Sukses

UMP Jakarta 2023 Bikin Miskin, Buruh Demo Besar-Besaran Mulai 1 Desember 2022

Buruh sudah menanggung beban kenaikan harga BBM. Pasca terpuruk karena daya beli turun 30 persen, ditambah dengan kenaikan UMP 2023 tidak bisa sekedar untuk menyesuaikan kenaikan harga barang.

Liputan6.com, Jakarta - Serikat buruh menolak keputusan Pj Gubernur DKI Jakarta yang menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI 2023 sebesar 5,6 persen. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebutkan, ada beberapa alasan mengapa para buruh menolak kenaikan UMP DKI. 

Menurut Said Iqbal, kenaikan 5,6 persen atau sebesar Rp 259,944 akan membuat buruh semakin miskin. Apalagi, di masa pandemi tidak ada kenaikan upah dan kenaikan harga-harga barang akibat kenaikan BBM, menyebabkan daya beli buruh turun 30 persen. 

Dengan kenaikan, 5,6 persen membuat daya beli buruh dan masyarakat kecil semakin terpuruk.

“Kenaikan 5,6 persen di bawah nilai inflansi tahun 2022. Karena kenaikan UMP tersebut menggunakan inflansi Year to Year, bulan September 2021-September 2022. Sehingga hal itu tidak bisa mendeteksi kenaikan harga BBM yang yang diputuskan bulan Oktober,” ujar Said Iqbal, Rabu (30/11/2022).

Buruh disebutnya sudah menanggung beban kenaikan harga BBM. Pasca terpuruk karena daya beli turun 30 persen, ditambah dengan kenaikan UMP 2023 tidak bisa sekedar untuk menyesuaikan kenaikan harga barang. 

"Tidak punya hati pada buruh. Tidak punya rasa empati pada buruh. Kami mengecam keras kebijakan Pj Gubernur DKI," kecam Said Iqbal.

Alasan lain, kenaikan UMP DKI lebih kecil jika dibandingkan dengan daerah sekitar. Ia mencontohkan Kabupaten Bogor, yang bupatinya sudah merekomendasikan kenaikan upah sebesar 10 persen, termasuk Subang, Majalengka, dan Cirebon. 

“DKI itu ibu kota negara. Bagaimana mungkin naik upah hanya 5,6 persen, lebih rendah dari inflansi tahun berjalan, dan hanya setengah dari dari kenaikan upah Bogor yang direkomendasikan 10 persen,” singgungnya.

"Terkait dengan hal itu, organisasi serikat buruh akan melakukan aksi besar-besaran di berbagai daerah, terhitung mulai tanggal 1-7 Desember 2022," tandas Said Iqbal.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Awas, UMP 2023 Bisa Picu Gelombang PHK

Kelompok pengusaha menyatakan keberatannya soal penetapan upah minimum provinsi atau UMP 2023 yang mengacu pada Permenaker 18/2022. Bahkan, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dinilai jadi imbas penetapan UMP yang terlalu tinggi.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang mengungkap ada peluang terjadinya gelombang PHK tersebut. Maka, Sarman menyebut kalau kenaikan upah seharusnya sesuai dengan kemampuan pengusaha sebagai pemberi upah.

"Pertama, pengusaha yang rencananya tahun depan mau merekrut karyawan baru itu bisa tertunda atau bisa dihilangkan nah itu kan kesempatan bagi pengangguran pengangguran kan jadi ruang kerjanya jadi berkurang. Itu satu," kata dia saat ditemui di Menara Kadin Indonesia, Selasa (29/11/2022).

"Yang kedua, bisa saja akan melakukan rasionalisasi yaitu pengurangan karyawan atau bahkan PHK dalam hal ini," sambungnya.

Selain itu, ada dampak lainnya yang bisa terimbas dari kenaikan UMP 2023 saat ini. Sebagai contoh, kenaikan upah DKI Jakarta yang menyentuh 5,6 persen. Sementara, Kadin DKI Jakarta meminta kenaikan upah sebesar 5,11 persen.

Tapi, dari situ, Sarman memandang dampak-dampak lainnya tak dipungkiri bakal dirasakan. Salah satunya soal kemungkinan relokasi pabrik dari besaran UMP yang tinggi ke lokasi yang lebih rendah upahnya.

"Yang ketiga, pemindahan pabrik bisa terjadi itu mencari UMP yang lebih rendah. Katakanlah di Jawa Barat saja jomplang itu antara bekasi tangerang garut misalnya itu jauh umpnya itu juga sesuatu yang kita khawatirkan dalam hal ini," ujarnya.

"Jadi kita sangat berharap supaya angka dari pada kenaikan UMP ini betul betul memang sesuai dengan kemampuan dunia usaha," tambah dia.

3 dari 4 halaman

Digugat Pengusaha

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bersama 9 asosiasi pengusaha lainnya resmi menggugat aturan tentang upah minimum 2023 ke Mahkamah Agung. Aturan itu adalah Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang penetapan upah minimum 2023.

Langkah ini diungkap Kuasa Hukum Apindo, Denny Indrayana dari Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm. Gugatan pembatalan Permenaker 18/2022 dilakukan pada Senin, 28 November 2022.

"Permohonan keberatan tersebut telah dibayarkan biaya perkaranya, dan tinggal menunggu proses administrasi di Mahkamah Agung, sebelum disidangkan," ujar Denny dalam keterangannya, Senin (28/11/2022).

Denny menuturkan, pihaknya ditunjuk menjadi kuasa hukum dari 10 asosiasi pengusaha. Yakni, Apindo, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), dan Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI).

Kemudian, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Perhimpuman Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Himpunan Penyewa dan Peritel Indonesia (HIPPINDO), Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), serta Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).

4 dari 4 halaman

Aturan Yang Disebut Melanggar

Dalam permohonan uji materinya, yang setebal 42 halaman, disertai 82 alat bukti, Denny menguraikan secara rinci dalil-dalil uji materiil dan formil mengapa Permenaker 18 Tahun 2022 harus dibatalkan oleh MA. Ada enam peraturan perundangan termasuk Putusan Mahkamah Konstitusi yang dilanggar oleh Permenaker 18 Tahun 2022.

Yakni, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan ("PP Pengupahan"), Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang Undang-Undang Cipta Kerja.

Lalu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, serta Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2022.

"Pada intinya, INTEGRITY menegaskan bahwa Permenaker 18 Tahun 2022 menambah dan mengubah norma yang telah jelas mengatur soal upah minimum di dalam PP Pengupahan, sehingga Permenaker tersebut nyata-nyata bertentangan dengan peraturan-peraturan yang lebih tinggi," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.