Sukses

Pemkot Batam Tolak 65 Kontainer Sampah

Pemerintah Kota Batam (Pemkot ) Batam meminta 65 kontainer yang terindikasi Limbah,Bahan, Berbahaya dan Beracun (B3) dikembalikan ke negara asal.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Kota Batam (Pemkot ) Batam meminta 65 kontainer yang terindikasi Limbah,Bahan, Berbahaya dan Beracun (B3)  dikembalikan ke negara asal.

Wakil Walikota Batam Amsyakar Achmad menyampaikan, hal itu usai Paripurna di Kantor DPRD Batam.

"Berdasarkan Perda no 11 tahun  2013  mengamanatkan  limbah plastik dalam dan luar negeri harus kita tolak, " kata Amsyakar, Senin (17/6/2019).

Amsyakar mengatakan, pihaknya sedang menunggu uji labor dari Bea Cukai bersama Kementerian Lingkungan Hidup  (KLHK)  RI. Prinsipnya untuk soal sampah pemerintah kota (Pemkot ) Batam sudah  melalui mekanisme Permendagri di peraturan Menteri perdagangan.

Namun setelah  mengkaji, menganalisis dan survei oleh surveyor yang kemudian dibawa ke Batam, Pemkot Batam mendapatkan informasi  limbah plastik yang di bawa 65 kontainer itu terindikasi mengandung limbah B3.

"Kami sempat turun ke lapangan bersama stokholder terkait kementerian Bea cukai DLH kita turun di lapangan memang  ada beberapa di antara 65 kontainer yang saat mengambil sampel  diuji mengandung Limbah B3," ujar dia.

Oleh karena itu, Ia menuturkan, bagi pelaku usaha wajib  mengembalikan kontainer berisi limbah ke negara asalnya.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Beragam Penolakan

Beragam penolakan dari 65 limbah kontrainer di Batam. Salah satunya datang dari anggota DPRD Komisi I Bidang Hukum. Anggota DPRD Batam Lik Khai meminta kepada semua pihak untuk bisa turun langsung dan melihat dugaan limbah plastik masuk ke Batam ini.

Hal ini mengingat sisi kemanusiaan, dampak yang ditimbulkannya akibat limbah tersebut  pada masa yang akan datang sangat membahayakan.

"Terkait dugaan limbah itu, saya kira semua pihak harus turun tangan secara langsung. Dan saya kira tidak hanya satu negara pun yang menerima adanya limbah plastik ini," kata Lik Khai.

Selain itu, masuknya limbah tersebut  perlu dipertanyakan. Pihaknya pun sangat yakin tidak ada izin yang memberikan restu masuknya limbah baik itu B3 maupun non-b3 ke Batam.

"Dan itu jelas-jelas sangat melanggar Undang-undang. Dan harus dicek benar, apakah mereka memiliki izin atau tidak. Kalau memang mereka memegang izin limbah, berarti pihak Kementerian yang perlu dipertanyakan," tegasnya.

Mengingat, plastik yang datang ke Batam tersebut bukanlah dalam bentuk bahan baku atau biji pola stik, melainkan plastik yang masuk dalam kategori limbah. 

"Jadi sangat beda antara bahan baku dengan sampah plastik. Kan lucu. Masukan limbah eh malah dikatakan bahan baku," ujar dia.

Ia menambahkan, ada beberapa negara yang tidak memperbolehkan ada impor limbah plastik dan akhirnya dikembalikan kembali ke negara pengirimnya.

3 dari 4 halaman

Filipina Kembalikan 69 Kontainer Sampah ke Kanada

Sebelumnya, Filipina telah mengirimkan kembali berton-ton sampah ke Kanada pada Jumat, 31 Mei 2019 setelah pertikaian diplomatik, karena Manila dan negara-negara Asia Tenggara lain menolak menjadi tempat pembuangan sampah internasional.

Langkah itu dilakukan setelah kampanye panjang yang mendesak Kanada agar mengambil kembali limbah miliknya yang membusuk. Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengecam di Ottawa pekan lalu, mendesak sampah itu segera dikembalikan, sebagaimana dilansir dari Channel News Asia pada Jumat, 31 Mei 2019.

Sampah-sampah itu dikirim kembali dengan 69 kontainer, dimuat dalam kapal kargo di Subic Bay, bekas pangkalan angkatan laut AS dan pelabuhan pengiriman di barat laut Manila. Ke-69 kontainer itu kini memulai perjalanan panjang menuju Kanada.

Dalam sebuah twit, Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin tampak bersyukur dengan kepergian sampah berjumlah ekstrem tersebut.

"Baaaaaaaaa bye, seperti yang kita katakan," cuit Locsin yang turut menyertakan gambar kapal yang pergi.

Saat ditemui wartawan pada hari Kamis, Menteri Lingkungan Hidup Kanada Catherine McKenna menyambut baik berita tentang sampah yang dikembalikan tersebut.

"Kami berkomitmen dengan Filipina dan kami bekerja sama dengan mereka," katanya.

Tidak hanya Filipina, Malaysia dan Indonesia telah sejak lama menjadi taget pembuangan sampah internasional.

Beberapa hari lalu, Malaysia mengumumkan akan mengirim 450 ton limbah plastik impor ke asalnya, termasuk Australia, Bangladesh, Kanada, China, Jepang, Arab Saudi, dan Amerika Serikat.

 

4 dari 4 halaman

Sesuai Rencana

Langkah pengiriman 69 kontainer berisi sampah itu sejalan dengan rencana Duterte pada beberapa waktu lalu, yang ingin menyewa perusahaan pelayaran swasta guna mengirim 69 kontainer sampah ke Kanada.

"Filipina sebagai negara berdaulat yang merdeka, tidak boleh diperlakukan sebagai sampah oleh negara asing lainnya," kata juru bicara kepresidenan Salvador Panelo pada Kamis, 17 Mei 2019 lalu.

Merespons hal tersebut, Kanada mengatakan limbah yang diekspor ke Filipina antara 2013 dan 2014, adalah transaksi komersial yang dilakukan tanpa persetujuan pemerintah.

Sebagai peringatan, pemerintah Filipina pun sempat menarik seluruh diplomat top negara itu dari Kanada pada pekan lalu.

"Jelas, Kanada tidak menganggap serius masalah ini atau negara kami. Rakyat Filipina sangat terhina tentang Kanada yang memperlakukan negara ini sebagai tempat pembuangan sampah," kata Panelo.

Hubungan diplomatik kedua negara telah memburuk sejak sebuah perusahaan Kanada mengirim sekitar 100 kontainer, termasuk sampah busuk yang salah diberi label sebagai barang daur ulang, ke pelabuhan Filipina pada tahun 2013 dan 2014.

Kanada sejak itu mengatakan sedang berupaya mengatur pengembalian kontainer, tetapi belum memberikan jangka waktu.

Masalah ekspor sampah itu kian memanas tatkala Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mempertanyakan tindakan keras Duterte dalam perang melawan narkoba di Filipina.

Selama ini, Duterte diketahui selalu melawan dengan keras semua kritik internasional terhadap kebijakan kontroversialnya tersebut, yang telah membuat polisi Filipina membunuh ribuan orang yang diduga sebagai pecandu dan pengedar narkoba sejak 2016.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.