Sukses

OECD Ramal Inflasi Negara G20 Bakal Tetap Naik Selama Dua Tahun

Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mengatakan bahwa inflasi di negara-negara G20 akan tetap naik selama dua tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Harga barang di negara-negara anggota G20 akan naik lebih cepat dibandingka pra-pandemi selama setidaknya dua tahun.

Hal itu diprediksi lembaga global Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).

Dikatakan jika harga komoditas yang lebih tinggi dan biaya pengiriman akan mendorong inflasi di negara-negara tersebut, menurut forum kebijakan OECD yang berbasis di Paris, seperti dikutip dari laman BBC, Rabu (22/9/2021).

Inggris diperkirakan akan mengalami inflasi sekitar 3 persen pada akhir tahun 2022 - tertinggi dari negara-negara maju lainnya, menurut OECD.

Sebaliknya, inflasi diperkirakan akan turun di AS, Prancis, dan Jerman.

Inflasi telah meningkat di seluruh dunia karena biaya bahan baku yang lebih tinggi, kendala pasokan barang, permintaan konsumen yang lebih kuat ketika ekonomi dibuka kembali, dan harga memantul kembali dari penurunan selama pandemi di beberapa sektor.

Kenaikan tajam dalam permintaan konsumen ditambah dengan gangguan pasokan dan toko barang yang menipis telah mendorong kenaikan harga dan biaya pengiriman di seluruh dunia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

OECD: Kekurangan Pasokan Terus-menerus Bisa Sebabkan Periode Inflasi yang Lebih Tinggi

OECD mengatakan, kekurangan pasokan yang terus-menerus, dapat menyebabkan periode inflasi yang lebih tinggi.

OECD memperkirakan tingkat inflasi di negara G20 akan moderat dari 4,5 persen pada akhir 2021 menjadi 3,5 persen pada akhir 2022.

Namun, OECD mengatakan bahwa "masih ada ketidakpastian yang cukup besar" tentang perkiraan ini.

"Kemajuan yang lebih cepat dalam penyebaran vaksin, atau berkurangnya tabungan rumah tangga akan meningkatkan permintaan dan menurunkan pengangguran tetapi juga berpotensi mendorong tekanan inflasi jangka pendek," kata OECD dalam sebuah laporan.

"Kemajuan yang lambat dalam peluncuran vaksin dan penyebaran mutasi baru virus yang berkelanjutan akan menyebabkan pemulihan yang lebih lemah dan kehilangan pekerjaan yang lebih besar,"sebut OEDC.

Beberapa ekonom mengatakan tingkat inflasi DI Inggris akan turun karena tekanan inflasi mereda, tetapi yang lain juga menyebut sejumlah besar pinjaman dan pengeluaran pemerintah dapat menyebabkan tingkat inflasi yang tinggi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.