Sukses

Menko Luhut Klaim Transportasi Jadi Penyumbang Polusi Udara Terbesar Jakarta

MenkoLuhut memiliki data yang menyatakan bahwa sektor transportasi jadi kontributor utama penyebab polusi udara bertebaran di langit Jakarta. Namun, Menko Luhut bakal terus mengkaji keabsahan data tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim, sektor transportasi jadi penyumbang polusi udara terbesar di Jakarta dan sekitarnya.

Menurut data yang dipegangnya saat ini, sektor transportasi memang jadi kontributor utama penyebab polusi udara bertebaran di langit Jakarta. Namun, Luhut bakal terus mengkaji keabsahan datanya.

"Paling besar transportasi. Tapi kita sekarang cek ulang, kita minta untuk melihat lagi. Tapi kalau dari data kami sekarang, transportasi paling banyak kontribusinya," ujar Menko Luhut di Kantornya, Jakarta, dikutip Sabtu (19/8/2023).

Sebagai tindak lanjut, ia mengatakan, pemerintah bakal memperketat uji emisi suatu kendaraan. Nantinya, penentuan lolos uji emisi tidak lagi soal tahun pembuatan saja.

"Misalnya mobil kamu bukan dilihat tahunnya, tapi kita lihat kau punya emisi karbon itu. Kalau tiga kali gagal (lolos uji emisi), ya tidak boleh maju lagi," tegas Luhut.

Luhut tidak mau mentolerir pihak yang bermain-main soal polusi udara. Oleh karenanya, ia meminta semua bergandengan tangan untuk mengikuti himbauan pemerintah.

"Karena tadi particulate matter (PM2,5) bisa kena kau jantung, kanker pernapasan. Kalau orang bikin gini kena kan enggak ada pangkat, enggak ada jabatan, jenderal kopral, menteri, presiden, siapa pun bisa kena," imbuhnya.

"Enggak ada agama kau apa, suku kau apa, semua bisa kena, anak kecil, orang tua. Jadi kita semua harus kompak. Jadi apapun yang nanti diberikan pemerintah semua harus nurutin. Karena kalau tidak kita korbannya," pinta Menko Luhut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ridwan Kamil: 75 Persen Polusi Udara dari Kendaraan

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil membeberkan hasil rapat koordinasi bersama Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan terkait permasalahan polusi udara di Jabodetabek. Sejumlah evaluasi mencuat, salah satunya mengenai sumber polusi.

Menurut Emil, isu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai biang kerok sumber emisi polusi udara agak keliru. Dia menyebut, kajian mengenai sumber polusi menunjukkan konsentrasi partikel polutan PM2.5 tertinggi 75 persen berasal dari kendaraan bermotor. Sementara dari PLTU hanya berkisar 25 persen.

"Evaluasi dari jumlah kendaraan, karena hasil kajiannya PM2,5 zat paling berbahaya 75 persen dari kendaraan, Sementara itu wacana di masyarakat kan nyalahin PLTU ya, sementara (PLTU) itu cuma 25 persen dari kajian yang ada," kata Emil di Kantor Kemenko Marves, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (18/8/2023).

Oleh sebab itu, kata dia pemerintah memandang perlu adanya kajian ilmiah yang terukur secara valid menelusuri kebenaran sumber polutan di DKI Jakarta.

 

3 dari 4 halaman

Jangan Langsung Percaya

Lebih lanjut, dia juga meminta agar masyarakat tak langsung percaya dengan hasil pengukuran polusi udara yang beredar di publik.

"Apa dampaknya, dan harus secara ilmiah, ukuran yang sering dikutip media itu tidak semuanya terakreditasi, cuma bikin heboh, karena dikutip seakan-akan ilmiah. Itu alatnya sendiri alatnya harus disetujui LHK," kata Emil.

"Saya mohon media jangan dikit-dikit ngutip grafis dari tempat tempat yang sebenarnya belum tentu benar. Karena teknik mengukurnya itu sangat sensitif," sambung dia.

Pemerintah, lanjut Emil juga akan mengevaluasi jumlah kendaraan bermotor yang lalu lalang di wilayah Jabodetabek. Kebijakan work from home (WFH) hingga pemberian insentif kendaraan listrik juga akan diambil sebagai upaya mengurangi mobilitas masyarakat menggunakan kendaraan bermotor.

"Kemudian penguatan kendaraan listrik, ada wacana insentif dari Rp 7 juta ke 10 juta, untuk motor listrik konversi, mempermudah urusan," kata dia.  

 

4 dari 4 halaman

Rekayasa Cuaca

Emil menyampaikan, pemerintah juga berencana melakukan rekayasa cuaca memanggil hujan untuk menangani polusi udara. Saat ini, ujarnya kondisi angin bergerak ke arah timur, bukan ke arah barat seperti grafis yang beredar di masyarakat.

"Kemudian ada rekayasa cuaca juga dilakukan, dan tidak betul ya arah dari Banten grafisnya, itu simulasi bukan berita benar, angin sampai Oktober itu ke timur bukan barat, sementara yang heboh ramai di situ kan ada grafis kalau di situ simulasi aja," terang dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.