Sukses

Cukai Rokok Naik 12,5 Persen, Target Penerimaan Rp 173 Triliun Bisa Tercapai?

Penerimaan menjadi salah satu pertimbangan pemerintah dalam menaikkan cukai.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan menaikkan cukai hasil tembakau sebesar 12,5 persen yang berlaku secara efektif 1 Februari 2021. Pemberlakuan kenaikan cukai rokok tersebut menjadi salah satu sumber penghasilan bagi Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2021.

Kepala Subbidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Sarno mengatakan, penerimaan menjadi salah satu pertimbangan pemerintah dalam menaikkan cukai. Adapun target kenaikan cukai tahun ini adalah Rp 173 triliun.

"Kebijakan cukai harus mampu mendukung program pembangunan nasional melalui penerimaan negara. Di mana target penerimaan cukai 2021 sebesar Rp 173,78 triliun," ujarnya dalam diskusi daring, Jakarta, Selasa (2/2/2021).

Sarno menjelaskan, di tahun ini kenaikan cukai hasil tembakau rata-rata dikenakan sebesar 12,5 persen. Kenaikan ini lebih rendah dibandingkan dengan kebijakan tahun sebelumnya sebesar 23 persen.

Untuk jenis SKT, ditetapkan tarif cukainya tidak mengalami kenaikan. Adapun pertimbangannya dengan melihat keberadaan sektor padat karya dan mengingat masih dalam masa pemulihan ekonomi akibat pandemi Virus Corona.

Sementara itu, untuk produk SKM II B dan SPB II B kenaikan diberlakukan lebih tinggi dari pada SKM II A dan SPB II A. Kebijakan tersebut dilakukan untuk mempersempit gap tarif sebagai sinyal simplikasi.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengusaha: Kenaikan Cukai Bakal Bikin Rokok Ilegal Tumbuh Subur

Sebelumnya, pemerintah perlu mewaspadai peredaran rokok ilegal yang berisiko meningkat akibat kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok.

Merujuk hasil survei rokok ilegal terakhir yang dilakukan tahun 2020 ini. Jumlah rokok ilegal yang beredar mencapai 4,86 persen, meningkat dari tahun 2019 yang sebesar 3 persen.

 

Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (GAPERO) Surabaya, Sulami Bahar berpendapat bahwa rokok ilegal menjadi penyebab kerugian pendapatan negara sekaligus penghambat berkembangnya industri rokok nasional.

Data resmi Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa kerugian negara akibat Barang Hasil Penindakan (BHP) rokok ilegal diperkirakan mencapai Rp 339,18 miliar per November 2020. Nilai ini meningkat drastis dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp 247,64 miliar.

“Maraknya peredaran rokok ilegal di Indonesia tak lepas dari harga rokok yang dianggap semakin mahal di pasaran. Harga rokok terus melambung dari tahun ke tahun seiring tarif cukai yang meningkat,” kata Sulami, Senin (25/01/2021).

Sulami mengungkapkan tarif cukai rokok sendiri mengalami kenaikan sebesar 12,5 persen di tahun 2021. Selain itu, klasifikasi tarif cukai yang semakin disederhanakan juga menyebabkan produsen rokok golongan II dan III tidak mampu bersaing, sehingga mengurangi produksi rokok untuk masyarakat kelas menengah dan bawah, khususnya di daerah non-ibukota.

Menurut Sulami Bahar, peredaran rokok ilegal di Indonesia selama ini sudah sangat mengakar, sehingga perlu penanganan yang masif dan sistematis dalam menyelesaikan masalah ini. Terlebih, dampak dari rokok ilegal ini merugikan banyak pihak.

“Ada masyarakat yang terancam dengan efek buruk rokok ilegal, serta kami para pelaku industri dan petani yang mengalami ketidakadilan persaingan di pasar,” katanya.

Merujuk kajian GAPERO, tingkat rokok ilegal di pasar telah naik pada tahun 2020 menjadi 4,86 persen dari posisi 2019 di level 3 persen. Menurutnya, akan terjadi percepatan pertumbuhan rokok ilegal di pasar domestik pada 2021.

"Kalau melihat lapangan, saya prediksi (presentase) rokok ilegal bisa jadi 6 persen-8 persen tahun depan,” katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.