Sukses

SKK Migas Prediksi Harga Minyak Masih di Kisaran USD 100 per Barel hingga 2023

Harga minyak mentah di tahun ini hingga 2023 masih berkisar USD 100 per barel. Tingginya harga minyak mentah ini karena dampak dari perang Rusia-Ukraina.

Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkap perkiraan harga minyak mentah hingga 2023. Ditaksir harga minyak mentah masih akan terus mengalami kenaikan.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menaksir harga minyak mentah di tahun ini hingga 2023 masih berkisar USD 100 per barel. Tingginya harga minyak mentah ini karena dampak dari perang Rusia-Ukraina. 

Di sisi lain, ia juga menaksir hal ini sebagai bentuk perbaikan dari kondisi perekonomian global akibat terkendalinya pandemi Covid-19.

“Ada analisa cukup tinggi kenaikannya, dari sisi forecast, karena pandemi Covid-19 akan semakin mereda, sehingga traveling akan semakin meningkat tajam, kegiatan bisnis meningkat tajam, ini akan mempengaruhi demand,” katanya dalam konferensi pers Kinerja SKK Migas Kuartal I 2022, Jumat (22/4/2022).

“Di satu sisi, suplai terganggu krisis tersebut (Rusia-Ukraina), sehingga harga diperkirakan masih akan cukup tinggi dalam satu tahun dua tahun ke depan, paling tidak average di 2022-2023 masih diperkirakan sekitar USD 100 per barel,” imbuhnya.

Mengacu data paparannya, harga minyak mentah Brent pada Maret 2022 mencapai USD 112,46 per barel. Angka tertinggi tercatat pada 8 Maret 2022 sebesar USD 127,98 per barel.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Harga LNG

Sementara itu, Dwi menyampaikan posisi harga gas bumi global. Ia menyebut kondisinya tak jauh berbeda dampaknya terhadap harga minyak dunia.

Ia menyampaikan harga gas global mengalami peningkatan hingga berada di atas USD 25 per MMBTU. Namun ia menaksir harga gas asia masih mendekati USD 10 per MMBTU atau ini disebut lebih tinggi dari Eropa dan Amerika Serikat.

“Jadi kemungkinan bisa segera turun di 2023 dan hingga 2025 relatively masih cukup tinggi dibanding pernah sampai dibawa USD 3 per MMBTU,” katanya.

“Ini volatilitynya memang besar ya untuk bisa menebaknya, tetapi jangka panjangnya diperkirakan masih akan cukup tinggi, paling tidak hingga 2027 mungkin posisinya di titik rendah, dan secara bertahap diperkirakan akan naik lagi,” imbuh dia.

 

3 dari 4 halaman

Produksi Minyak Terganggu

Sebelumnya, SKK Migas menyebut produksi dan lifting migas di 2022 masih terkendala pandemi sebelumnya. Diantaranya yang paling berpengaruh adalah unplanned shutdown atau pemadaman tak terencana.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyampaikan dampak di 2021 masih terasa di awal 2022 saat ini. Sehingga itu masih terasa di kuartal I 2022.

“Produksi dan lifting, mostly kita masih terkena dengan kendala-kendala apa namanya entry point yang sangat rendah di tahun 2022, karena dampak pandemi yang di 2021. Jadi kita lost disana sekitar 20 ribu barel oil per hari,” paparnya dalam konferensi pers Kinerja SKK Migas Kuartal I 2022, Jumat (22/4/2022).

Ia membeberkan yang mempengaruhi minimnya produksi dan pengapalan itu adalah adanya unplanned shutdown yang terjadi. Apalagi di akhir 2021 juga terjadi kembali yang membuat produksi menurun.

Dalam perjalanannya, di 2021, Dwi menyampaikan, produksinya pernah tembus hingga 687 ribu barel minyak per hari, kemudian turun ke 648 BOPD di Mei 2021. Dari sini, Dwi menyampaikan produksi minyak meningkat terus hingga Agustus 2021.

“Tapi kemudian kena lagi di COB PMTS dan PPDM ini ada turn around di train 2 tripped. Ini kemudian yang membuat produksi lifting kembali turun lagi, karena ada gangguan tersebut,” katanya.

“Kemudian EMCL tripped dan sudah berupaya menaikkan (produksi) lagi, tapi di akhir 2021 berdampak pada produksi 2022, ini adanya pipa di PHE NWC bocor disana,” imbuh Dwi.

 

4 dari 4 halaman

Produksi 2022 Turun

Kemudian, masih di akhir 2021, Dwi menyampaikan, ada kondisi yang memperparah entry point di 2022. Yakni, PHR Rokan yang mengalami kendala karena penangkal petir tersambar sehingga membuat produksi menurun jadi 616 BOPD di Januari 2022.

“Ditambah lagi EMCL sempat blackout karena ada sambungan kabelnya terbakar. Jadi ini adalah unplanned shutdown yang terjadi pada Februari Maret ini kita sudah mulai memabik lagi. Tapi sayang di minggu-minggu terakhir ada problem,” katanya menerangkan.

Ia menyebut, sebagai upaya untuk menghadapi unplanned shutdown tadi, pihaknya telah melakukan sejumlah strategi. Namun, belum terpantau berdampak maksimal.

“ini adalah hal-hal yang kalau kita lihat sekarang lawan kita yang paling utama adalah unplanned shutdown. Ini yang akan kita coba nanti bagaimana bsia menurunkan unplanned shutdown, ini sudah jadi strategi tapi so far belum sukses,” terangnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.