Sukses

Menteri Hanif: Pekerja Harus Responsif Terhadap Perubahan

Akan ada sejumlah pekerjaan yang hilang, namun juga akan tercipta pekerjaan-pekerjaan baru.

Liputan6.com, Jakarta - Kemajuan teknologi seperti kecerdasan buatan dan robot seringkali disebut-sebut akan mengancam eksistensi manusia yang ada saat ini, bahkan memusnahkan banyak profesi. Akibatnya, banyak yang khawatir akan kehilangan pekerjaannya karena hal ini.

Munculnya revolusi industri ini tidak dibantah oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri. Ia menyatakan, industri 4.0 akan banyak mengubah industri dan karakter pekerjaan. Hal ini pun menjadi suatu tantangan bagi anak muda karena tuntutan kemampuan yang dibutuhkan juga berubah.

Menurut Hanif, akan ada banyak perubahan-perubahan di bidang ketenagakerjaan. Akan ada sejumlah pekerjaan yang hilang, namun juga akan tercipta pekerjaan-pekerjaan baru.

“Beberapa survei menyebutkan sekitar 58 persen pekerjaan yang ada akan hilang. Sebanyak 65 persen pekerjaan yang mendatang adalah pekerjaan-pekerjaan yang tidak dikenal pada saat ini,” kata dia di Gedung KLY, seperti ditulis, Senin (8/10/2018).

Namun Hanif Dhakiri merasa hal ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Yang penting, tantangan ini harus dihadapi dengan suatu sikap optimistis dan responsif sehingga nantinya mampu beradaptasi perkembangan jaman.

“Makanya orang bisa mengatakan yang bakal bertahan hidup bukan yang paling kuat bukan pula yang paling pintar. Yang akan bertahan hidup adalah mereka yang paling responsif terhadap perubahan,” jelasnya Hanif.

Pekerjaan yang nantinya akan bertahan menghadapi revolusi industri ini di antaranya pekerjaan di sektor ekonomi digital dan jasa. “Yang sifatnya services ini kan tidak bisa dilakukan oleh robot. Makanya, kreativitas itu menjadi sangat penting di sini,” ungkapnya.

Hanif menekankan bahwa beberapa survei bahkan menunjukkan soft skill seperti karakter kerja, kreativitas, dan inovatif menjadi 80 persen dari kemampuan yang dibutuhkan dalam pekerjaan di masa depan.

Berbicara mengenai sumber manusia, Hanif Dhakiri menyebutkan ada tiga komponen yang menjadi indikator.

Yang pertama, kualitas sumber daya manusia. Hanif mengakui, kualitas SDM di Indonesia sebenarnya sangat beragam. Ia mencontohkan prestasi Indonesia di ASEAN Skills Competition 2018 yang meraih juara dua dengan mendulang 13 medali emas.

“Masuk kedua yang kita problem. Kuantitas, jumlah. Berapa banyak yang berkualitas ini? Dan yang ketiga adalah masalah persebarannya di daerah. Itu tiga isu yang terutama,” jelas Hanif.

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Siapkah Indonesia?

“Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus siap (menghadapi revolusi industri) karena sudah berjalan,” tutur Hanif.

Apalagi, mengingat jumlah bonus demografi di Indonesia yang terus meningkat. Bonus demografi ini diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2030. Menghadapi perubahan ini, pemerintah melakukan masifikasi agar nantinya bonus demografi memiliki jumlah tenaga kerja skill yang lebih besar.

“Jika yang jumlahnya lebih besar daripada yang tidak produktif memiliki pendidikan, skills dan karakter yang baik, ini akan menjadi kekuatan bagi Indonesia untuk memaksimalkan ekonomi, melakukan pembangunan, dan sebagainya,” lanjutnya.

Namun, bonus demografi ini malah bisa menimbulkan masalah sosial bagi Indonesia jika tidak dikelola dengan baik. (Felicia Margaretha)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.