Sukses

Masuk Bulan ke-5, Harta Diungkap Lewat PPS Capai Rp 79,5 triliun

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat hingga 8 Mei 08.00 WIB, sudah ada 41.622 wajib pajak yang ikut program pengungkapan sukarela (PPS) dengan 47.963 surat keterangan.

Liputan6.com, Jakarta Tak terasa sudah bulan kelima, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat hingga 8 Mei 08.00 WIB, sudah ada 41.622 wajib pajak yang ikut program pengungkapan sukarela (PPS) dengan 47.963 surat keterangan.

Dikutip dari laman pajak.go.id, Senin (9/5/2022), Pemerintah berhasil mengungkap nilai harta bersih peserta PPS sebesar Rp 79,5 triliun lewat program pengungkapan sukarela ini.  Pemerintah juga mengantongi PPh final sebanyak Rp 8 triliun.

Lalu, untuk deklarasi dalam negeri diperoleh Rp 68,5 triliun, dan deklarasi luar negeri mencapai Rp 6,1 triliun. Sedangkan, jumlah harta yang diinvestasikan ke instrumen surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 4,76 triliun.

Perlu diketahui, program ini sifatnya terbatas, hanya berlangsung 1 Januari hingga hingga 30 Juni 2022, artinya tinggal 1 bulan lagi program ini akan berakhir.

Pemerintah berharap melalui program ini dapat mendorong aliran modal ke dalam negeri, dan memperkuat investasi di bidang pengolahan sumber daya alam dan sektor energi terbarukan.

Wajib pajak bisa dengan mudah mengakses PPS,  melalui aplikasi pengungkapan dan pembayaran lewat situs https://pajak.go.id/pps, yang telah dimulai sejak tanggal 1 Januari 2022 lalu, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kepatuhan Sukarela

PPS adalah program yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak dengan cara pengungkapan harta yang belum dilaporkan. Di dalam PPS, pemerintah memberikan kesempatan atas harta yang diungkapkan untuk dinvestasikan di dalam negeri.

Wajib Pajak akan memperoleh keistimewaan pengenaan tarif terendah baik di kebijakan I maupun II PPS dengan berkomitmen menginvestasikan harta yang diungkapnya.

Kebijakan I yang digunakan untuk mengungkapkan harta per 31 Desember 2015 yang belum diungkap saat mengikuti Tax Amnesty memiliki lapisan tarif, 11 persen untuk deklarasi luar negeri, 8 persen untuk deklarasi dalam negeri dan repatriasi luar negeri, dan terendah 6 persen untuk yang diinvestasikan di SBN/hilirisasi Sumber Daya Alam/Energi Terbarukan.

Sementara itu, kebijakan II yang digunakan untuk mengungkapkan harta yang diperoleh tahun 2016 – 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020 memiliki lapisan tarif, 18 persen untuk deklarasi dalam negeri, 14 persen untuk deklarasi dalam negeri dan repatriasi luar negeri, dan tarif terendah 12 persen untuk yang diinvestasikan di SBN/hilirisasi Sumber Daya Alam/Energi Terbarukan. Semua kebijakan berakhir sampai dengan 30 Juni 2022.

 

3 dari 4 halaman

Menakar Efektivitas 'Tax Amnesty II' dalam Meningkatkan Kepatuhan Pajak Orang Kaya

Akademisi dan praktisi perpajakan menyoroti pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Tax Amnesty II yang dinilai belum efektif mendorong kepatuhan wajib pajak dan repatriasi aset. Pemerintah dianjurkan melakukan sosialisasi kebijakan secara masif dengan melibatkan jaringan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di berbagai negara.

Pernyataan sikap ini merupakan kesimpulan dari Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarkaan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) dan MUC Consulting, belum lama ini. Ning Rahayu, Dosen Perpajakan FIA UI menjabarkan lima variabel penting pendukung kesuksesan tax amnesty di sejumlah negara yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah sebelum, selama, dan setelah pelaksanaan tax amnesty maupun PPS.

Pertama, ketersediaan data aset di luar negeri sebelum tax amnesty dilaksanakan. Kedua, sosialisasi masif ke mancanegara melibatkan konsulat atau KBRI. Ketiga, kampanye melibatkan pejabat tinggi negara (top government).

Keempat, keseriusan dalam menyusun regulasi tax amnesty yang fokus pada repatriasi aset. Idealnya, pemerintah tidak memberikan opsi deklarasi dengan rentang tarif yang tidak terlalu jauh dengan repatriasi aset. Kelima, menyediakan instrumen investasi yang tepat dan jelas keuntungannya sebagai wadah aset repatriasi.

"Negara-negara yang berhasil melaksanakan tax amnesty pada umumnya telah memperhatikan faktor-faktor pendukung tersebut. Sementara pelaksanaan tax amnesty di Indonesia belum sepenuhnya memenuhi faktor-faktor tersebut," ujar Ning melalui siaran pers FGD FIA UI, Rabu (20/04/2022).

Menurut Ning, pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara masif di berbagai negara agar informasi PPS dapat diterima dan dipahami WNI di luar negeri. Dengan demikian, tujuan utama tax amnesty untuk mendorong repatriasi aset ke dalam negeri dapat terwujud.

4 dari 4 halaman

Gencar Sosialisasi

Winnie Hidayani, Senior Manager MUC Consulting menanggapi, sosialisasi perlu dilakukan dengan strategi dan pendekatan yang disesuaikan dengan segmentasi masyarakat yang menjadi sasaran PPS. Sebagai contoh, pendekatan bagi kelompok masyarakat menengah ke atas atau Orang Super Kaya dilakukan berbasis data asset yang akurat, sedangkan untuk masyarakat umum pendekatannya berupa himbauan dan edukasi.

"Perlu digaungkan lagi ke masyarakat, sebenarnya siapa saja yang harus ikut PPS dan pihak mana saja yang bisa melakukan pembetulan SPT. Masyarakat berhak melakukan pembetulan. Jangan sampai PPS mengurangi hak-hak wajib pajak, seolah-olah tidak membuka opsi pembetulan SPT," tutur Winnie.

Karsino, Direktur MUC Tax Research Institute menambahkan, tindakan nyata pemerintah pasca-tax amnesty juga penting untuk memicu keseriusan wajib pajak dalam mengikuti PPS. Selain memperbaiki layanan publik dan sistem administrasi perpajakan, pemerintah juga dituntut untuk mengoptimalkan penegakan hukum dengan menunjukkan kemampuan dalam mendeteksi ketidakpatuhan wajib pajak berbasis data yang akurat.

"Untuk memicu agar WP individu tidak setengah-setengah ikut PPS atau total, utamanya para high-wealth, mestinya ada janji dari pemerintah bahwa akan ada law enforcement pasca berakhirnya PPS. Pemerintah harus betul-betul kasih sinyal ke WP nakal agar ke depan jangan macam-macam lagi," dia mengatakan.

Seperti diketahui, PPS dilaksanakan selama enam bulan (1 Januari-30 Juni 2022). Setidaknya, masih ada waktu sekitar dua bulan bagi pemerintah untuk memastikan ketersediaan data, menggencarkan sosialisasi, sekaligus memperjelas saluran investasi sebagai wadah aset repatriasi.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP), sebanyak 38.325 wajib pajak yang menjadi peserta PPS dengan, dengan nilai harta bersih yang dilaporkan sebesar Rp67,46 triliun dan PPh final yang dibayarkan sebesar Rp6,86 triliun. Angka-angka tersebut jauh di bawah pencapaian program tax amnesty sebelumnya yang berlangsung selama sembilan bulan pada 2016-2017. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.