Sukses

Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto Tak Beri Ampun Mafia Tanah: Saya akan Gebuk

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto melakukan konferensi pers terkait mafia tanah di Palangkaraya, Kalimantan Tengah (Kalteng).

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto sangat serius membenahi sektor pertanahan di Indonesia. Ia memastikan akan memberantas pelanggaran di sektor pertanahan dan tidak akan memberi ampun mafia tanah.

"Perintah Presiden (Joko Widodo) tidak ada ampun, saya akan gebuk. Mari kita buktikan keseriusan dan konsistensi dalam memerangi dan memberantas mafia tanah," ujar Hadi Tjahjanto saat melakukan konferensi pers terkait mafia tanah di Palangkaraya, Kalimantan Tengah (Kalteng), dikutip dari Antara, (Jumat) 24/3/2023).

Didampingi Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni, bersama Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran, Kapolda Kalimantan Tengah Irjen Pol Nanang Avianto, dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalteng Pathor Rahman.

Hadi Tjahjanto menjelaskan, praktik mafia tanah di Palangkaraya melibatkan Madi Goening Sius dengan modus menyerobot tanah-tanah masyarakat dan tanah pemerintah daerah dengan modus operandi pemalsuan surat verklaring No. 23 Tahun 1960.

"Di tanah yang diserobot itu telah terbit 3.080 sertifikat tanah masyarakat dan 37 sertifikat di antaranya merupakan aset Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah," kata Hadi.

Mafia tanah yang meresahkan masyarakat tersebut telah menimbulkan kerugian masyarakat karena tersangka mengubah batas-batas bidang tanah menjadi tidak jelas.

Sinergi Selesaikan Masalah Mafia Tanah 

Hadi mendorong Kanwil BPN Kalimantan Tengah, Kejaksaan Tinggi, Kapolda, TNI dan Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah terus bersinergi untuk menyelesaikan permasalahan mafia tanah yang sudah sangat meresahkan.

"Alhamdulillah berkah Ramadhan, Satgas Mafia Tanah atas kolaborasi yang baik antara pemerintah daerah, Kapolda dan Kajati Kalteng, perkara tindak pidana pemalsuan Surat Verklaring yang dilakukan oleh tersangka kini telah ditetapkan statusnya menjadi P.21 (berkas dinyatakan lengkap)," ujar Menteri ATR/BPN.

Melalui ketetapan status P.21 ini, Hadi mengungkapkan, perkara yang dimaksud akan segera berproses di pengadilan untuk mengadili Madi Goening Sius.

Hadi juga mengajak masyarakat untuk menutup ruang gerak mafia tanah dengan memelihara tanda batas dan memanfaatkan tanah sesuai dengan peruntukannya. Dengan peran masyarakat ini, mafia tanah bisa diberantas sampai akarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Peradilan Mafia Tanah Jadi Pintu Masuk Mengurai Sengketa Lahan di Palangka Raya

Berkas perkara dan tersangka mafia tanah yang telah lama disidik Polda Kalimantan Tengah telah dilimpahkan ke kejaksaan. Peradilan kasus ini diharap bisa menjadi titik awal mengurai sengkarut permasalahan tanah di Kota Palangka Raya.

Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah Pathor Rahman mengatakan, penyidik telah berhasil mengumpulkan bukti yang cukup untuk menyeret tersangka MGS (69) ke meja hijau. Berkas perkara dinyatakan lengkap pada Jumat (17/3/2023) pekan lalu.

“Berkas telah lengkap secara formil dan materil dan kita apresiasi kerja Ditreskrimum Polda Kalteng,” kata Pathor Rahman di Palangka Raya, Senin (20/3/2023).

Selama ini, MGS diduga menjalankan bisnis mafia tanah dengan berbagai cara. Salah satu modusnya dengan membuat surat verklaring (surat penguasaan tanah warisan kolonial) yang diduga palsu.

Dengan verklaring tersebut MGS kemudian menguasai lahan seluas 810 hektare, di mana 230 hektare diantaranya merupakan tanah bersertifikat. Guna mendukung penguasaan lahan di lapangan, ia diduga menggunakan berbagai cara termasuk ancaman kekerasan.

Hasil pendalaman yang dilakukan polisi, MGS dalam kasus tersebut setidaknya telah berhasil meraup untung sekitar Rp 2 miliar. Uang itu berasal dari penjualan tanah yang telah berhasil dikuasainya.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Tengah, Kombes Pol Faisal F Napitupulu mengatakan, salah satu bukti yang berhasil didapat yakni verklaring nomor 23 tahun 1960 atas nama Goening Sius. Surat tersebut diduga dibuat sendiri oleh tersangka guna mendukung aksinya. 

3 dari 3 halaman

Urai Sengkarut Sengketa Tanah

Aksi saling klaim, gugat-menggugat, laporan polisi hingga keterlibatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) telah mewarnai sengkarut tanah di Palangka Raya. Banyak dari kasus tersebut berawal dari klaim-klaim dengan menggunakan surat-surat palsu.

Menurut Ketua Satgas Anti Mafia Tanah, Men Gumpul, kasus ini bisa menjadi titik awal mengurai sengkarut permasalahan tanah selama ini. Apalagi di Palangka Raya masih ada 9 verklaring yang diduga kuat palsu dan digunakan mengambil hak orang lain.

Untuk itu, kepolisian dan kejaksaan didorong untuk bisa mengembangkan kasus ini lebih dalam dan menyeret mafia-mafia tanah lain. Kemudian juga menyeret otak, pemodal serta oknum aparat dan pihak-pihak yang mungkin terlibat.

“Kita apresiasi upaya Polda Kalteng yang mau mengungkap kasus mafia tanah yang sudah sekian lama dan baru mulai terurai ini,” ujar Men Gumpul, Selasa (21/3/2023).

Men Gumpul merupakan kuasa pelapor dugaan penggunaan surat palsu untuk menguasai tanah dengan tersangka MGS. Ia mengatakan, dalam  kasus tersebut, MGS bukanlah satu-satunya pelaku.

MGS sepertinya tak ingin diseret sendiri ke peradilan dan menyatakan akan mengungkap semua pihak-pihak yang ikut terlibat dalam aksi tersebut. “Akan saya ungkap semua,” tegasnya.

Sebelum MGS, Pengadilan Negeri Palangka Raya sebelumnya pernah menyidangkan Alpian Angai Salman. Ia didakwa karena menggunakan surat keterangan tanah adat palsu untuk menguasai tanah seluas 7.875.000 meter persegi. Modusnya hampir sama, berbekal surat palsu kemudian berupaya melakukan penguasaan fisik tanah.

Atas perbuatannya yang telah merugikan banyak orang dan memunculkan sengketa, Alpian kemudian dituntut 3 tahun 6 bulan penjara oleh jaksa. Hakim yang menyidangkan kasus tersebut kemudian menjatuhkan hukuman persis sama dengan tuntutan.

Meski Alpian telah divonis bersalah tapi masalah yang ia munculkan tidak berakhir. Belakangan ada dua kelompok warga yang bersengketa yaitu warga yang telah membeli tanah dari Alpian serta orang yang mengalami kerugian karena tanahnya dikuasai.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.