Sukses

Ramai Isu 3 Periode, Faisal Basri Khawatir Jokowi Hanya Wariskan Kemiskinan

Tingkat inflasi tinggi akibat lonjakan harga pangan akan membuat angka kemiskinan meningkat di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Ekonom Senior Faisal Basri mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), jika tingkat inflasi tinggi akibat lonjakan harga pangan akan membuat angka kemiskinan meningkat di indonesia.

Dia memproyeksikan jumlah orang miskin akan bertambah double digit dari posisi saat ini yang masih single digit.

"Jadi akan ada legacy (warisan) yang hilang kalau inflasi tinggi jumlah orang miskin akan double digit lagi. Padahal, Pak Jokowi mau menghilangkan kemiskinan ekstrem," kata Faisal dalam diskusi publik 'Harga Kian Mahal: Recovery Terganggu?', Kamis (7/4/2022).

Menurutnya, kondisi Indonesia saat ini semakin runyam karena konsumsi pangan masih tinggi. Padahal sebagian besar pendapatan masyarakat Indonesia masih rendah.

Artinya, masih dominan konsumsi pangan. Kalau pangannya bergejolak maka pengaruh kepada rakyat miskin akan sangat besar, dan akan menimbulkan gejolak sosial.

Menurutnya, tingkat kemiskinan kemungkinan besar akan meningkat saat inflasi tinggi. Hal itu dikarenakan, porsi pengeluaran 20 persen masyarakat dengan pengeluaran terendah hanya untuk membeli bahan makanan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat 64 persen pengeluaran masyarakat miskin habis untuk beli makanan.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Porsi Belanja Masyarakat

Namun, berbeda dengan 20 persen masyarakat kaya yang porsi pengeluaran untuk belanja bahan pangan cuma 39,22 persen.

“Semakin miskin semakin besar porsi makanannya, ini data BPS semua. 20 persen termiskin itu pengeluaran untuk makanannya 64 persen, tapi 20 persen terkaya hanya 39,22 persen,” ujarnya.

Faisal paham, Presiden tengah berusaha untuk mengeluarkan Indonesia dari kemiskinan ekstrem. Dia pun berharap Presiden Jokowi cukup dua periode saja.

Sebab, jika kepemimpinannya berlanjut menjadi 3 periode, dikhawatirkan beberapa program kerja dan lainnya akan menjadi buruk.

“Mudah-mudahan pak Jokowi tidak 3 periode atau ditambah masa jabatannya. Karena semakin ditambah masa jabatannya yang bagus menjadi jelek, maka pak Jokowi tidak menyisakan apa-apa selain kerusakan lingkungan dan utang yang menumpuk. Oleh karena itu kita sayang sama pak Jokowi sampai 2024,” pungkasnya.

3 dari 3 halaman

Survei SMRC: Wacana Presiden 3 Periode Perlemah Kepuasan Publik Atas Kinerja Jokowi

Ide penundaan pemilu dan masa jabatan presiden tiga periode memperlemah penilaian publik atas kinerja presiden. Demikian temuan survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertajuk 'Sikap Publik terhadap Penundaan Pemilu'.

Direktur Riset SMRC Deni Irvani menyatakan, kinerja Presiden Jokowi masih dinilai positif di mata publik pada umumnya. Namun demikian, dalam setahun terakhir kepuasan terhadap kinerja Presiden Jokowi menurun dari 77 persen pada survei Maret 2021 menjadi 64,6 persen pada survei terakhir Maret 2022.

"Ada kecenderungan gagasan penundaan pemilu dan presiden tiga periode berkontribusi pada menurunnya tingkat kepuasan publik atas kinerja presiden. Dalam data tabulasi silang, terlihat bahwa sikap warga yang pada umumnya menolak usulan penundaan pemilu menurunkan sentimen positif atas kinerja presiden," kata Deni memaparkan survei SMRC, Jumat (1/4/2022).

Deni memaparkan, terdapat 72 persen dari pendukung penundaan pemilu karena alasan Covid-19 yang puas atas kinerja presiden. Sementara pada yang menolak penundaan pemilu, hanya 60 persen yang puas pada kinerja presiden.

Dia menambahkan bahwa temuan ini konsisten dengan evaluasi warga atas arah perjalanan bangsa dan kinerja demokrasi. Ada 83 persen dari pendukung pemilu ditunda karena alasan Covid-19 yang menyatakan negara sedang bergerak ke arah yang benar.

Angka ini menurun pada mereka yang tidak setuju penundaan pemilu, 67 persen. Deni menunjukkan bahwa dalam setahun terakhir, penilaian positif atas arah berjalanan bangsa turun dari 80 persen pada survei Maret 2021 menjadi 68 persen dalam survei Maret 2022..

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.