Sukses

RUU KUHP Bikin Investor Asing Ogah Investasi di Ibu Kota Baru?

Proses pemindahan ibu kota baru diperkirakan akan memakan waktu hingga empat tahun dengan biaya Rp 466 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menganggap, pengesahan RUU KUHP yang berujung demonstrasi besar-besaran sejak beberapa hari lalu bisa turut berdampak pada rencana pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur. Sebab, itu akan membuat investor asing mengurungkan niatnya untuk terlibat dalam segala pembiayaan proyek yang ada di Indonesia.

Sebagai informasi, proses pemindahan ibu kota baru diperkirakan akan memakan waktu hingga empat tahun dengan biaya Rp 466 triliun. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 19 persen yang berasal dari APBN, sedangkan sisanya bakal memanfaatkan dana melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) maupun investasi pihak swasta, baik asing maupun dalam negeri.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, rencana pengesahan RUU KUHP yang kini ditentang oleh segenap elemen masyarakat bakal membuat investor asing ikut berpartisipasi secara modal dalam pembangunan ibu kota baru.

"Justru bisa tidak terwujud, karena penolakan dari masyarakat dan mahasiswa yang tinggi membuat investor yang mau menanam uang di ibu kota baru jadi berpikir ulang," ungkap dia kepada Liputan6.com, Kamis (26/9/2019).

Ditambah, lanjutnya, adanya insiden kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah wilayah Tanah Air, termasuk Kalimantan, yang semakin memberatkan program pemindahan ibu kota.

"Apalagi setelah ada kebakaran hutan di Kalimantan, makin urung niat investor ikut membangun ibu kota baru," sambungnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Berdampak ke Ekonomi Nasional

Lebih lanjut, Bhima mengutip beberapa poin dalam RUU KUHP yang menurutnya sangat vital dampaknya terhadap perekonomian nasional. Seperti Pasal 417 dan 419, yang mengatur pidana perzinaan dan kohabitasi (hidup bersama sebagai suami-istri di luar ikatan perkawinan).

Selain itu, ada juga Pasal 417 yang mengatur hukuman bagi individu yang berzina dengan maksimal kurungan penjara 1 tahun atau denda Rp 10 juta.

"Itu berdampak negatif ke wisatawan mancanegara yang mau berkunjung ke Indonesia," sebut Bhima.

Beberapa poin lainnya dalam RUU KUHP yang ia anggap bisa melesukan perekonomian negara antara lain Pasal 278, dimana secara khusus mengatur orang yang membiarkan unggas miliknya berjalan di kebun atau tanah telah ditaburi benih/tanaman milik orang lain terancam denda sampai Rp 10 juta.

Lalu, pasal 279 yang juga mengancam setiap orang yang membiarkan hewan ternaknya berjalan di kebun, tanah rerumputan, tanah yang ditaburi benih, atau tanah yang disiapkan untuk ditaburi benih atau ditanami, dengan pidana denda maksimal Rp 10 juta (kategori II). Bahkan pasal 279 ayat 2 menyatakan, hewan ternak yang dilibatkan dalam pelanggaran ini dapat dirampas negara.

"Banyak kerjasama dalam bentuk kemitraan misalnya antara perusahaan unggas dengan peternak. Jika KUHP itu disahkan, kerugian peternak karena lalai misalnya ayam masuk ke tanah orang juga menjadi kerugian dari perusahaan unggas," cibir Bhima.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.