Sukses

Nilai Tukar Pound Sterling Terjun Bebas, Inggris Sudah Masuk Resesi?

Rencana pemotongan pajak di Inggris untuk mengurangi beban rumah tangga dibarengi dengan penurunan drastis nilai pound sterling. Inggris sudah masuk resesi?

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Inggris berencana untuk menjalankan kebijakan pemotongan pajak. Rencana pemotongan pajak di Inggris ini  diperkirakan mencapai  45 miliar pound sterling. Langkah ini dijalankan untuk mengurangi beban masyarakat karena adanya peningkatan pengeluaran besar-besaran akibat lonjakan biaya energi.

Tentu saja, rencana pemotongan pajak di Inggris ini membuat investor gelisah mengenai  ekonomi negara itu. Alasannya, pemotongan pajak ini akan membuat pemerintah mengambil mencari utang yang lebih besar untuk menutupi pengeluaran atau belanja negara.

Dampak dari rencana pemotongan pajak tersebut sudah terlihat. Nilai tukar  pound sterling  terhadap beberapa mata uang utama dunia  langsung menurun.

Dilansir dari CNBC International, Rabu (28/9/2022) nilai tukar pound sterling surut hampir 3,6 persen terhadap dolar AS pada perdagangan Jumat 23 September 2022, dan diperkirakan terus jatuh ketika pasar dibuka kembali. 

Pada Senin pagi 26 September 2022 waktu setempat di London, nilai tukar pound sterling turun mencapai level terendah  sepanjang masa di bawah USD 1,04.

Nilai pound sterling kemudian sedikit pulih pada Selasa pagi, diperdagangkan di sekitar USD 1,08, tetapi tetap berada di angka terendah dalam 37 tahun.

Tak hanya terhadap dolar AS, nilai tukar pound sterling terhadap euro juga anjlok.

Euro saat ini diperdagangkan sekitar £0,89 - naik dari £0,84 pada awal tahun, meskipun zona euro menghadapi tantangan signifikannya sendiri, mulai dari krisis energi hingga risiko resesi.

Selain penurunan drastis pound sterling, imbal hasil obligasi pemerintah Inggris juga meroket mengikuti anggaran pemerintah - yang berarti harga telah turun drastis (imbal hasil obligasi bergerak berbanding terbalik dengan harga).

Hasil yang melonjak dan pound sterling yang merosot telah menyebabkan beberapa pemberi pinjaman hipotek menghentikan pinjaman rumah baru dan menarik penawaran hipotek tertentu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bank of England Akan Naikkan Suku Bunga Lagi?

Pertanyaannya sekarang apakah Bank of England, yang telah menaikkan suku bunga dari 0,1 persen menjadi 2,25 persenselama sembilan bulan terakhir, akan melakukan kenaikan suku bunga lagi dan akankan dilakukan dengan angka yang tinggi.

Sejauh ini, bank sentral Inggris tersebut tidak menutup kemungkinan kenaikan suku bunga.

Pada Senin (26/9), Gubernur Bank of England Andrew Bailey mengatakan bahwa bank sentral “tidak ragu untuk mengubah suku bunga seperlunya.

Namun, dia mengatakan keputusan akan dibuat pada pertemuan yang dijadwalkan berikutnya pada bulan November, mengecilkan spekulasi kenaikan suku bunga darurat atau intervensi untuk menopang pound sterling.

Pasar swap berindeks Inggris sekarang menunjukkan peluang 80 persen untuk kenaikan suku bunga menjadi 3,5 persen pada 3 November, yang akan menjadi kenaikan 125 basis poin, dan ada peluang untuk kenaikan yang lebih tinggi menjadi 3,75 persen.

3 dari 3 halaman

Resesi Membayangi, IMF Kritik Rencana Inggris Pangkas Pajak

Dana Moneter Internasional (IMF) secara terbuka mengkritik rencana pemotongan pajak di Inggris, memperingatkan bahwa langkah tersebut dapat memperburuk krisis biaya hidup. Inggris kini tengah dibayangi resesi.

Dilansir dari laman BBC, Rabu (28/9/2022) Kanselir Kwasi Kwarteng beberapa waktu lalu mengungkapkan pengusulan pemotongan pajak terbesar dalam 50 tahun, saat ia memuji "era baru" bagi ekonomi Inggris.

Dalam pemotongan itu, pajak penghasilan dan bea materai atas pembelian rumah akan dipotong.

Tetapi Partai Buruh Inggris mengatakan pemotongan pajak itu tidak akan menyelesaikan krisis biaya hidup dan menyebutnya sebagai rencana untuk memberi keuntungan kepada masyarakat kaya.

Pengumuman rencana pemotongan pajak Inggris oleh Kwarteng pun dibarengi dengan anjloknya nilai pound sterling.

IMF dalam pernyataannya mengatakan bahwa mereka memahami bahwa paket fiskal yang besar bertujuan untuk mendorong pertumbuhan melalui pemotongan pajak, tetapi memperingatkan bahwa langkah-langkah tersebut dapat mempercepat laju kenaikan harga, yang diupakan untuk turun oleh bank sentral Inggris.

"Sifat dari kebijakan-kebijakan Inggris kemungkinan akan menambah ketidaksetaraan," kata pihak IMF.

"Namun, mengingat tekanan inflasi yang meningkat di banyak negara, termasuk Inggris, kami tidak merekomendasikan paket fiskal besar dan tidak bertarget pada saat ini, karena penting bahwa kebijakan fiskal tidak bekerja dengan tujuan yang bertentangan dengan kebijakan moneter," jelas IMF.

IMF selanjutnya mengatakan, Inggris masih punya kesempatan untuk melakuan re-evaluasi terhadap rencana pajak tersebut, yang sebagian besar menguntungkan orang berpendapatan tinggi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.