Sukses

Korupsi, Aset Keluarga Bekas Presiden Filipina Dilelang

Aset milik keluarga Ferdinand Marcos dilelang pemerintah Filipina.

Liputan6.com, Manila - Aset sitaan milik koruptor di Filipina akan dilelang, bahkan yang dilelang adalah milik keluarga mantan presiden Filipina Ferdinand Marcos. Di antara barang yang dilelang adalah berlian Imelda Marcos (89) yang merupakan istri dari Presiden Marcos yang rezimnya diwarnai korupsi.

Dilaporkan The Philippine Star, berlian sitaan tersebut ditaksir bernilai 704,8 juta peso filipina atau Rp 193 miliar (1 peso Filipina = Rp 275). Penjualan aset ini juga sudah mendapat lampu hijau dari Presiden Rodrigo Duterte.

Aset Marcos lainnya yang juga akan dilelang adalah properti real estate dan saham dengan total nilai hingga 1 miliar peso filipina (Rp 275 miliar).

Komisi Presiden untuk Pemerintahan Bersih mendapatkan tugas untuk menyita harta hasil korupsi milik keluarga Marcos dan kroni mereka. Sebelum melelang barang koruptor, mereka butuh persetujuan presiden. Menurut Juru Bicara Presiden, Salvador Panelo, Duterte berharap hasil lelang dapat memberi dampak positif ke khalayak ramai.

"Hasil dari penjualan harus dapat sampai ke rakyat," ujar Panelo.

Rezim diktator Ferdinand Marcos berkuasa di era yang sama seperti Soeharto. Macros mulai berkuasa pada 30 Desember 1965. Selain menjadi diktator selama puluhan tahun, kedua pemimpin itu juga kompak tampil di daftar teratas Pemimpin Dunia Paling Korup Sepanjang Masa versi Forbes.

Forbes memperkirakan Marcos korupsi senilai USD 5 miliar hingga USD 10 miliar ketika berkuasa. Imelda Marcos juga merupakan koruptor dan dituntut 42 tahun penjara pada tahun 2018 lalu, tetapi ia masih aktif di dunia politik.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Meksiko Jual Mobil Mewah Koruptor, Sumbangkan Hasilnya ke Warga Miskin

 Lusinan mobil mewah yang dirampas dari para politikus dan mafia Meksiko akan dilelang secara publik pada akhir pekan ini, sebagai bagian dari perang anti-korupsi yang dilakukan oleh presiden negara itu, yang berhaluan sayap kiri, Andrés Manuel López Obrador.

López Obrador telah bersumpah bahwa hasil dari lelang pada hari Minggu itu akan disalurkan ke dalam program sosial untuk masyarakat kurang mampu di Meksiko.

"Kami mengundang semua orang untuk ambil bagian (dalam lelang)," kata López Obrador, yang menjabat sejak Desember lalu, demikian sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Jumat, 24 Mei 2019.

"Segala sesuatu yang disita (dari penjahat) akan diserahkan kembali ke masyarakat, terutama untuk mereka yang masih hidup kekurangan di negara ini," lanjutnya mengingatkan.

Ricardo Rodríguez Vargas, direktur lembaga nasional yang baru dibuat untuk mengembalikan barang-barang curian kepada rakyat Meksiko, mengatakan bahwa 82 kendaraan sitaan senilai 1 juta poundsterling (setara Rp 18,3 miliar) akan dilelang secara terbuka pada hari Minggu.

Deretan mobil mewah itu termasuk Lamborghini Murcielago, Ford Shelby, sedan Corvette merah, Hummer 2009, koleksi SUV anti peluru dan sebuah Volkswagen Beetle klasik berusia 29 tahun.

3 dari 3 halaman

KPK: Mayoritas Koruptor Berpendidikan Master

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menyebut pendidikan tidak menjadi jaminan seseorang tak melakukan tindak pidana korupsi. Berdasarkan data yang dimiliki KPK, kata Syarif, pendidikan strata 2 atau gelar master terbanyak melakukan tindak pidana korupsi.

"Kalau dari individu-individu yang terjaring korupsi di KPK, strata pendidikan mana yang paling dominan? Para koruptor itu master, disusul oleh sarjana, disusul doktor," ujar Syarif di Gedung ACLC KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu, 15 Mei 2019. 

ustru mereka yang berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) terjerat korupsi lantaran hanya turut serta. Bukan sebagai pelaku utama.

"Bahwa yang paling banyak (melakukan korupsi) itu pendidikan tinggi," kata Syarif.

Maka untuk meminimalisasi kejahatan rasuah, Syarif berharap pembelajaran tindak pidana korupsi harus dimulai dari dunia pendidikan.

"Kami berharap pendidikan antikorupsi ini dilakukan bersama-sama seluruh pihak. Serendah-rendahnya sebagai insersi, kemudian sebagai mata kuliah pilihan dan setinggi-tingginya sebagai mata kuliah wajib," ucap Syarif berharap.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.