Sukses

Cerita Pedagang Pasar Tanah Abang Bertahan Semampunya, Kalah Saing dengan e-commerce

Pedagang Blok G Pasar Tanah Abang mengeluhkan minimnya pendapatan mereka karena pengunjung yang kian sepi dan kondisi pasar yang tak terurus.

Liputan6.com, Jakarta - Pasar Tanah Abang yang dikenal sebagai pasar pusat grosir tekstil terbesar se-ASEAN akhir-akhir ini menjadi sorotan. Itu setelah dikabarkan para pedagang di Pasar Tanah Abang terus mengalami kemerosotan omset hingga ada yang harus menutup toko.

Salah satu pedagang di Pasar Tanah Abang mengeluhkan minimnya pendapatan mereka karena pengunjung yang kian sepi dan kondisi pasar yang tak terurus.

"Keadaanya ya lihat sendiri, sepi banget, yang lewat hampir tidak ada. Paling cuma di depan doang, itu pun jarang," kata Masrul (42 tahun), salah satu pedagang sepatu saat ditemui Liputan6.com di Blok G Tanah Abang, Senin (18/9/2023)

Masrul mengaku mengalami kemerosotan omset hingga 70 persen. "Kondisi sekarang, mah, semakin parah. Keuntungan merosot 50 sampai 70 persen. Tapi masih Alhamdulillah setiap hari ada yang beli," ucapnya.

Hal ini juga dibenarkan pedagang lain bernama Asmarni (60 tahun) seorang penjual tas, bahwa kegiatan jual beli di Blok G memang sudah hampir mati karena toko-toko, khususnya di bagian dalam pada tutup.

"Kalau di Blok G sini memang sudah tidak ada harapan. Ini sudah seminggu tidak ada pembeli, tapi saya setiap hari tetap di sini," ujar Asmarni.

Para pedagang mengatakan bahwa kondisi pasar paling ramai di hari Sabtu dan Minggu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Imbas Murahnya Harga di E-Commerce

Masrul mengaku bahwa kondisi pasar yang sepi sudah dimulai sejak Covid-19, tetapi paling parah kondisi satu hingga dua bulan terakhir.

Ia menyatakan bahwa kemerosotan ini dirasakan seluruh pedagang di Pasar Tanah Abang. Dugaannya, pasar sepi merupakan imbas pola belanja masyarakat yang berpindah ke e-commerce.

"Kan banyak barang obral, jadi harganya murah-murah. Sepatu 30 ribu udah dapet, kalau saya kan jual harga normal, soalnya saya juga tidak produksi sendiri, ada biaya karyawan juga. Jadi wajar kalau lebih mahal dari harga e-commerce," lanjutnya.

Adanya keresahan yang dirasakan oleh Masrul dan para pedagang lain, ia berharap agar pemerintah segera memberikan regulasi yang tepat akan ketimpangan harga dan menyepinya pelanggan akhir-akhir ini.

"Kalau saya ya berharap pemerintah adain aturan atau menutup platform itu, karena membunuh pedagang kaya kita ini. Ya, gimana upayanya lah, supaya UMKM tidak tersaingi dengan barang-barang murah dari Tiktok," tutupnya.

 

3 dari 3 halaman

Harga Barang Sulit Bersaing

Keberadaan Tiktok Shop memang diisukan merusak harga barang-barang di pasar karena banyak barang dijual dengan harga di bawah harga normal. Juga banyak dijualnya barang-barang import ti Tiktok dianggap mengancam keselamatan UMKM negeri.

Tak heran bahwa seluruh pedagang dan para pejabat RI meresahkan keberadaan aplikasi itu. Masrul sendiri mengaku tidak berpindah berjualan di E-commerce karena merasa harga barangnya sulit bersaing dengan pedagang lain.

"Saya kan bukan tangan pertama, saya tidak mencoba jual online karena ya harga sudah kebanting, pasti susah bersaingnya sama produsen-produsen yang jual produk sendiri," tambahnya

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.