Sukses

Pertamina Pengen Beli Minyak Rusia karena Murah, Tapi Terganjal Risiko Politik

Indonesia memang beberapa kali dikabarkan berminat untuk membeli minyak dari Rusia. Namun, berbagai pengkajian masih terus dilakukan.

Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) tengah mempertimbangkan pembelian minyak mentah dari Rusia. Salah satu aspek yang tengah dipertimbangkan adalah risiko politik yang bisa datang dari pembelian ini.

Untuk diketahui, minyak hasil produksi Rusia ini tengah diembargo oleh negara Eropa. Maka, Rusia berusaha menjual minyak mentah ke negara lain dengan harga lebih murah. Sejauh ini baru ada 2 negara yang sepakat membeli minyak Rusia yaitu China dan India.

Indonesia memang beberapa kali dikabarkan berminat untuk membeli minyak dari Rusia. Namun, berbagai pengkajian masih terus dilakukan.

Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Taufik Aditiyawarman menilai, pengkajian dilakukan dengan pertimbangan banyak hal. Mulai dari unsur politik, ekonomi, hingga perhitungan bisnis perusahaan.

"Belum ada konfirmasi itu, kita lagi kaji. Karena harus ada political risk, economic risk, under risk company. Kita masih punya global bond untuk pertamina grup, jadi pertimbangan. Tapi kita intens," kata Taufik saat ditemui di BNDCC, Nusa Dua Bali, Kamis (24/11/2022).

Kendati demikian, Taufik belum mengungkap lebih lanjut mengenai rencana tersebut. Baik dari sisi harga, dan besaran yang dibutuhkan. Mengingat juga, dalam pembelian minyak, perlu ada uji coba yang dilakukan di kilang Pertamina.

"Kalau minyak tuh kalau impor, rata-rata kita harus trial dulu di kilang. Kalau produknya sudah pernah, cocok di kilang, harganya berapa, sehingga ada harga ekonomisnya. Ada 1-2 produk yang sesuai dan tidak sesuai," ungkapnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jokowi Pertimbangkan Beli Minyak Rusia

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan jika Indonesia melihat semua opsi terkait kemungkinan untuk bergabung dengan ekonomi Asia lainnya termasuk India dan China untuk membeli minyak Rusia demi mengimbangi melonjaknya biaya energi.

Indonesia belum mengimpor minyak dalam jumlah besar dari Rusia selama bertahun-tahun, tetapi pemerintah Jokowi berada di bawah tekanan yang meningkat untuk mengekang kenaikan biaya setelah dipaksa untuk menaikkan beberapa harga bahan bakar hingga 30 persen bulan ini.

Setiap langkah untuk membeli minyak Rusia dengan harga di atas batas yang ditetapkan oleh negara-negara G7 dapat membuat Indonesia rentan terhadap sanksi AS karena bersiap untuk menjadi tuan rumah KTT G20 di Bali pada bulan November. Jokowi telah mengundang para pemimpin dunia termasuk Vladimir Putin dari Rusia dan Volodymyr Zelenskyy dari Ukraina ke pertemuan tersebut.

“Kami selalu memantau semua opsi. Jika ada negara [dan] mereka memberikan harga yang lebih baik, tentu saja,” kata Widodo dalam wawancara dengan Financial Times menanggapi pertanyaan apakah Indonesia akan membeli minyak Rusia, Senin (12/9/2022).

“Ada kewajiban bagi pemerintah untuk mencari berbagai sumber untuk memenuhi kebutuhan energi rakyatnya. Kami ingin mencari solusi,” tambah dia.

Komentar Jokowi menggarisbawahi kesulitan bagi banyak negara ketika mereka mencoba menavigasi geopolitik dan krisis energi yang melanda rumah tangga dan bisnis di seluruh dunia.

Indonesia, ekonomi terbesar di Asia Tenggara, telah lama mengikuti kebijakan non-alignment dengan negara adidaya.

 

3 dari 3 halaman

Kata Pengamat

Pengamat memiliki pandangan sendiri tentang ini. “Akan menjadi hubungan masyarakat yang buruk sebenarnya jika pemerintah melakukannya [membeli minyak Rusia] karena Indonesia adalah negara non-blok dan bahkan pendiri gerakan bangsa non-blok,” kata David Sumual, kepala ekonom Bank Central Asia.

Dilaporkan FT jika Moskow telah menawarkan untuk menjual minyak ke Indonesia dengan harga 30 persen lebih rendah dari harga pasar internasional. Pertamina, sempat mengatakan pada Agustus bahwa pihaknya sedang mengkaji risiko membeli minyak Rusia.

Tetapi AS kemudian pada pekan lalu diketahui mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada pembeli minyak Rusia yang tidak mematuhi batas harga yang direncanakan dan yang menggunakan layanan barat dalam transaksi, meningkatkan potensi risiko bagi negara-negara yang berurusan dengan Moskow.

Keputusan Indonesia untuk mengurangi subsidi energi bulan ini didorong oleh kenaikan biaya subsidi bahan bakar tiga kali lipat dari anggaran semula, menjadi Rp 502,4 triliun.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.