Sukses

UU PPSK, Jalan Jitu Penguatan Ekonomi Digital Indonesia

Ketua IFSOC Rudiantara mengatakan forum ini membahas topik "UU PPSK: Balancing Innovation and Risk in Developing Fintech Sector"

Liputan6.com, Jakarta Indonesia Fintech Society (IFSOC) kembali menggelar Fintech Policy Forum Seri II di Auditorium Center for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta, Selasa (8/8/2023).

Ketua IFSOC Rudiantara mengatakan forum ini membahas topik "UU PPSK: Balancing Innovation and Risk in Developing Fintech Sector" dengan titik tekan di dua area yang penting dan strategis bagi perkembangan dunia fintech dan keuangan nasional ke depan.

Rudiantara mengatakan, pertama, DPR belum lama ini mengesahkan UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

"Keberadaan UU ini sangatlah strategis bagi perkembangan sektor teknologi-keuangan (fintech) ke depan, karena memberikan titik tekan baru dalam hal pengembangan, bukan hanya 'pengawasan," kata Rudiantara.

Jaga Stabilitas Keuangan Nasional

Selain itu, menurutnya UU PPSK mendorong penguatan tata kelola dan stabilitas sektor keuangan nasional. Sementara di sisi lain, pihaknya di IFSOC melihat ini sejalan dengan perkembangan sektor fintech nasional yang kian pesat.

Lantaran saat ini terdapat ancaman fraud yang sudah berada dalam skala yang sangat mengkhawatirkan dengan modus operandi yang semakin beragam dan canggih, dengan skala yang semakin meluas.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Peran OJK

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua OJK Mirza Adityaswara menjelaskan aspek pengembangan dalam UU PPSK memiliki arti yang sangat penting dan strategis bagi gerak langkah OJK ke depan.

Mirza menegaskan aspek pengembangan ini merupakan amanat baru dari UU PPSK yang membuat OJK tidak lagi hanya mengedepan aspek 'perizinan' dan 'pengawasan', tetapi OJK juga diberikan tanggung jawab untuk mengembangkan sektor keuangan nasional, termasuk teknologi finansial (fintech) untuk dapat semakin berkembang lebih cepat dan dinamis di masa mendatang.

Kendati demikian, menurut Mirza dorongan terhadap aspek 'pengembangan' di atas haruslah diimbangi dengan berbagai langkah penguatan di wilayah mitigasi risiko dan perlindungan konsumen.

"OJK sedang melakukan upaya-upaya untuk memperkuat kebijakan dan langkah perlindungan konsumen. Salah satu di antaranya akan dilakukan dengan berkolaborasi bersama seluruh pemangku kepentingan" kata Mirza.

 

3 dari 3 halaman

Literasi Keuangan

Mirza juga menyoroti korelasi antara rendahnya literasi keuangan sebagai salah satu penyebab kasus-kasus penipuan di industri keuangan nasional. Menurut hasil survei OJK, tingkat indeks literasi keuangan pada tahun 2022 mencapai 49,5 persen, meningkat dari 38,03 persen di tahun 2019.

Akan tetapi, capaian ini masih memiliki gap yang cukup lebar jika dibandingkan dengan indeks inklusi keuangan di tahun 2022, yang telah mencapai 85,1 persen.

Rudiantara mengatakan IFSOC mengamini urgensi dari hal di atas dan mendukung rencana OJK. la mengajak seluruh pemangku kepentingan di sektor fintech nasional untuk terlibat aktif.

"Akan sangat bagus jika ada semacam universal fraudsters database di mana semua pelaku industri keuangan digital dapat saling melaporkan, menghimpun, dan membagikan data pelaku fraud," kata Rudiantara.

Rudiantara menegaskan, pencegahan fraud sudah sangat mendesak dan perlu segera ada kolaborasi intensif yang melibatkan semua pemangku kepentingan mulai dari regulator, pemerintah, serta pelaku industri jasa keuangan dan telekomunikasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini