Sukses

OJK Pastikan Terus Monitor Kasus Sunprima Nusantara Pembiayaan

Saat ini SNP Finance dalam status dikenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha oleh OJK.

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan akan terus memonitor permasalahan Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) serta memantau melalui tim audit internal bank, yang melakukan investigasi internal. Bahkan OJK akan memberikan sanksi, jika ada pegawai bank yang ikut bertanggung jawab.

Selain itu, Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK Anto Prabowo, mengatakan OJK akan terus berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti kepolisian dan kementerian keuangan, untuk penindakan yang diperlukan.

"Selain itu OJK melarang penerbitan MTN tanpa seijin OJK. Kemudian langkah koordinasi dengan Kementerian Keuangan berkaitan dengan kinerja Kantor Akuntan Publik," jelas dia dalam keterangannya, Selasa (25/9/2018).

Anto menjelaskan saat ini SNP Finance dalam status dikenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha oleh OJK. Pembekuan berlakku sejak Mei 2018, karena belum menyampaikan keterbukaan informasi kepada seluruh kreditur dan pemegang MTN sampai batas waktu sanksi peringatan ketiga, sesuai pasal 53 POJK nomor 29/2014.

"Dengan dibekukannya kegiatan usaha, maka SNP Finance dilarang melakukan kegiatan usaha pembiayaan," tambah dia.

Dia menegaskan apabila SNP finance tetap melakukan kegiatan usaha pembiayaan, maka OJK dapat langsung mengenakan sanksi pencabutan izin usaha.

Selama masa sanksi pembekuan usaha (PKU), SNP Finance diwajibkan menyampaikan dan melakukan serangkaian tindakan korektif. "Dalam jangka waktu 6 bulan sejak ditetapkan PKU, SNP Finance tidak memenuhi tindakan-tindakan tersebut, maka SNP Finance dapat dikenakan sanksi pencabutan usaha," tegas dia.

Dia menjelaskan, SNP Finance merupakan bagian dari usaha Columbia, toko yang menyediakan pembelian barang secara kredit. Dalam kegiatannya SNP Finance mendukung pembiayaan pembelian barang yang dilakukan Columbia tersebut, yang bersumber dari kredit perbankan.

Seiring dengan turunnya bisnis toko Columbia, kredit perbankan tersebut mengalami permasalahan dan menjadi NPL. Kondisi tersebut telah diantisipasi oleh perbankan dengan melakukan pencadangan (PPAP) pada tahun yang sudah lewat, sehingga perbankan dapat meng-absorb risiko gagal bayar.

Salah satu tindakan yang dilakukan oleh SNP Finance untuk mengatasi kredit bermasalah tersebut adalah melalui penerbitan MTN, yang diperingkat Pefindo berdasarkan laporan keuangan yang diaudit oleh KAP DeLoitte.

"Dapat disampaikan bahwa penerbitan MTN tidak melalui proses di OJK, mengingat MTN adalah perjanjian yang bersifat prifat, namun memerlukan pemeringkatan karena dapat diperjualbelikan," jelas dia.

Selanjutnya saat terjadi permasalahan, SNP Finance mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap kewajibannya sebesar Rp 4,07 triliun, yang terdiri dari kredit perbankan sebesar Rp 2,22 triliun dan MTN sebesar Rp 1,85 triliun.

Sebelumnya diketahui peringkat efek SNP Finance periode Desember 2015-2017 idA-/stable, kemudian Maret 2018 rating SNP Finance naik menjadi idA/stable.

Kemudian Pefindo menurunkan rating sebanyak 2 kali, yakni bulan Mei 2018 diturunkan menjadi idCCC/credit watch negative dan pada bulan yang sama menurunkan lagi ke peringkat idSD/selective default.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bareskrim Ungkap Pembobolan 14 Bank Mencapai Rp 14 Triliun

Subdit Perbankan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Bareskrim Polri mengungkap kasus pembobolan 14 bank oleh lembaga pembiayaan kredit PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP).

Dana yang digelapkan oleh induk perusahaan pengkreditan yakni PT Cipta Mandiri Prima (Columbia) itu mencapai Rp 14 triliun.

Wakil Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Daniel Tahi Monang Silitongan menjelaskan, kasus tersebut terkuak diawali adanya laporan Bank Panin pada awal Agustus 2018 lalu.

"PT SNP mengajukan pinjaman fasilitas kredit modal kerja dan fasilitas rekening koran kepada Bank Panin periode Mei 2016 sampai 2017 dengan plafon kepada debitur sebesar Rp 425 miliar. Tetapi pada Mei 2018, status kredit tersebut macet sebesar Rp 141 miliar," tutur Daniel di Bareskrim Mabes Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (24/9/2018).

Dari situ, Bank Panin merasa ada kejanggalan dan melaporkan ke pihak kepolisian. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa PT SNP diduga telah melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen, penggelapan, penipuan, dan pencucian uang.

"Modusnya dengan menambahkan, menggandakan, dan menggunakan daftar piutang (fiktif) berupa data list yang ada di PT CMP," jelas dia.

Lebih lanjut, nyatanya hal tersebut juga terjadi pada fasilitas kredit yang diajukan oleh PT SNP kepada kreditur bank lain. Ada sebanyak 14 bank yang terdiri dari bank BUMN dan swasta.

"Total kerugian berkaitan dengan fasilitas kredit sekitar Rp 14 triliun," ujar Daniel.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini