Sukses

Hebat, krakatau Steel Mampu Turunkan Biaya Operasional hingga 41 Persen

Produk Krakatau Steel memiliki harga yang lebih tinggi tetapi diikuti juga dengan kualitas produk yang mampu bersaing.

Liputan6.com, Jakarta - Transformasi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk mulai menunjukkan hasil. Dari sisi nilai, transformasi yang dilakukan perseroan mampu menurunkan biaya operasional dari USD 337,5 juta pada tahun 2019, menjadi USD 198 juta pada 2020.

"Semula biaya operasional ini USD 337,5 juta menjadi USD 198 juta pada tahun 2020. Penurunannya hingga 41 persen," kata Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim, dalam Webinar Strategi Membangkitkan Kembali Sektor Industri di Indonesia, Jakarta, Kamis (29/4/2021).

Secara rinci Silmy menjabarkan, penurunan biaya energi tahun 2020 mencapai 46 persen. Dari USD 38 juta di tahun 2019 menjadi USD 20,5 juta pada tahun 2020. Terjadi penurunan biaya utilitas juga sebesar 27 persen. Dari USD 53,5 juta di tahun 2019 menjadi USD 39,2 juta pada tahun 2020.

Penurunan juga terjadi pada biaya consumable yang turun 61 persen. Dari USD 40,6 juta di tahun 2019 menjadi USD 16 juta pada tahun 2020. Biaya sparepart juga turun 59 persen, dari USD 11 juta di tahun 2019 menjadi USD 4,5 juta pada tahun 2020.

Pengurangan tenaga kerja juga membuat penghematan hingga 32 persen dari USD 92,2 juta di tahun 2019 menjadi USD 62,7 juta pada tahun 2020. Biaya outsourcing (OS) tenaga kerja juga turun hingga 78 persen, menjadi USD 8,4 juta pada tahun 2020 dari sebelumnya USD 38 juta dolar di tahun 2019.

Penurunan biaya OS non tenaga kerja juga turun 22 persen dari USD 11,7 juta di tahun 2019 menjadi USD 9,1 juta pada tahun 2020. Biaya OS jasa borongan juga turun 70 persen menjadi USD 1,6 juta pada tahun 2020 dari semula USD 5,3 juta di tahun 2019. Harus diakui Silmy, di masa lalu banyak pengeluaran yang tidak efisien sehingga membuat beban operasional menjadi besar.

"Jadi memang di masa lalu tidak efisien dan ini yang membuat kita berat," kata Silmy.

Belum lagi perusahaan harus bersaing dengan banjirnya impor produk sejenis akibat perdagangan bebas. Termasuk produk-produk ilegal dan yang mendapatkan subsidi dari pemerintah. Silmy mengatakan produk Krakatau Steel memiliki harga yang lebih tinggi tetapi diikuti juga dengan kualitas produk yang mampu bersaing.

"Kalau baja KS ini mahal bisa terpatahkan, produk KS ini produk yang kompetitif bila dibandingkan dengan produk lain," ungkapnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kirim Surat ke Pemerintah

Demi menjaga produk dalam negeri tidak kalah saing, Silmy mengaku berkali-kali bersurat kepada pemerintah. Dalam suratnya dia meminta agar mencabut izin produk baja ringan impor yang memakai label SNI 2.

"Saya sering bersurat agar SNI yang membingungkan tersebut dicabut. Karena SNI2 ini disebut SNI juga kalau sudah sampai toko-toko material," kata dia.

Gayung bersambut, Kementerian PUPR pun langsung melarang penggunaan baja ringan SNI 2 untuk digunakan. Sebab penggunaan produk tersebut bisa membahayakan infrastruktur yang sedang dibangun.

"Menteri PUPR ini melarang baja dengan label SNI 2 ini untuk industri furniture karena bisa membahayakan infrastruktur yang dibangun Jokowi," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.