Sukses

Lockdown Covid-19 di Shanghai Dikhawatirkan Turunkan Ekonomi China

Bisnis sejumlah perusahaan multinasional di China ikut terdampak lockdown Covid-19 yang diberlakukan di Shanghai.

Liputan6.com, Jakarta - Kegiatan bisnis di sejumlah perusahaan multinasional di China ikut terdampak lockdown yang diberlakukan di negara itu, ketika Shanghai mencatat kasus harian Covid-19 terbesarnya.

Dilansir dari BBC, Selasa (5/4/2022) pabrik kendaraan mobil listrik Tesla, hingga resor Disney melihat hambatan dalam operasi mereka karena pembatasan terkait Covid-19 di China.

Lockdown kali ini pun menjadi pembatasan terbesar di China sejak wabah Covid-19 pertama kali diidentifikasi di Wuhan pada akhir 2019.

Lockdown pun dikhawatirkan dapat menurunkan ekonomi China, yang merupakan negara ekonomi terbesar kedua di dunia. 

Hal ini dikarenakan Shanghai sebagai salah satu fokus utama industri keuangan, pusat semikonduktor, elektronik, dan manufaktur mobil.

Kota tersebut juga memiliki pelabuhan pengiriman tersibuk di dunia.

Xu Tianchen, ekonom China untuk Economist Intelligence Unit mengatakan bahwa gangguan rantai pasokan jangka pendek akan berdampak pada ekonomi China secara keseluruhan.

"Juga akan ada efek di tempat lain karena keterkaitan antara Shanghai dan wilayah lain di China, terutama pusat manufaktur Delta Sungai Yangtze," bebernya.

Terkait konsumen domestik, Shanghai, yang terkenal menempati toko-toko produk fashion mewah seperti Gucci dan Louis Vuitton, melihat mengalami penurunan belanja.

Menurut Xu Tianchen, menurunnya pembeli, tamu di hotel, dan restoran juga dapat langsung berdampak pada 3,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan Shanghai.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

China Diprediksi Bakal Kesulitan Penuhi Target PDB

Pemerintah China telah menetapkan target PDB negara itu tumbuh 5,5 persen tahun ini.

Tetapi karena Covid-19, beberapa analis berpendapat bahwa negara itu harus berjuang lebih keras untuk memenuhi target tersebut.

Pada akhir pekan lalu, data menunjukkan perlambatan di bulan Maret untuk sektor manufaktur dan jasa.

Perlambatan itu terjadi setelah pusat teknologi Shenzhen dan Jilin memberlakukan penguncian untuk mengekang penyebaran Covid-19 varian Omicron.

"Kami telah melihat data PMI, yang menunjukkan bahwa sektor manufaktur dan jasa benar-benar terpukul. Dan itu belum termasuk penguncian di Shanghai. Jadi saya pikir secara kualitatif kami melihat lebih banyak tekanan untuk data PDB kuartal pertama dan kedua, " kata Peiqian Liu, ekonom China untuk NatWest Markets.

Sementara beberapa perusahaan di Shanghai telah memutuskan tutup selama lockdown, industri lain seperti jasa keuangan dan manufaktur mobil juga menerapkan apa yang disebut sistem "loop tertutup", menurut Liu.

Hal ini berarti bahwa karyawan harus tinggal dan bekerja di kantor atau pabrik mereka.

"Bayangkan apa yang terjadi di Olimpiade Musim Dingin. Itu juga merupakan manajemen loop tertutup, hanya untuk memastikan bahwa hal-hal di dalam gelembung berfungsi normal secara operasional, dan bahwa mereka mengisolasi orang dari luar atau dari seluruh China," ujar Liu.

Namun, menurut Xu Tianchen, strategi tersebut tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang.

"Ada kekhawatiran bahwa jika lockdown berlangsung lama dan gangguan pada transportasi ke rantai pasokan berlanjut, bisnis tidak akan dapat memperoleh pasokan," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.