Sukses

Berbagai Modus Pencurian Ikan di Indonesia

Terdapat berbagai modus yang digunakan untuk melakukan IUU Fishing

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali mengingatkan negara-negara lain untuk bersama-sama memberantas aktivitas pencurian ikan yang dinilai dapat mengatasi fenomena overfishing atau penangkapan ikan secara berlebihan.

Ada berbagai modus yang dilakukan para pencuri ikan untuk memuluskan aksinya. "Tren perikanan tangkap sempat meningkat namun cenderung statis saat ini. Hal ini disebabkan oleh penangkapan ikan secara berlebihan," ujar Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP Sjarief Widjaja, seperti mengutip Antara, Minggu (23/2/2020)dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu malam.

 

Sjarief mengungkapkan terdapat berbagai modus yang digunakan untuk melakukan IUU Fishing, antara lain penggunaan flag of convenience state atau modus menggunakan suatu bendera negara pada kapal tanpa adanya hubungan asli antara pemilik kapal dan pengoperasiannya kepada negara tersebut.

“Modus ini seringkali digunakan karena negara bendera memberikan keuntungan untuk pemilik kapal seperti pengawasan yang rendah, pendaftaran yang sangat mudah, dan perpajakan yang kecil," ungkapnya.

Selain itu, ujar dia, modus tersebut memungkinkan untuk menyembunyikan pemilik kapal yang sebenarnya.

Ia juga mengungkapkan modus di mana para pemilik kapal memilih tempat pendaratan yang memiliki inspeksi yang sangat minim karena rendahnya kapasitas, sistem pencatatan yang tidak baik, maupun korupsi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Modus Lain

Kemudian, modus kejahatan untuk melakukan IUU Fishing dilakukan dengan mematikan alat pendeteksi posisi kapal seperti Automatic Identification System (AIS) dan Vessel Monitoring System (VMS).

"Terdapat kewajiban bagi kapal berukuran 300 Gross Ton (GT) untuk mengaktifkan AIS. Namun yang seringkali terjadi pada praktiknya di laut, mereka secara sengaja mematikan AIS dan VMS tersebut agar keberadaan kegiatannya tidak dapat dimonitor," jelas Sjarief.

Selanjutnya, terdapat praktik kejahtaan IUU Fishing di mana para pelaku menggunakan dokumen dan identitas yang dipalsukan serta melibatkan jaringan pemilik kapal yang kompleks dan lintas negara sehingga pemilik kapal yang sebenarnya sulit untuk dideteksi.

Sjarief menjelaskan bahwa praktik IUU Fishing memiliki beberapa faktor pendorong yaitu insentif ekonomi, lemahnya Regional Fisheries Management Organisations (RFMOs), dan pemerintahan yang lemah sehingga ditawarkan sejumlah solusi untuk itu.

"Kita bisa memberikan insentif ekonomi bagi para pelaku usaha yang patuh, meningkatkan penegakan hukum, dan memperkuat pemerintahan," ucapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini