Sukses

Tambang Ilegal Kian Marak, Ini Rekomendasi Ahli Pertambangan ke Pemerintah

Perusahaan penambang legal dan pemerintah merugi akibat keberadaan tambang ilegal dan dampak lanjutan dirasakan masyarakat karena lingkungan sekitar yang rusak.

Liputan6.com, Jakarta Kenaikan komoditas yang memicu disparitas harga mendorong aksi Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau tambang ilegal di sektor mineral dan batu bara kian marak.

Alhasil, perusahaan penambang legal dan pemerintah merugi dan dampak lanjutan dirasakan masyarakat karena lingkungan sekitar yang rusak.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli mengingatkan jika harus dibedakan kegiatan PETI dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).

Kegiatan PETI pada umumnya dilakukan masyarakat dengan peralatan yang sederhana, tidak berizin, tidak berwawasan lingkungan dan keselamatan serta melibatkan pemodal dan pedagang.

Pada kasus tertentu, terdapat juga pertambangan illegal yang dilakukan oleh perusahaan dan koperasi.

“Sedangkan IPR adalah kegiatan penambangan berizin/legal (IPR) yang dilakukan oleh masyarakat dengan peralatan sederhana dan dilakukan dalam sebuah Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sesuai dengan UU Minerba No. 3 Tahun 2020,” ujar Rizal seperti dikutip Rabu (24/8/2022).

Menurut Rizal, PETI tumbuh seiring peningkatan harga komoditas tambang yang semakin tinggi dan lemahnya penegakan hukum.

Kegiatan PETI yang semakin marak terjadi di Indonesia, meskipun terdapat ancaman pidana maupun perdata, faktanya pertambangan tanpa izin tetap berlangsung tanpa terkendali.

Data Kementerian ESDM hingga kuartal III 2021 menunjukkan terdapat lebih dari 2.700 lokasi PETI yang tersebar di Indonesia. Dari jumlah tersebut, lokasi PETI batubara sekitar 96 lokasi dan PETI mineral sekitar 2.645 lokasi.

Dia menegaskan, kegiatan PETI menimbulkan tumbuhnya perdagangan produk pertambangan di pasar-pasar gelap (black market) yang dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran terhadap penghindaran pajak resmi penjualan bahan tambang.

Kegiatan PETI juga berpotensi besar merusak lingkungan (potential polluter) yang dampatk negatif tidak saja merugikan pemerintah, tapi juga masyarkat luas dan generasi mendatang

“Maraknya PETI karena enam hal, yaitu komoditas tambang yang mudah ditambang; mudah diolah (teknologi sederhana); mudah dijual, pasarnya terbuka sekali; harga komoditas yang tinggi dan sangat menguntungkan; cadangan berlimpah dan dekat permukaan; serta pengawasan, penindakan dan penegakan hukum rendah,” ujarnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Rekomendasi ke Pemerintah

Terkait dengan itu, Perhapi memberikan delapan rekomendasi kepada pemerintah untuk menanggulangi kegiatan PETI di Tanah Air.

Pertama, Pemerintah perlu melakukan penegakan aturan (law enforcement) untuk semua bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh kegiatan PETI tersebut, terutama menyasar cukong-pemodal dan beking yang banyak mengambil keuntungan dari bisnis PETI gelap ini, termasuk penghindaran terhadap pajak dan retribusi lainnya;

Kedua, perlu dibentuknya satuan tugas khusus Khusus untuk pemberantasan PETI bertanggung jawab langsung ke Presiden/Wapres.

Ketiga, perlu dibentuknya Direktorat Khusus Penegakkan Hukum di Kementerian ESDM untuk menangani kasus pelanggaran di bidang Energi dan Minerba.

Keempat, perlu dilakukan upaya pencegahan aktivitas PETI, dengan melakukan edukasi ke masyarakat terkait dampak negatifnya, dengan melibatkan pemangku kepentingan, seperti akademis, pemerhati lingkungan, tokoh masyarakat, tokoh adat dll;

Kelima, Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IPR). Karena karakternya yang khusus, jenis penambangan ini sebaiknya diberi nama pertambangan skala kecil dan pengaturannya disesuaikan dengan karakteristik tersebut.

Keenam, bantuan teknik kepada pertambangan rakyat skala kecil, misalnya untuk penambangan emas tanpa merkuri, dan teknik penambangan yang lebih efisien.

Ketujuh, menyediakan akses finansial bagi pertambangan rakyat skala kecil, misalnya dengan membuka cabang perkreditan di dekat lokasi pertambangan rakyat.

Kedelapan, menyediakan akses untuk peralatan dan bahan yang dibutuhkan dalam operasi pertambangan rakyat skala kecil. Demikian pula, menyediakan akses resmi terhadap pasar produk pertambangan rakyat.

3 dari 3 halaman

Godok Unit Gakkum

Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mulai menggodok pembentukan unit khusus penegakan hukum ESDM.

Nantinya unit ini akan menyisir berbagai kegiatan pelanggaran hukum yang jelas-jelas merugikan negara di sektor ESDM. Unit ini direncanakan setingkat dengan eselon I di Kementerian ESDM.

Rida Mulyana, Sekjen Kementerian ESDM, mengatakan pengawasan atas pengelolaan sumber daya energi dan sumber daya mineral dalam bentuk pengamanan dan penegakan hukum di Kementerian ESDM yang saat ini dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dinilai belum cukup.

Karena itu, dimungkinkan untuk membentuk unit baru yang khusus menangani penegakan hukum dalam kegiatan pertambangan yang terbukti melakukan penyimpangan.

“Pembentukan struktur baru yang menangani penegakan hukum sektor EDSM ini dipandang perlu semata-mata untuk kepentingan negara, antara lain untuk penerimaan negara bukan pajak yang lebih baik,” ungkap Rida di Jakarta, Selasa (23/8/2022).

M. Idris F. Sihite, Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM, mengatakan dalam rapat bersama DPR sering diungkapkan agar Kementerian ESDM segera membentuk unit yang khusus melaksanakan penegakan hukum.

“Khusus untuk minerba, angkanya semakin lama semakin tinggi. Rekomendasi pembentukan unit penegakan hukum juga datang dari ORI dan KPK,” ujarnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.