Sukses

Simplifikasi Tarif Cukai Lanjut, Pengusaha Cemas Banyak Pabrik Rokok Tutup

Kebijakan simplifikasi tarif cukai rokok hingga menjadi 5 layer dikhawatirkan akan membuat banyak pabrik rokok gulung tikar.

Liputan6.com, Jakarta Kabar dilanjutkannya kebijakan simplifikasi tarif cukai rokok hingga menjadi 5 layer membuat industri rokok gusar. Pasalnya, kebijakan ini dikhawatirkan akan membuat banyak pabrik rokok gulung tikar.

Salah satunya diungkapkan Ketua Gabungan Pabrik Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar. Pihaknya pun turut menyuarakan kalkulasinya jika pemerintah tetap melakukan pembahasan soal simplifikasi tarif cukai rokok.

"Simplifikasi ini disuarakan oleh salah satu perusahaan asing yang sudah lama berada di Indonesia. Jika simplifikasi terus dilakukan, maka yang akan terjadi adalah akan banyak pabrikan kecil yang gulung tikar dan berimbas pada tenaga kerja yang mau tidak mau akan kehilangan pekerjaannya," kata Sulami dikutip Selasa (19/7/2022).

Ia menjelaskan, berdasarkan data pada 2018, sektor IHT dapat menyerap 6 juta orang tenaga kerja. Dari total itu, 2,9 juta pedagang eceran, 150 ribu buruh pabrik, 60 ribu karyawan pabrik, 1,6 juta petani cengkeh, dan 2,3 juta petani tembakau.

Kontribusi IHT terhadap penerimaan negara itu juga amat besar, karena sektor tersebut merupakan satu-satunya industri yang terintegrasi dari hulu sampai hilir.

Sebab, proses produksi terbilang lengkap, mulai dari penyediaan input produksi, pengolahan hingga proses distribusinya. Artinya, dari industri hasil tembakau saja sudah memberi kontribusi yang signifikan bagi penerimaan ekonomi nasional, dan masyarakat yang terlibat di dalam proses bisnisnya.

"Jadi kontribusi kami kepada negara itu luar biasa, saat ini 2022 kami memberikan (ditargetkan) berkontribusi Rp 188 triliun, luar biasa. Dan Jawa Timur dari Rp 188 triliun, sumbangannya Rp 101 triliun. Kontribusi terbesar itu disumbangkan dari Kabupaten Pasuruan," ujarnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Rokok Ilegal

Di sisi lain, simplifikasi berbanding lurus dengan peningkatan rokok ilegal. Artinya kalau dijalankan, harga rokok akan lebih mahal dan akan menambah maraknya rokok-rokok ilegal.

"Pada prinsipnya perokok tidak pernah berhenti, tapi akan lari ke rokok ilegal. Kalau itu terjadi, tentunya pendapatan negara akan berkurang. Pada 2019, ketika tidak ada kenaikan tarif cukai dan simplifikasi, peredaran rokok ilegal mengalami penurunan signifikan," kata dia.

Ia menyarankan agar pemerintah bisa mempertimbangkan untuk memberlakukan kenaikan cukai secara multi years, artinya kebijakan tarif cukai rokok ditetapkan untuk beberapa tahun mendatang, misalnya 3 sampai 5 tahun.

"Kenaikan yang moderat dengan dasar perhitungan yang jelas dan konsisten seperti inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Adanya roadmap kenaikan tarif cukai rokok untuk menunjang kebijakan multi years."

"Jangan naikkan tarif cukai terlalu tinggi, pasti rokok ilegal akan turun. Karena daya beli konsumen itu kalau yg legal tidak terlalu tinggi, pasti masih terjangkau. Tolong pemerintah perhatikan masukan kami," katanya.

3 dari 3 halaman

Sebaiknya Diurungkan

Sementara itu, Anggota Komisi XI Muhammad Misbakhun. Ia mengatakan, sebaiknya pemerintah mengurungkan niat untuk melanjutkan simplifikasi tersebut.

"(IHT) berkaitan erat dari sektor hulu ke hilir dan berdampak luas secara sosial di sentra-sentra tembakau. Menyerap 650 ribu pekerja IHT. Melibatkan jutaan pelaku usaha dan tenaga kerja di sektor distribusi dan retail," kata Misbakhun.

Menurut dia, para petani tembakau yang terdampak dari adanya kebijakan tersebut harus dilindungi hak konstitusionalnya dalam memproduksi tembakau yang berkualitas.

"Saya membela, karena petani tembakau itu punya hak yang sama dengan petani yang lain, mempunyai hak konstitusional untuk dilindungi dan dibela. Petani tembakau juga ingin menyekolahkan anaknya jadi dokter. Kalau petani disuruh konversi kerjanya, itu tidak adil,” tambahnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.