Sukses

Pengusaha Ritel Restui Mendag Atur Diskon e-Commerce, Berantas Predatory Pricing

Pemerintah menilai jangan sampai diskon menjadi alasan, padahal sebenarnya yang dilakukan adalah predatory pricing.

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha ritel senang mengetahui rencana Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi untuk menerbitkan aturan soal batasan pemberian diskon di platform e-commerce atau belanja online. Tujuannya untuk mencegah aksi Predatory Pricing dan menciptakan keadilan di pasar online.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, berharap aturan tersebut nantinya dapat menciptakan persaingan yang sehat antara sektor ritel online dan offline.

"Artinya jangan sampai kita bersaing untuk saling mematikan. Tapi ciptakanlah persaingan yang sehat yang masing-masing memiliki keunikan, experience, atau masing-masing memiliki benefit product yang berbeda satu dengan yang lainnya," ujar dia kepada Liputan6.com, Jumat (5/3/2021).

Roy pun menaruh kepercayaan pada Mendag jika pemerintah bisa menumbuhkan kesetaraan bagi semua pelaku usaha.

"Ya kita apresiasi dan percaya bahwa yang dilakukan itu adalah untuk menciptakan persaingan yang sehat dan kemajuan usaha bersama," kata dia.

Senada, Vice President Corporate Communications Transmart Carrefour Satria Hamid juga mensupport aturan pembatasan praktik predatory pricing. Menurutnya, itu dapat lebih menumbuhkembangkan iklim berusaha dalam kapasitasnya membuat persaingan usaha jadi lebih sehat satu sama lain.

"Jadi intinya adalah kita yang offline berkembang, yang online juga berkembang. Masalahnya adalah barang yang kita jual terkadang kan sama. Kemudian bagaimana bisa menciptakan equilibrium/keseimbangan itu, tentunya pemerintah yang punya kewenangan," tuturnya.

Satria mengemukakan, dirinya ingin melihat semua sektor tumbuh berkembang rata bersama-sama. Sebab, ia menilai, pengusaha ritel online dan offline sebenarnya masih bermain di bidang usaha yang sama, namun hanya berbeda cara dan tempat.

"Statement saya adalah sangat setuju (aturan predatory pricing) dan menyambut baik inisiatif pak Mendag kalau memang ini mau diatur. Karena kita lihat kategori produknya itu rata-rata kita hampir sama," ujar Satria.

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bakal Ada Aturan, Situs Belanja Online Tak Lagi Bisa Beri Diskon Asal-asalan

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi, menegaskan pemerintah akan mewujudkan perdagangan yang adil dan bermanfaat di Indonesia. Salah satunya dengan mengatur ketentuan "bakar uang" di layanan e-commerce atau situs belanja online.

Lutfi menjelaskan, pemerintah tidak ingin diskon di platform e-commerce merusak harga di pasar, sehingga merusak persaingan dan merugikan para pelaku usaha. Jangan sampai diskon menjadi alasan, padahal sebenarnya yang dilakukan adalah predatory pricing.

"Untuk alasan diskon kita akan regulasi, jadi tidak bisa sembarangan. Alasannya diskon, tapi sebetulnya predatory pricing maka itu akan kita larang dan akan lebih ketat mengawasinya untuk memastikan perdagangan di Indonesia menciptakan keadilan dan bermanfaat," kata Lutfi dalam konferensi pers pada Kamis (4/3/2021).

Lutfi menegaskan langkah ini bukan bentuk proteksionisme, karena itu akan merugikan negara. Sebaliknya, hal ini dinilai bertujuan untuk memperbaiki perdagangan agar terjadi pertukaran yang baik antara penjual dan pembeli.

"Diskon itu bukan hal tabu di dalam perdagangan, tapi kalau niatnya menghancurkan itu yang tidak boleh. Jadi kalau dia mau diskon boleh, tapi tidak boleh bakar uang untuk menghancurkan kompetisi," tuturnya.

Untuk membuat perdagangan yang adil dan bermanfaat, Lutfi menargetkan Kemendag akan merilis peraturan terkait pada pertengahan Maret 2021. Dalam hal ini juga menyangkut soal predatory pricing.

"Saya pastikan dalam waktu tidak terlalu lama pada bulan Maret ini akan selesai. Saya atur penjual di indonesia berjualan di Indonesia, harus mengikuti aturan di indonesia," ungkapnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.