Sukses

Pengelola Mal di Jakarta Sebut Sanksi Penggunaan Kantong Plastik Salah Sasaran

Pengelola pusat perbelanjaan di Jakarta meminta Guberur DKI Jakarta merevisi aturan larangan penggunaan kantong plastik

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengurus Pusat Belanja Indonesia (APPBI) ingin kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait ‎sanksi denda untuk pusat perbelanjaan yang menggunaan kantong plastik diperbaiki. Sebab kebijakan ini dinilai mereka tidak tepat sasaran.

Ketua APPBI DPD DKI Jakarta Ellen Hidayat mengatakan, ‎APPBI keberatan dengan pelaksanaan Peraturan Gubernur No. 142 Tahun 2019 Tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan Pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan dan Pasar Rakyat. Di dalam aturan tersebut berisi kebijakan denda sanki penggunaan kantong plastik ‎yang ditanggungkan kepengelola pusat perbelanjaan.‎ Sebab ada beberapa pasal penjatuhan sanski yang tidak tepat sasaran.

"Terkait dengan beberapa pasal di dalam Pergub tersebut, menurut kami tidak tepat sasaran bila semua sangsi dibebankan kepada pengelola pusatbelanja yang menyewakan atau mall strata title,"‎ kata Ellen, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Sabtu (11/1/2019).

Ellen menyebutkan, saksi yang dijatuhkan mulai dari denda sebesar Rp 25 juta hingga pencabutan izin usaha jika kedapatan ada tenant yang kedapatan menggunakan kantong plastik.‎

Kebijakan ini dinilai tidak tepat sebab APPBI merupakan pengelola pusat belanja tidak menggunakan kantong plastik secara langsung.

"Bisnis pengelola pusat belanja adalah menyewakan unit usaha dan pengelola tidak melakukan penjualan langsung, serta tidak bersentuhan dengan tas plastik atau yang dimaksud tas kresek," tuturnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sanksi Terlalu Berat

Ellen melanjutkan, sanksi pencabutan izin usaha yang diberikan cukup berat. Sebab pelanggaran yang dilakukan satu tenan harus ditanggung seluruh tenan yang menyewa pusat perbelanjaan. ‎Dia khawatir, jika diterapkan akan menutup lapangan pekerjaan.

"Ambil contoh bila satu pusat belanja memiliki 300 tenant dan kebetulan bila ada 1 tenant yang ditemui memakai tas kresek maka ijin mall harus dicabut, kemudian 299 tenant lainnya tidak bisa berbisnis lagi. Padahal pusat belanja menyerap tenaga kerja yang cukup banyak," paparnya.

‎Ellen mengungkapkan, dalam Peraturan Gubernur tersebut, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta dapat dikatakan mengalihkan tanggungjawabnya untuk menyukseskan program pelarangan penggunaan kantong plastik kepada pengelola pusat belanja.‎

"Sebab APPBI mendapat tekanan harus mengawasi para tenant agar tidak memakai tas tidak ramah lingkungan," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Direvisi

Dengan tidak tepat sasarannya pelaksanaan regulasi tersebut, Ellen pun menyarankan Peraturan Gubernur yang diterbitkan Anies Baswedan tersebut dapat diperbaiki."Terutama perihal sanksi yang tidak wajar atau tidak tepat sasaran kepada kami selaku pengelola pusat belanja," tambahnya.

Menurut Ellen, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta jika benar secara serius ingin menekan pemakaian tas kresek tersebut, harusnya melakukannya dengan berkesinambungan. Caranya dengan mencegahnya dari hulu yaitu membatasi atau meniadakan produksi kantong tersebut dari para produsen, serta memastikan tidak ada lagi produk tersebut yang beredar di masyarakat.

"Selain perlu juga disosialisasikan kepada seluruh warga masyarakat di edukasikan bahayanya pemakaian tas kresek untuk lingkungan hidup dan lingkungan sekitar‎," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.