Sukses

Gubernur BI: Inflasi Pangan Jangan Lebih dari 5 Persen, Ini soal Perut Rakyat

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai, angka inflasi pangan itu terlampau besar, sehingga mengancam langsung kesejahteraan rakyat.

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, laju inflasi tahunan pada Juli 2022 tembus 4,94 persen secara year on year (YoY). Inflasi pangan jadi pemicu utama kenaikan, yang memberikan andil 1,92 persen terhadap inflasi tahunan.

Adapun secara komponen, inflasi harga pangan bergejolak atau volatile foods per Juli 2022 mencapai 11,47 persen.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai, angka inflasi pangan itu terlampau besar, sehingga mengancam langsung kesejahteraan rakyat.

"Kita pecah kalau inflasi pangan 11,47 persen. Mustinya inflasi pangan itu tidak boleh lebih dari 5 persen, paling tinggi 6 persen. Inflasi pangan itu masalah perut, masalah rakyat, dan itu langsung ke sejahtera," tegasnya dalam kick off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan, Rabu (10/8/2022).

Perry menegaskan, inflasi pangan bukan hanya masalah ekonomi saja. Itu juga turut jadi masalah sosial yang kerap digoreng untuk kepentingan politik.

"Jadi mohon inflasi ini layaknya kita terus ingin menegakkan kemerdekaan kita, mensejahterakan rakyat, kita harus turunkan paling tinggi 6 persen, kalau bisa 5 persen," pintanya.

Menurut dia, bila inflasi pangan bisa mencapai 5 persen, dampak sosialnya akan sangat-sangat besar. Pasalnya, inflasi pangan memakan 20 persen dari komposisi pengeluaran masyarakat.

"Bagi rakyat bawah, itu bisa 40-50 persen. Yang tinggi, yang kaya-kaya mungkin lebih kecil. Tapi, masyarakat bawah inflasi pangan bisa 60 persen dari bobot pengeluaran mereka," ujar Perry.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kenaikan Inflasi Dibayar Pemerintah lewat Subsidi

Pemerintah memilih untuk menahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi dan terus menyalurkan subsidi listrik di tengah kenaikan harga energi dunia. Padahal, beberapa negara lain lebih memilih untuk menaikkan harga BBM.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan, dengan pilihan untuk tetap memberikan subsidi energi tersebut, anggaran yang sudah dikeluarkan mencapai Rp 502 triliun. 

Naiknya belanja pada pos anggaran subsidi energi ini dilakukan dalam upaya menekan kenaikan inflasi yang bisa mengganggu momentum pemulihan ekonomi nasional yang sedang berlangsung.

"Makanya negara yang bayar inflasi, kita beli dari anggaran pemerintah karena di saat yang sama kita punya windfall revenue. Ada penerimaan yang meningkat dan dapat dipakai buat subsidi," kata Suahasil Nazara dalam Talkshow bertajuk: Laju Pemulihan RI Di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global, Jakarta, Selasa, (9/8/2022).

Suahasil menjelaskan dibandingkan negara lain, Indonesia lebih mudah mengendalikan kenaikan inflasi. Sebab pemerintah memiliki kendali atas beberapa komoditas dasar yang menjadi penyumbang kenaikan inflasi. Salah satunya dengan menentukan harga BBM yang saat ini menjadi sumber kenaikan inflasi.

"Beberapa harga di Indonesia terutama harga energi ini ditentukan pemerintah, paling buat buat yang basic seperti listrik, LPG 3 kg dan BBM Pertalite yang banyak dipakai orang," kata dia.

3 dari 3 halaman

Inflasi Juli 2022 Tertinggi dalam 7 Tahun, Harga Cabai Biang Keroknya

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi Juli 2022 mencapai 3,85 persen secara tahun kalender (Januari-Juli 2022), dan menyentuh 4,94 persen secara tahunan dibanding Juli 2021.

Jika dilihat ke belakang, Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, inflasi Juli 2022 jadi yang tertinggi sejak hampir 7 tahun terakhir.

"Ini merupakan inflasi tertinggi sejak Oktober 2015, dimana pada saat itu terjadi inflasi sebesar 6,25 persen secara year on year," jelas Margo dalam sesi konferensi pers, Senin (1/8/2022).

Bila dilihat menurun komponen, Margo melanjutkan, komponen harga bergejolak memberikan andil tertinggi pada bulan Juli 2022 kalau dihitung secara month to month, dengan andil 0,25 persen.

"Kalau dilihat dari komoditas penyebab utamanya berasal dari cabai merah, bawang merah, dan cabai rawit," bebernya.

Kemudian komponen harga diatur pemerintah yang memberi andil sebesar 0,21 persen. "Kalau diteliti lebih mendalam, disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara, bahan bakar rumah tangga, rokok kretek filter, dan tarif listrik," terang Margo.

"Sedangkan kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga dengan daya 3.500 VA ke atas dan pelanggan pemerintah mulai 1 Juli 2022 menyebabkan andil inflasi 0,01 persen," ujar dia.

Terakhir berasal dari komponen inti, dimana memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,18 persen. Komoditas pendorongnya antara lain berupa ikan segar, mobil, dan sewa rumah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.