Sukses

Aman, Sri Mulyani Ramal Pertumbuhan Ekonomi RI 2023 Masih di Atas 5 Persen

Menkeu Sebut Indonesia Harus Waspada Gejolak Global, Walaupun Prediksi Pertumbuhan Masih Di atas 5 Persen. Dana Moneter Internasional atau IMF dalam World Outlook Ekonomi Global merevisi pertumbuhan ekonomi semakin ke bawah di semua negara.

Liputan6.com, Jakarta Dana Moneter Internasional atau IMF dalam World Outlook Ekonomi Global merevisi pertumbuhan ekonomi semakin ke bawah di semua negara.

Salah satunya adalah Amerika Serikat yang dikoreksi sangat tajam pada tahun 2022 dan tahun 2023. Sementara untuk Eropa tahun 2022 masih 3,1 persen namun akan terus menurun proyeksinya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan proyeksi yang direvisi tersebut tentu besar kemungkinan akan terjadi resesi di negara tersebut.

"Sekarang kata-kata resesi bukannya tidak mungkin di Amerika Serikat dan Eropa. Kenaikan harga yang sangat tinggi dan kemudian memaksa bank sentral ECB menaikan suku bunga secara agresif juga bahak diperkirakan tahun 2022 hingga 2023 kemungkin terjadi resesi" ujar Sri Mulyani, dalam Webinar, Jakarta, Rabu (19/10).

Negara yang diambang resesi selanjutnya yakni Tiongkok, kepemimpinan nasionanya sudah mengalami pelemhanan ekonomi baik karena lockdown maupun karena kondisi dunia serta sektor properti yang telah menimbulkan dampak yang luar biasa.

"Angka kuartal ketiga belum keluar, namun diperkirakan cukup tajam melemah," terang dia.

Indonesia menurutnya perlu mewaspadai gejolak tersebut, walaupun tahun 2022 hingga 2023 masih diprediksikan tumbuh di atas 5 persen. Namun faktor eksternal menjadi sangat dominan dan ini mempengaruhi bagaimana kinerja ekonomi Indonesia.

"Penurunan proyeksi terjadi semua di semua negara, baik negara maju maupun berkembang. Untuk Inggrisnya tadinya 2022 naik dengan terjadinya krisis APBN yang ada di Inggris kemungkinan akan mengalami revisi ke bawah karena guncangan yang terjadi karena APBN mereka yang tidak kredibel yang dipaksa kemudian harus berubah ini sangat-sangat besar," terang dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Negara Emerging

Sementara negara-negara emerging yang juga mengalami kondisi yang relatif tertekan meskipun di dalam situasi saat ini seperti India, Indonesia, Brazil meksiko relatif dalam situasi yang cukup baik, namun tidak berarti mereka tidak terpengaruhi oleh kondisi eksternal yang masih bergejolak.

Bendahara Negara ini menyebut salah satu penyebab bergejolaknya adalah harga komoditas yang memang cenderung tinggi tetapi tidak berarti selalu tinggi.

"Harga natural gas itu semenjak bulan April hingga sekarang itu gejolaknya bisa naik turun yang sangat tajam bisa di atas sebulan kemudian turun di level 5 kemudian naik lagi di level 9. Cold selama ini tetap bertahan di 400 namun saat ini relatif agak menurun sedikit dibawah 400, ini juga tertinggi dalam sejarah harga cold di dunia, apalagi menjelang winter's," kata dia.

Untuk brent sempat menurun kemudian mengalami kenaikan, karena opec memutuskan untuk mengurangi produksinya 2 juta perhari. "ini salah satunya topik yang juga dibahas di dalam g20 kemarin dampak dari keputusan OPEC akan semakin meningkatkan harga minyak dan memperburuk inflasi," terangnya.

Lebih lanjut, dia menekankan bahwa diprediksikan krisi pangan tahun depan mungkin akan jauh lebih berat yang dikarenakan oleh akses terhadap pupuk yang saat ini sangat terkendala dan akan mempengaruhi jumlah dari bahan pangan.

"Tidak hanya tahun ini, justru juga tahun depan dan ini perlu kita waspadai," tandasnya.

3 dari 4 halaman

Di Depan Pengusaha, Jokowi Curhat Inflasi RI Tembus 5,9 Persen Gara-Gara Harga BBM

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan pembukaan Trade Expo Indonesia ke-37 tahun 2022. Kepala negara menyinggung, inflasi Indonesia mengalami peningkatan akibat adanya penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM).

“Inflasi pada bulan Agustus masih bisa kita kendalikan di 4,6, Kuartal kedua 4,9 persen. Tapi karena kenaikan BBM kemarin, inflasi naik sedikit di angka 5,9 persen,” kata Jokowi dalam acara tersebut, seperti dikutip dari siaran daring, Rabu (19/10/2022).

Meski angkanya naik, Jokowi memastikan negara masih bisa mengendalikan hal itu. Dia pun memerintahkan untuk membandingkan Indonesia dengan negara lain. Sebab, Indonesia tercatat sebagai negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi paling tinggi di antara negara-negara G20.

“Kita patut bersyukur bahwa di tengah krisis di tengah resesi, Indonesia di kuartal kedua masih tumbuh 5,44 persen. Ini wajib kita syukuri. Kita termasuk negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi paling tinggi di antara negara G20 maupun negara lainnya,” bangga presiden.

Selain itu, Jokowi juga bersyukur atas dukungan semua pihak maka selama 29 bulan. Indonesia mencatatkan kita surplus neraca perdagangan. Bahkan pada tahun ini, sejak Januari sampai September, surplus neraca dagang Indonesia mencapai USD 39,8 miliar. 

“Ini jumlah tidak sedikit. Ini juga berkat kerja keras bapak ibu sekalian. Jadi kita semuanya harus tetap optimis,” Jokowi memungkasi.

4 dari 4 halaman

IMF Puji Ekonomi Indonesia, Pemerintah Jangan Jumawa

International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional menilai ekonomi Indonesia masih dalam keadaan cukup baik, di tengah ancaman resesi global.

Namun, Ekonom Indef Nailul Huda meminta kepada pemerintah agar tidak jumawa. Ia mengatakan, Pemerintah tetap harus waspada meskipun ekonomi Indonesia masih dalam kondisi yang cukup bagus.

“Tentu harus waspada, walaupun ya memang ekonomi kita masih cukup bagus karena ekonomi domestik kita masih cukup kuat,”kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Kamis (13/10/2022).

Ekonomi domestik yang masih bagus tersebut terlihat dari konsumsi rumah tangga, yang menjadi 50 persen lebih komponen pembentuk PDB masih positif. Oleh karena itu, dia menekankan jangan sampai mengganggu daya beli masyarakat, inflasi harus dikendalikan.

“Kalo konsumsi rumah tangga melemah ya kita bisa mengalami perlambatan ekonomi bahkan resesi,” ujarnya.

Lebih lanjut, Nailul Huda menyebut jika terjadi kondisi inflasi tinggi, rupiah melemah, dan sebagainya, maka yang harus bermain adalah instrumen fiskal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.