Sukses

Alasan Pemerintah Revisi Daftar Negatif Investasi

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan alasan pemerintah merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI). Dia menuturkan, revisi dilakukan untuk meninjau sektor usaha yang selama ini kurang diminati oleh investor baik dalam negeri maupun luar negeri.

"Relaksasi DNI ini kita lakukan untuk latar belakangnya beberapa. Ada dua atau tiga. Yang pertama adalah kita mengevaluasi secara rutin pelaksanaan dari Perpres 44 2016. Kita melihat ada yang perkembangannya cukup baik. Ada yang perkembangannya pelan bahkan nol. Sehingga kita tentu bertanya nol itu kenapa," ujar Darmin di Kantornya, Jakarta, Senin (19/11/2018).

Darmin Nasution mengatakan, relaksasi DNI ini bukan hanya karena mengundang Penanaman Modal Asing (PMA) masuk. Namun, pemerintah mengatur agar investasi yang akan masuk tidak mengalami kesulitan seperti pengurusan izin ke BKPM.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah merevisi DNI untuk menekan ketergantungan Indonesia terhadap impor. Dengan dibukanya DNI, Indonesia dapat memenuhi sendiri barang-barang yang dibutuhkan dan selama ini masih impor.

"Pada dasarnya yang dibuka ketergantungan impor meningkat, dan peminat investasi tidak banyak atau hampir nol. Saat sekarang perlu perdalam industri substitusi impor. Contoh printing kain kebutuhan 236.000 ton sedangkan produksi tidak sampai segitu, sehingga terjadi gap," ujar Airlangga. 

Terkait industri rokok yang dikeluarkan dari DNI, Airlangga mengatakan, hal itu dilakukan untuk mengantisipasi penurunan jumlah industri rokok dalam beberapa waktu terakhir. "Demikian pula dengan industri rokok jumlahnya terus turun dan salah satu alasannya industri IKM tidak bertumbuh apalagi yang baru," kata dia.

Sementara itu, Staf Khusus Kemenko Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady menuturkan, pihaknya sedang membahas masukan kementerian dan lembaga terutama uraian bidang usahanya dan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) sehingga efektif pelaksanaan peraturan presiden (Perpres) dan lancar kalau diproses sistem online single submission (OSS).

Saat ini pihaknya masih menunggu tanggapan dari sejumlah kementerian antara lain Kemenkominfo, Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan Kementerian Koperasi dan UKM. “Minggu ini selesai (finalisasi DNI-red),” ujar dia lewat pesan singkat kepada Liputan6.com.

Seperti diketahui, dalam revisi DNI terakhir melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Aturan itu merevisi perpres Nomor 39 Tahun 2014 dengan keluarkan 35 bidang usaha dari DNI.

Dalam perpres 44/2016, porsi PMA dalam DNI, totalnya mencapai 329, sedangkan pada DNI 2018 ada 303. PMA 100 persen atau dikeluarkan dari DNI pada Perpres 44/2016 ada sebanyak 41, sedangkan DNI 2018 ada 54 kegiatan usaha yang dikeluarkan dari DNI.

Di laman BKPM disebutkan, DNI merupakan daftar sektor bisnis yang disusun pemerintah sebagai informasi bagi para calon investor mengenai bisnis yang tidak diperbolehkan di Indonesia dan berbagai aturannya. Ini terutama mengenai kepemilikan bersama.

Daftar Negatif Investasi (DNI) Indonesia dibuat untuk melindungi ekonomi Indonesia, dan memberikan peluang bisnis lebih kepada investor. Berjalan waktu, DNI dapat berubah untuk disesuaikan dengan peraturan pemerintah.

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gelar Ratas Bahas Paket Kebijakan Ekonomi XVI, Ini Permintaan Wapres

Sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menggelar rapat terbatas (ratas) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Rapat tersebut berjalan selama 2 jam di Kantor Wapres, Jalan Merdeka Utara.

Dalam rapat tersebut kata Darmin membahas urusan prosedur dan pengendalian terkait aturan devisa hasil ekspor (DHE) khusus Sumber Daya Alam (SDA) ke dalam negeri yang akan ditetapkan pada 1 Januari. Aturan tersebut salah satunya merupakan implementasi dari penyempurnaan Paket Kebijakan Ekonomi XVI.

"Ini tadi urusan prosedur dan pengendalian dari devisa hasil ekspor yang SDA itu bagaimana prosedurnya, Bagaimana mekanismenya, persisnya,prosedurnya," kata Darmin usai rapat di kantor Wapres, Jalan Merdeka Utara, Senin 19 November 2018.

Kemudian, menurut Airlangga, JK memberikan arahan DHE khusus SDA harus dipersiapkan dengan baik. Mulai dari sistem hingga prosedur. "Arahannya sistemnya dipersiapkan secara baik," ungkap Airlangga.

Sebelumnya Pemerintah Jokowi-JK akan menerbitkan aturan baru wajib membawa devisa hasil ekspor (DHE) khusus Sumber Daya Alam (SDA) ke dalam negeri pada 1 Januari mendatang. Aturan tersebut salah satunya merupakan implementasi dari penyempurnaan Paket Kebijakan Ekonomi XVI.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, pemerintah telah menyiapkan tiga sanksi atau enforcement bagi eksportir yang tidak menyimpan devisa hasil ekspor (DHE) nya di dalam negeri.

Implementasi penerapan sanksi ini akan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan yang saat ini masih dalam tahap penyelesaian.

"Enforcement nya ada tiga. Pertama, penundaan ekspor atau tidak dapat melakukan ekspor, kedua sanksi administrasi atau denda, sama ketiga pencabutan izin usaha," ujar Susiwijono di Istana Negara, Jakarta, Jumat (16/11).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) akan membantu bank sentral menerapkan sanksi kepada eksportir ketika ditemukan tidak menyetorkan DHE ke SKI atau Sistem Keuangan Indonesia.

"Kamia akan kerja sama dengan Bank Indonesia dan bea cukai dalam rangka untuk enforcement. Karena di dalam DHE ini akan ada sanksi administratif salah satu bentuknya adalah tidak dapat lakukan ekspor," tutur dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.