Sukses

Istana Yakin Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sudah Lampaui Titik Terendah Meski Terkontraksi

Istana mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara-negara lainnya.

Liputan6.com, Jakarta Ekonomi Indonesia dinilai sudah melampaui titik terendah dan mulai beranjak maju, meski terkontraksi minus 3,49 pada kuartal III 2020 sehingga membawa Indonesia mengalami resesi ekonomi.

Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Kantor Staf Presiden Edy Priyono mengakui ekonomi Indonesia masih tumbuh negatif, namun angkanya lebih kecil dibandingkan kuartal II 2020.

"Terpenting adalah, pertumbuhan kita di kuartal III-2020 lebih baik daripada kuartal II-2020, sehingga menunjukkan bahwa secara bertahap kita bergerak menuju pemulihan ekonomi," ujar Edy dalam siaran persnya, Kamis (5/11/2020).

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara-negara lainnya. Misalnya, Singapura yang ekonominya anjlok di angka minus 7 persen dan Meksiko terkoreksi minus 8,58 persen.

Di sisi lain, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ada pula negara yang pertumbuhan ekonominya di kuartal III 2020 lebih baik daripada Indonesia.

Edy mencontohkan Tiongkok yang ekonominya tumbuh positif 4,9 persen, Taiwan (3,3 persen), dan Vietnam (2,62%).

Hal sama juga dirasakan Korea dan Amerika Serikat yang ekonominya sedikit lebih baik daripada Indonesia, meskipun pertumbuhannya pada kuartal III 2020 juga masih negatif. Adapun ekonomi korea di kuartal ini minus 1,3 persen dan Amerika Serikat minus 2,9 persen.

"Kalau melihat perbandingan tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup baik," ucap Edy.

Dia mengklaim strategi pemerintah merancang sejumlah program dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) merupakan langkah yang tepat. Pemerintah juga terus mendorong belanja anggaran untuk menggairahkan perekonomian.

"Fakta ini menjadi catatan positif karena sesuai dengan prinsip "counter cyclical", artinya ketika perekonomian lesu, belanja pemerintah menjadi andalan utk mendorong perekonomian," katanya.

Edy mengatakan hal tersebut perlu terus dilakukan selama perekonomian Indonesia belum sepenuhnya pulih. Di samping itu, kelompok menengah-atas harus didorong untuk meningkatkan konsumsinya.

"Selama ini mereka diduga banyak menempatkan uangnya sebagai tabungan. Pemerintah perlu mendukung dengan menegakkan aturan tentang protokol kesehatan/Covid. Karena kelompok menengah-atas hanya akan mau keluar dan berbelanja (secara fisik) jika merasa aman," jelas Edy.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mengenal Istilah Resesi, Depresi, dan Krisis Ekonomi

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi nasional kuartal ketiga tahun ini kembali mengalami kontraksi sebesar 3,49 persen. Pada kuartal sebelumnya juga terjadi kontraksi sebesar 5,32 persen. Dengan demikian, Indonesia masuk ke jurang resesi.

Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan secara teknikal, kondisi Indonesia saat ini telah memasuki masa resesi ekonomi. Sebab, pertumbuhan ekonomi nasionalnya mengalami kontraksi selama 2 kuartal berturut-turut.

"Resesi itu kan definisinya pertumbuhan ekonomi dua kuartal berturut-turut mengalami kontraksi," kata Josua saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Kamis (5/11/2020).

Josua menjelaskan resesi ekonomi merupakan bagian dari siklus ekonomi. Resesi teknikal ini merupakan suatu kondisi yang memberikan sinyal suatu wilayah memasuki gerbang resesi.

Bila ada suatu negara yang mengalami resesi teknikal, belum tentu negara itu mengalami resesi. Sebab bisa saja kontraksi pertumbuhan ekonomi tersebut hanya merupakan siklus bisnis jangka pendek.

Namun, jika indikator-indikator ekonomi seperti PDB, inflasi dan pengangguran, belum juga pulih setelah 2 periode tersebut, maka dapat dikatakan bahwa negara tersebut sudah masuk dalam kondisi resesi.

Resesi ekonomi berlangsung dalam waktu lama bisa disebut depresi ekonomi. Suatu negara mengalami depresi ekonomi jika pertumbuhan ekonominya kontraksi dalam jangka panjang atau lebih dari satu tahun.

"Apabila krisis yang berkepanjangan dan memiliki dampak jangka panjang, krisis tersebut dikatakan sebagai depresi," kata Josua.

Sementara itu, krisis ekonomi dipahami sebagai adanya shock pada sistem perekonomian di suatu negara. Akibatnya terjadi kontraksi pada instrumen perekonomian di negara tersebut, seperti nilai aset ataupun harga.

Berbeda dengan resesi ekonomi dan depresi ekonomi, suatu negara disebut mengalami krisis ekonomi jika pertumbuhan ekonominya mengalami kontraksi meskipun hanya satu kuartal. Namun, variabel suatu negara mengalami krisis tidak hanya dilihat dari pertumbuhan ekonominya.

Melainkan ada multidimensi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Josua mengatakan krisis ekonomi biasanya muncul akibat kondisi keuangan global yang terganggu dan memberikan dampak yang signifikan. Semisal nilai tukar mata uang, peningkatan utang negara yang signifikan dan inflasi yang relatif tinggi.

"Jadi kalau krisis ekonomi ini faktornya multidimensi, bukan hanya dilihat dari pertumbuhan ekonomi saja," kata Josua.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.