Sukses

Ekonomi Dunia Masih Suram, Tapi Indonesia Mampu Bertahan

Namun Menko Airlangga yakin beberapa negara akan mengalami perbaikan ekonomi, terutama China dan Indonesia juga masih diproyeksikan bakal positif di tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta Banyak lembaga penelitian dan keuangan baik nasional maupun internasional memprediksikan ekonomi dunia bakal tertekan di 2023. Hal yang sama juga diungkapkan oleh  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Namun Menko Airlangga yakin beberapa negara akan mengalami perbaikan ekonomi, terutama China dan Indonesia juga masih diproyeksikan bakal positif di tahun ini.

"Kalau dilihat dari beberapa negara yang memiliki ketahanan tinggi yaitu negara yang ketergantungan dengan ekspornya relatif rendah atau kontribusi eskpornya kurang dari 50 persen, itu antara lain, Jepang 47 persen, Indonesia 45 persen, Brazil 40 persen China 39 persen dan Amerika Serikat 28 persen," ujar Airlangga Hartarto, dalam acara konferensi pers, di Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (11/1/2023).

Sejumlah negara ini memiliki pasar domestik yang sangat kuat dan di samping itu juga beberapa dengan potensi 50 hingga 75 persen seperti Afrika Selatan, Inggris dan India.

"Oleh karena itu kita juga melihat potensi ke depan, nilai-nilai komoditas ke depan relatif pada tren menurun, di mana gas alam, prospek tahun 2023 adalah USD 4 per mmbtu, minyak brent sekitar USD 80,44 mmbtu, batubara USD 305,15, nikel USD 31.431, CPO 4.135 Malaysia ringgit per ton, dan gandum USD 791 per dusel," terang dia.

Di sisi lain, beberapa negara yang manufakturnya ekspansif yaitu Jepang, Prancis, Meksiko, Indonesia, Brazil, India dan Arab Saudi. Tetapi hampir beberapa negara besar seperti Italia, Jerman, Korea semuanya memiliki PMI di bawah 50 persen.

"Sehingga ini menunjukkan bahwa dunia masih ketidakpastian, dan kita juga melihat bahwa pertumbuhan ekonomi , pertumbuhan perdagangan yang tahun ini ekspansinya 3,5 persen tahun depan diperkirakan hanya satu persen," kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Alasan Bank Dunia Pangkas Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Jadi 1,7 Persen

Bank Dunia melaporkan pertumbuhan ekonomi global akan melambat tajam menjadi 1,7 persen pada 2023. Ini akan menjadi laju ekspansi terlemah ketiga dalam hampir tiga dekade dan 1,3 poin persentase lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.

Pelemahan ini terjadi karena pengetatan kebijakan moneter untuk mengatasi inflasi dan perang Rusia di Ukraina meredam prospek.

Dengan Amerika Serikat, kawasan Euro, dan China semuanya mengalami pelemahan, lembaga yang berbasis di Washington itu juga mengatakan guncangan negatif lebih lanjut, termasuk inflasi yang lebih tinggi, kenaikan suku bunga yang tiba-tiba untuk menahannya, dan kebangkitan kembali pandemi COVID-19, bisa mendorong ekonomi global ke dalam resesi.

"Pertumbuhan global telah melambat sejauh ekonomi global hampir jatuh ke dalam resesi - yang didefinisikan sebagai kontraksi dalam pendapatan per kapita global tahunan - hanya tiga tahun setelah keluar dari resesi yang disebabkan pandemi pada 2020," kata laporan setengah tahunan Prospek Ekonomi Global Bank Dunia seperti dikutip dari Antara, Rabu (11/1/2023).

Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan pulih menjadi 2,7 persen pada 2024, turun 0,3 poin dari proyeksi Juni.

Penurunan tajam dalam pertumbuhan kemungkinan akan meluas, dengan proyeksi pertumbuhan diturunkan untuk hampir semua negara maju dan sekitar dua pertiga dari emerging markets dan ekonomi berkembang pada 2023, dan sekitar setengah dari semua negara pada 2024.

 

3 dari 3 halaman

Ekonomi AS

Pertumbuhan di Amerika Serikat diperkirakan melambat menjadi 0,5 persen tahun ini, 1,9 poin di bawah proyeksi sebelumnya, karena ekonomi terbesar di dunia itu mengalami pengetatan kebijakan moneter paling cepat dalam lebih dari 40 tahun untuk meredam kenaikan harga makanan dan energi, kata Bank Dunia.

Dengan inflasi yang diperkirakan akan moderat tahun ini karena pasar tenaga kerja melemah dan tekanan upah menurun, ekonomi AS kemungkinan akan tumbuh 1,6 persen tahun depan, direvisi turun sebesar 0,4 poin.

Di China, aktivitas ekonomi memburuk pada 2022, dengan konsumsi dibatasi oleh pembatasan di bawah kebijakan "nol-COVID" dan kekeringan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pertumbuhan diperkirakan akan meningkat menjadi 4,3 persen tahun ini karena pencabutan pembatasan pandemi melepaskan pengeluaran yang terpendam, turun 0,9 poin dari perkiraan Juni.

Untuk Jepang, pertumbuhan diantisipasi melambat menjadi 1,0 persen tahun ini, penurunan 0,3 poin dari Juni, setelah pertumbuhan 1,2 persen pada 2022, kata Bank Dunia, mencatat bahwa laju lamban akan terlihat "bersamaan dengan perlambatan ekonomi maju lainnya."

Negara Asia yang miskin sumber daya itu menghadapi tantangan karena harga energi yang tinggi mengikis daya beli rumah tangga dan mengurangi konsumsi, tambahnya. Produk domestik bruto riil Jepang diperkirakan akan tumbuh 0,7 persen pada 2024, 0,1 poin lebih tinggi dari yang diperkirakan pada Juni.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.