Sukses

Survei : 66 Persen Warga AS Khawatir Resesi Sudah Dekat

Sebanyak 66 persen orang di AS khawatir resesi besar sudah dekat, survei oleh Allianz mengungkapkan.

Liputan6.com, Jakarta - Ketika para ahli memperdebatkan apakah Amerika Serikat (AS) berada di ambang kemerosotan ekonomi, banyak orang di negara itu sudah mempersiapkan diri untuk resesi.

Dilansir dari CNBC International, Selasa (2/8/2022) survei yang dilakukan oleh Allianz Life Insurance Company of North America mengungkapkan 66 persen orang di AS khawatir resesi besar sudah dekat.  Angka itu menandai kenaikan dari 48 persen terkait kekhawatiran serupa tahun lalu.

Allianz Life melakukan survei online pada bulan Juni 2022 dan mensurvei lebih dari 1000 individu. Survei Allianz menemukan, salah satu alasan terbesar akan kekhawatiran ini dipicu dari inflasi yang tinggi, yang telah mendorong harga barang dan jasa semakin mahal.

Selain itu, survei ini juga 82 persen khawatir inflasi akan berdampak negatif pada daya beli mereka dalam enam bulan ke depan. Jumlah responden yang sama juga mengatakan mereka memperkirakan inflasi akan memburuk selama 12 bulan ke depan.

Sementara itu, 71 persen menyebut upah mereka tidak sejalan dengan kenaikan biaya.

Pekan lalu, data yang dirilis oleh Departemen Perdagangan AS semakin memicu kekhawatiran penurunan ekonomi, dengan produk domestik bruto Amerika menurun untuk kuartal kedua berturut-turut, menandai sinyal resesi.

Produk domestik bruto AS turun 0,9 persen pada kuartal kedua 2022 secara tahunan (year-on-year).

Namun, Gedung Putih dengan cepat membantah bahwa AS sudah masuk resesi, dengan Presiden Joe Biden mengutip angka pengangguran yang rendah, di antara faktor-faktor lainnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kekhawatiran Resesi Bagi Masing-masing Generasi di AS

Survei Allianz Life baru-baru ini menemukan 65 persen investor mengatakan mereka akan menabung lebih banyak daripada pengeluaran karena ketakutan akan kerugian.

Sementara bagi generasi baby boomer, kekhawatiran utama bagi 73 persen dari mereka adalah ketidakmampuan membiayai gaya hidup yang mereka inginkan di masa pensiun karena kenaikan biaya.

Jumlah itu naik dari 66 persen yang mengutip kekhawatiran itu di kuartal pertama.

"Mengalami penurunan seperti ini ditambah dengan jenis inflasi untuk seseorang yang baru pensiun dapat benar-benar menguras aset Anda secara signifikan lebih cepat dari yang pernah Anda harapkan," kata Kelly LaVigne, wakil presiden wawasan konsumen di Allianz Life.

Adapun generasi Gen X, yang sebagian besar mengungkapkan kekhawatiran terbesar mereka adalah pendapatan yang tidak sejalan dengan kenaikan biaya, yang diungkapkan oleh 75 persen responden, naik dari 68 persen dari kuartal pertama.

Sementara itu, 56 persen generasi milenial di AS mengatakan sudah memiliki rencana keuangan untuk menangani kenaikan inflasi. Namun, angka ini turun dari 61 persen pada kuartal pertama.

Tetapi bagi semua individu, menurut LaVigne, membuat rencana keuangan dapat membantu membatasi dampak ketidakpastian ekonomi.

"Terlepas dari apakah Anda merasa memiliki cukup uang atau tidak, ada penasihat keuangan yang tepat untuk Anda," kata LaVigne.

"Dan tidak pernah terlalu dini dan tentu saja tidak pernah terlambat," jelasnya. "Justru, tidak memiliki rencana adalah hal terburuk yang dapat Anda lakukan," tambahnya.

3 dari 3 halaman

PDB Merosot, Menkeu AS Janet Yellen Tolak Ekonomi AS Disebut Resesi

Ekonomi Amerika Serikat mencatatkan kontraksi di kuartal kedua 2022. Dengan produk domestik bruto AS turun 0,9 persen pada kuartal kedua 2022 secara tahunan (year-on-year).

Angka ini mengikuti penurunan 1,6 persen di kuartal pertama dan lebih rendah dari perkiraan Dow Jones untuk kenaikan 0,3 persen.

Namun, Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan bahwa ekonomi negaranya berada dalam keadaan transisi, bukan resesi.

Dilansir dari CNBC International, Jumat (29/7/2022), Hal itu dia sampaikan meski PDB AS telah menunjukkan penurunan selama dua kuartal berturut-turut.

Tetapi Yellen mengakui, AS tengah melihat pelemahan ekonomi yang luas yang mencakup PHK besar-besaran, penutupan bisnis, ketegangan dalam keuangan rumah tangga dan perlambatan aktivitas sektor swasta.

"(Resesi) itu bukan apa yang kita lihat sekarang," katanya dalam sebuah konferensi pers.

"Ketika Anda melihat ekonomi, penciptaan lapangan kerja terus berlanjut, keuangan rumah tangga tetap kuat, konsumen belanja dan bisnis tumbuh," ujarnya.

"Kami telah memasuki fase baru dalam pemulihan kami yang berfokus pada pencapaian pertumbuhan yang stabil tanpa mengorbankan keuntungan dari 18 bulan terakhir," lanjut Yellen.

"Kami tahu ada tantangan di depan kami. Pertumbuhan melambat secara global. Inflasi tetap sangat tinggi, dan merupakan prioritas utama pemerintahan ini untuk menurunkannya," tambah dia.

Diketahui bahwa, secara resmi, Biro Riset Ekonomi Nasional (NBER) adalah lembaga yang secara resmi menyatakan resesi, yang biasanya terjadi setelah berbulan-bulan penelitian dan perdebatan; namun definisi tradisional adalah ketika ekonomi berkontraksi selama dua kuartal berturut-turut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.