Sukses

Pengamat: Banyak Kepala Daerah Korupsi Bukan Salah UU, Tapi Pengawasan Lemah

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, dalam observasi pemerintah sejak 2004-2021, pemerintah daerah belum optimal secara tata kelola baik secara reformasi birokrasi maupun keuangan. Hal ini terlihat dari masih adanya 127 kepala daerah yang terciduk korupsi.

Hal ini menjadi gambaran Sri Mulyani untuk mendorong terus RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD). Namun,  Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan bahwa adanya korupsi kepala daerah tersebut bukan masalah di Undang-undang.

"Jadi sebenarnya bukan di Undang-undangnya, tetapi persoalannya itu adalah karena sistem penganggaran yang tertutup, maka tidak ada transparansi dan pengawasannya juga lemah," papar Trubus kepada Liputan6.com pada Kamis (16/9/2021).

"Transparansi dan akuntabilitas itu yang menjadi masalah," tegasnya.

Selanjutnya, Trubus menyebutkan bahwa persoalannya juga ada pada pemerintah sendiri. Di lembaga-lembaga anti korupsi itu tidak berjalan dan bahkan KPK malah dilemahkan, sehingga akhirnya yang ada hanya beberapa OTT (tangkap tangan).

"Yang korupsi yang tidak OTT itu banyak, tapi tidak tertangkap. Dari 127 itu kebanyakan yang tertangkap karena OTT," sebutnya. 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Peningkatan Pengawasan

Trubus juga menegaskan bahwa jika RUU HKPD sudah disahkan, maka hukum yang berlaku harus ditingkatkan pengawasannya.

"Saran saya adalah agar RUU HKPD segera disahkan, termasuk pengawasannya. Jadi pengawasannya ditingkatkan, juga dioptimalkan," kata Trubus.

Trubus juga mengatakan bahwa penegakkan hukum terhadap mereka yang korupsi penting dilakukan. Hal itu adalah dengan pengembalian uang yang dikorupsi secara sepenuhnya.

"Kepercayaan publik hanya bisa dikembalikan dengan pendekatan hukum yang setegas-tegasnya. Dengan hukuman berat kepada para koruptor. Jadi kalau penegakkan hukumnya tumpul maka masyarakat akan tetap sulit mempercayai," pungkas Trubus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.