Sukses

Masuk Kejahatan Luar Biasa, Nominal Green Financial Crime Tembus Rp 4,85 T

PPATK fokus terhadap penanganan Green Financial Crime (GFC). Menurutnya, GFC ini merupakan kejahatan luar biasa, dimana sumber daya alam dirusak secara ilegal.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, menyampaikan saat ini pihaknya fokus terhadap penanganan Green Financial Crime (GFC). Menurutnya, GFC ini merupakan kejahatan luar biasa, dimana sumber daya alam dirusak secara ilegal.

"Ini kejahatan yang luar biasa, kita pahami bagaimana Sumber Daya Alam dirusak secara ilegal dan hasilnya itu dipakai untuk menguntungkan beberapa pihak. Justru tidak dalam konteks kesejahteraan masyarakat," kata Ivan dalam Kegiatan Refleksi akhir tahun PPATK, Rabu (28/12/2022).

Pada tahun 2022, PPATK telah menghasilkan total 31 Hasil Analisis (HA) dan 1 Hasil Pemeriksaan (HP) terkait dengan GFC, dengan rincian 6 HA di Bidang Lingkungan Hidup, 7 HA terkait Tindak Pidana di Bidang Pertambangan, 4 HA dan 1 HP terkait Tindak Pidana Kehutanan, 3 HA terkait Tindak Pidana di Bidang Perkebunan, 10 HA terkait Perdagangan Satwa Liar, dan 1 HA terkait Tindak Pidana Kelautan dan Perikanan.

"Nilainya ini juga luar biasa besar, itu nilainya secara keseluruhan Rp 4,85 triliun. Jadi, hampir Rp 5 triliun angka yang dilakukan PPATK analisis dalam konteks Green Financial Crime (GFC)," ujarnya.

Adapun Green Financial Crimes (GFC) atau kejahatan lingkungan hidup merupakan rahasia umum yang sampai saat ini masih terus terjadi. Berjuta potensi alam baik hutan, satwa, laut, dan mineral alam telah terjarah secara ilegal.

Tak sedikit kerugian yang ditimbulkan mencapai triliunan rupiah, bahkan hingga berdampak pada kerusakan alam akibat penjarahan yang dilakukan membabi buta. Tak sedikit para pelakunya berusaha melakukan secara diam-diam agar tak mudah dideteksi oleh aparat penegak hukum, ataupun malah bekerja sama dengan oknum tersebut.

Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena tujuan dari penjarahan alam ini hanya untuk kepentingan pribadi semata. Oleh sebab itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) hadir untuk mencegah GFC, mengingat terdapat upaya para pelaku untuk menyembunyikan harta hasil kejahatannya dan ini merupakan bentuk Pencucian Uang.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pencucian Uang

Aktivitas pencucian uang dari kejahatan lingkungan yang bernilai sangat besar telah menjadi perhatian pemerintah Indonesia dan dunia internasional, karena merusak tatanan dunia dan mengancam keberlangsungan lingkungan.

Presiden Joko Widodo yang memberikan perhatian khusus terhadap green economy yang sejalan dengan perhatian global. Peran PPATK adalah berupaya memastikan bahwa integritas sistem keuangan Indonesia tidak dikotori oleh aliran uang hasil tindak pidana yang berasal dari lingkungan hidup.

Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) menyebut, kejahatan lingkungan mencakup berbagai kegiatan mulai dari eksploitasi sumber daya alam, perdagangan sumber mineral, kehutanan hingga perdagangan limbah secara ilegal.

Berdasarkan hasil riset FATF yang dirilis Juli 2021, dari data INTERPOL dan Norwegian Center for Global Analysis (RHIPTO), nilai kejahatan lingkungan mencapai USD 110 miliar - USD 281 miliar atau Rp 1.540 triliun setiap tahun keuntungan yang diperoleh para pelaku kejahatan lingkungan.

3 dari 4 halaman

PPATK Ciduk Investasi Ilegal Lewat Robot Trading Rp 35 Triliun

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, mengatakan selama periode Januari hingga 1 Desember 2022, total transaksi terkait investasi ilegal mencapai Rp 35 triliun.

"PPATK di tahun 2022 ini melakukan analisis dna pemeriksaan terkait robot trading, itu mengemuka di tahun 2022 karena isu crazy rich dan tindak pidana lain yang dilakukan penyidik di luar sana," kata Ivan dalam kegiatan refleksi akhir tahunan PPATK, Rabu (28/12/2022).

Pola Transaksi terkait Investasi Ilegal antara lain menggunakan voucher yang diterbitkan oleh perusahaan exchanger dengan nominal milyaran rupiah, mentransfer dana ke perusahaan penjual robot trading (U-Turn), menyamarkan dana yang berasal investasi ilegal melalui sponsorship ke klub sepak bola, menggunakan aset kripto sebagai sarana pembayaran fee kepada afiliator.

Kemudian, modus lainnya yaitu menghimpun dana dari investor dengan menggunakan modus seolah-olah investor turut serta dalam penyertaan modal usaha; pelaku menggunakan perusahaan penyelenggara transfer dana atau perusahaan payment gateway, baik berizin maupun tidak berizin dalam rangka memutus jejak transaksi.

Modus selanjutnya, biasanya pelaku menggunakan rekening yang diatasnamakan nominee untuk menampung dana yang berasa dari member atau investor investasi ilegal dengan nominal triliunan rupiah. Pelaku biasanya juga memberikan iming-iming berupa mobil mewah, jam tangan mewah dan tiket tour luar negeri dalam rangka menarik minat calon investor.

Tak hanya itu saja modusnya, pelaku biasa menggunakan perusahaan yang statusnya legal secara hukum namun digunakan untuk kepentingan pihak afiliator, dan pelaku menggunakan nominee atas nama adik pelaku pada wallet exchanger dalam rangka untuk menyamarkan pembelian aset kripto di exchanger.

"Jadi, banyak sekali modusnya. Tapi yang paling mengemuka sekarang itu termasuk penggunaan instrumen kripto terkait kepentingan ini," ujarnya.

4 dari 4 halaman

Hasil Analisis

Disamping itu, PPATK juga telah menyampaikan 68 hasil analisis kepada penyidik atau instansi terkait, sehubungan dengan dugaan tindak pidana perjudian online dan/atau TPPU yang berkaitan dengan tindak pidana tersebut. Nominalnya mencapai Rp 81 triliun.

"Hal yang menarik di tahun 2022 ini terkait dengan, walaupun sebenarnya telah terjadi jauh sebelum tahun 2022, tapi berkembang khususnya di semester terakhir, terkait judi online," ujarnya.

Ivan pun merinci terdapat hasil Analisis (Proaktif) sebanyak 25, Hasil Analisis (Reaktif) sebanyak 42, dan Informasi sebanyak 1 laporan.

Berdasarkan rekening-rekening yang dianalisis oleh PPATK, perputaran uang pada rekening-rekening para pelaku judi online mencapai sedikitnya Rp 57 Triliun pada tahun 2021 dan meningkat menjadi Rp 81 Triliun pada tahun 2022 (Januari – November 2022). 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.