Sukses

ASEAN Butuh Investasi USD 27 Miliar per Tahun untuk Energi Baru Terbarukan

Sri Mulyani menjelaskan, di Indonesia sendiri, proporsi batu bara pada tahun 2022 hampir 32 persen dari total pembangkit listrik negara ASEAN.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan tantangan yang dihadapi negara ASEAN, terutama Indonesia dalam melakukan transisi ke energi terbarukan dengan pensiun dini pada batu bara.

"Tantangannya lebih besar lagi karena kita termasuk produsen batu bara terbesar dan pembangkit listrik batu bara kita sebenarnya meningkat lebih dari 60 persen dari total bauran energi di Indonesia," ujar Sri Mulyani dalam acara Southeast Asia Development Symposium (SEADS) 2023: Imaging a Net Zero ASEAN, Kamis (30/3/2023).

"Jadi untuk kita dapat mencapai target (iklim) pada tahun 2060 atau lebih awal, tidak mungkin tanpa mengatasi masalah pembangkit listrik tenaga batu bara ini," lanjutnya.

Sri Mulyani menyebut, negara-negara ASEAN masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk pembangunan ekonomi dan industri.

Bahan bakar fosil dalam hal ini menyumbang lebih dari 75 persen bauran energi pada tahun 2019. Sedangkan energi terbarukan hanya menyumbang 14 persen. 

"ASEAN (mentargetkan peningkatan) kontribusi energi terbarukan hingga 23 persen pada tahun 2025. Indonesia juga memiliki ambisi yang sama," ungkap Menkeu.

Selain itu, untuk mencapai 23 persen bauran energi terbarukan ini, Sri Mulyani mengatakan, ASEAN perlu berinvestasi sebesar USD 27 miliar dalam energi terbarukan setiap tahun. 

"Namun dari 2016 hingga 2021, kami hanya menarik USD 8 miliar per tahun untuk energi terbarukan. Jadi kurang dari sepertiga," jelasnya.

Proporsi Batu Bara di Indonesia

Di Indonesia sendiri, proporsi batu bara pada tahun 2022 hampir 32 persen dari total pembangkit listrik negara ASEAN.

"Jadi sangat penting bagi ASEAN untuk menangani, di satu sisi, ada kebutuhan akan keamanan energi dengan keterjangkauan dan keberlanjutan," kata Menkeu.

"Ketika kita berbicara tentang keterjangkauan, yang akan diukur harga energi terjangkau untuk masyarakat, industri, ekonomi, anggaran pemerintah, dan dalam hal dukungan, termasuk subsidi," tambahnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan Selesai September 2023

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) selesai September 2023. Hal ini diungkap oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana.

Dadan bercerita, pemerintah memiliki komitmen kuat untuk menerapkan dan mengembangkan energi baru dan energi terbarukan. Oleh karena itu dibutuhkan regulasi untuk mengakselerasi hal tersebut.  

"Semua komitmen saya kira sudah sangat lengkap dari sisi pemerintah. Dari sisi regulasi kami sekarang sedang menyelesaikan untuk UU EBET. Kita terus melakukan pembahasan-pembahasan dengan target kira-kira sekitar September, targetnya sekitar September Undang-Undang ini bisa diselesaikan," katanya.

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Terdapat 574 DIM dan yang sudah dibahas mencapai 160 DIM.

"Jadi mungkin sudah 15 persen berjalan dari segi pembahasan di Panja. Saya kebetulan jadi Ketua Panja mewakili pemerintah," katanya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan diperlukan untuk mendukung pembangunan green industry dan pertumbuhan ekonomi nasional.

 

3 dari 3 halaman

Kepastian Hukum

Terbitnya Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan diharapkan dapat memberikan kepastian dan landasan hukum bagi pengembangan Energi Baru dan Energi Terbarukan dan pelaksanaan program pendukungnya.

Lalu, mengoptimalkan sumber daya Energi Baru dan Energi Terbarukan, memperkuat kelembagaan dan tata kelola pengembangan Energi Baru dan Energi Terbarukan serta menciptakan iklim investasi yg kondusif bagi investor Energi Baru dan Energi Terbarukan.

RUU Energi Baru dan Terbarukan juga diharapkan mendorong tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dengan mempertimbangkan ketersediaan dalam negeri belum cukup tersedia dan menjaga Energi Baru dan Energi Terbarukan tetap kompetitif.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.