun 2024 masih dibayangi ketidakpastian, sehingga tak ada yang tahu pasti apakah target tersebut bisa tercapai atau tidak.

"Kenapa temanya pesimis, ketidakpastian? menurut saya bagus karena tahun ini tahun penuh ketidakpastian. Jadi, kita boleh memprediksi sebuah target, rentangnya kita bilang 4,8 -5,2 persen, bisa 4,9 persen bisa 5 persen tapi kenyatannya nobody really know for sure," kata Shinta dalam acara diskusi, Kamis (14/3/2024).

Menurutnya, baru kali ini Pemerintah membuat prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tanpa ada keyakinan bahwa target tersebut dapat tercapai di tahun ini.

"Ini pertama kali kita membuat prediksi yang kita tidak yakin juga akan prediksi yang dibuat, menurut saya," ujarnya.

Namun, berbeda dengan Shinta, Direktur Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi OJK Wahyu Budi Satriyo, menilai tahun 2024 justru diwarnai dengan optimisme yang tinggi. Pasalnya, di tahun ini sumber kerentanan, dan resiko dapat teridentifikasi.

"Memandang 2024 ini penuh ketidakpastian sehingga ada yang pesimis. Kami memandang sedikit berbeda, kami melihat berdasarkan pemantauan kami diawal tahun itu pelaku pasar sepertinya diwarnai dengan optimisme yaitut mulai adanya pergerakan fase perekonomian dari tahun 2023 lalu," ujar Wahyu.

Dimana pada tahun 2023, kata Wahyu, saat itu resiko kerentanan dan dampaknya belum bisa diidentifikasi dengan baik, sehingga pada waktu itu ketua dewan komisioner OJK menyebut tahun 2023 sebagai era the perfect storm, yang artinya badai yang terjadi sekaligus.

"Tapi ternyata seiring berjalannya waktu, di 2024 ini di awal tahun atau dimulai sejak akhir tahun 2023 kita melihat bahwa sumber kerentanan dan resiko bisa kita identifikasi, meskipun kita belum tahu persis mengenai dampaknya bagaimana yang akan terjadi di 2024," pungkas Wahyu.

3 dari 4 halaman

Ini Ketakutan Terbesar Sri Mulyani saat Ini

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bersyukur Indonesia mampu mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi di angka 5 persen secara konsisten, di tengah situasi dunia yang tengah bergejolak.

Namun demikian, Sri Mulyani tetap menaruh mata terhadap inflasi pangan yang dapat memberi tekanan besar terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.

"Inflasi Indonesia tetap terjaga, dan Indonesia tetap menjadi negara dengan tingkat inflasi cukup rendah. Indonesia tetap harus waspada terkait inflasi pangan," kata Sri Mulyani dalam Mandiri Investment Forum 2024, Selasa (5/3/2024).

Persoalan inflasi pangan ini menurutnya bukan hanya jadi pekerjaan moneter saja bagi Kementerian Keuangan saja. Akan tetapi, merupakan hasil dari upaya pemerintah secara keseluruhan dan dukungan mereka untuk mengatasi inflasi Indonesia.

Meskipun begitu, ia menganggap kebijakan fiskal tetap memainkan peran yang sangat penting dalam mengatasi isu inflasi. Lantaran, hal ini sebenarnya terjadi dalam aspek pasokan dan logistik.

"Itu lah sebabnya, kami bekerja dengan erat dengan berbagai pihak di pemerintah, termasuk pemerintah daerah melalui koordinasi dan memberikan insentif fiskal bagi pemerintah daerah untuk mengatasi isu inflasi terkait dari sisi pasokan," ungkapnya.

 

 

4 dari 4 halaman

Isu Inflasi

 Oleh karenanya, Sri Mulyani menilai Indonesia bisa mengatasi isu inflasi tanpa mengandalkan Bank Indonesia (BI) untuk meningkatkan suku bunga secara tajam.

"Kombinasi ini memberikan kita tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil dan tinggi, dengan tingkat inflasi yang cukup rendah," ujar Sri Mulyani.

Untuk diketahui, inflasi komponen harga bergejolak (volatile food) yakni bahan pangan pada Februari 2024 tembus hingga 8,47 persen secara tahunan (YoY). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pangan tersebut jadi yang tertinggi dalam 17 bulan terakhir.

Menurut catatan BPS, inflasi harga bergejolak ini memberikan andil terbesar terhadap inflasi tahunan, sebesar 1,34 persen. Komoditas yang dominan memberikan inflasi, mulai dari harga beras, cabai merah, daging ayam ras, bawang putih, hingga telur ayam.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.