Sukses

Soal Ekspor Pasir Laut, Pengamat: Itu Bisnis Jorok!

Kebijakan Presiden Jokowi yang memperbolehkan ekspor pasir laut ini mengundang banyak respon berbagai kalangan.

Liputan6.com, Jakarta Kebijakan Presiden Jokowi yang memperbolehkan ekspor pasir laut ini mengundang banyak respon berbagai kalangan. Bagaimana tidak, kebijakan ekspor pasir laut ini dianggap sebagai sumber perusakan lingkungan laut dan sebelumnya dilarang sejak 2003.

Menanggapi hal ini, Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan, Presiden Jokowi dianggap tidak konsisten dengan misinya dalam meningkatkan nilai tambah industri di Indonesia.

"Presiden Jokowi katanya mau meningkatkan nilai tambah hasil tambang kita. Batu bara dihilirisasi, nikel dihhilirisasi, sekarang malah pasir laut dijual. Ini kan kemunduran. Menjilat ludah sendiri," tegas Siswanto saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (31/5/2023).

Merusak Lingkungan

Siswanto menganggap, kebijakan membuka keran ekspor pasir laut ini hanya akan menguntungkan segelintir orang dan lebih banyak merusak lingkungan laut.

Dibuktikannya adalah wilayah laut yang ada di Kepulauan Riau. Sudah 20 tahun, menurut Siswanto, wilayah tersebut dikeruk untuk diambil pasir lautnya dan dikirim ke Singapura.

"Ini bisnis jorok, ngeruk pasir laut. Perairan di kepulauan Riau itu dikeruk 20 tahun sampai sekarang tidak pulih," tegasnya.

Potensi Pasar Ekspor Pasir Laut

Menurut Siswanto, Indonesia memang menjadi negara kepulauan dengan perairan dangkal. Ini yang menjadi sasaran para pengusaha dunia untuk berbisnis ekspor pasir laut.

"Singpaura ini sebenarnya pasar pasir laut sudah mulai jenuh. Saya prediksi peluang pasarnya lebih besar akan datang dari Timur Tengah," pungkas Siswanto.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jokowi Izinkan Ekspor Pasir Laut, Nelayan di Kepri Waswas Ikan dan Pulau-Pulau Kecil Akan Hilang

Dibukanya keran ekspor pasir laut oleh Presiden Joko Widodo setelah puluhan tahun dilarang membuat para nelayan dan warga yang ada di Kepulauan Riau was-was. Betapa tidak, pasir laut mereka sejak lama sudah dikeruk untuk dijadikan daratan di Singapura. Bagaimana nasib ekosistem laut dan pulau-pulau kecil jika pasir laut mereka terus dikeruk.

Pemerintah RI menghentikan larangan ekspor pasir laut pada 2003 namun kini kembali dibuka kembali melalui Peraturan Perintah (PP) No 36 2023, tentang Ekspor Pasir Laut.

Terkait hal itu, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kepulauan Riau menanggapi dingin. Di satu sisi HNSI menilai ekspor pasir laut menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun di sisi lain perlu ditimbang juga dampak kerusakan lingkungan dan hilangnya pulau-pulau kecil.

"Saya setuju (ekspor pasir laut) dengan syarat, jika cara penanganan dampak lingkungannya sesuai kemauan masyarakat nelayan dan sesuai kajian akademis," kata Eko Fitriandi, Wakil ketua HNSI Kepri kepada Liputan6.com, Senin (29/5/2023).

Eko mengatakan, sebelum pemerintah membolehkan lagi ekspor pasir laut, seharusnya perlu ada kajian ulang terhadap kebijakan tersebut. Terutama nasib nelayan dan pulau-pulau kecil. Ada sosialisasi dengan mengajak masyarakat, dan menampung aspirasi mereka.

Menurut Eko, jika lokasi pasir laut yang diambil bukan zona penangkapan ikan, mungkin akan minim masalah yang timbul. Namun jika kegiatan tersebut bersinggungan dengan zona tangkap nelayan, maka zona tersebut akan rusak yang mengakibatkan ikan yang biasanya ada di situ akan pergi. Sehingga nelayan akan kesulitan mencari ikan.

3 dari 3 halaman

Nelayan Keberatan

Sementara itu, Kelompok Nelayan Laut Biru, komunitas nelayan di Batam, turut angkat bicara dan merasa keberatan atas keluarnya PP tersebut.

"Jika peraturan tersebut berdampak terhadap ekosistem laut dan merusak lingkungan, kami merasa keberatan," kata Idris Ketua kelompok Nelayan Laut Biru, ke Kepri, Saat pelepasan Ribuan Ikan Nemo, di Pantai Sekilak, Kampung Melayu Batu Besar.

Namun demikian, pengambilan pasir laut secara berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat setempat. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan dalam kegiatan ekspor pasir laut di Provinsi Kepulauan Riau.

Salah satu solusi untuk mengurangi dampak negatif ekspor pasir laut adalah dengan melakukan pengolahan dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dalam proses ekspor dan pengambilan pasir laut.

Selain itu, dapat dilakukan juga upaya pengembangan alternatif ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat sehingga tidak tergantung pada ekspor pasir laut saja.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.