Sukses

Menunggu Lolosnya RUU Pengampunan Pajak

Program ini diprediksi bisa mendatangkan penerimaan pajak hingga Rp 100 triliun di 2016.

Liputan6.com, Jakarta - Pengampunan pajak alias tax amnesty, sudah digaungkan sejak tahun lalu. Fasilitas ini mencuat seiring keinginan pemerintah mengisi pundi-pundi penerimaan pajak lebih besar.

Tax amnesty merupakan pengampunan pajak dengan menghapus pajak terutang, dengan imbalan pembayaran pajak yang tarifnya dikenakan lebih rendah atau tidak dikenakan denda.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro memperkirakan kekurangan target penerimaan pajak kian melebar.

Pemerintah menargetkan penerimaan pendapatan negara sebesar Rp 1.822 triliun dalam APBN 2016 yang terdiri dari perpajakan Rp 1.546 triliun.

Pengampunan pajak pun dinilai sebagai solusi paling cepat mendatangkan uang. Program ini diprediksi bisa mendatangkan penerimaan pajak hingga Rp 100 triliun di 2016. 

Lewat program pengampunan pajak, pengusaha asing maupun orang Indonesia yang selama ini menyimpan dananya di luar negeri, bisa ditarik ke Negara ini.

Berdasarkan data McKinsey, ada kurang lebih Rp 3.000 triliun harta orang Indonesia yang disimpan di Singapura. Bahkan potensinya lebih besar mengingat dana orang Indonesia bukan saja diparkir di Negeri Singa, tapi juga Swiss, Luksemburg, Cayman Islands dan negara lain dengan tarif pajak rendah.

Namun ini dengan catatan, Indonesia mempunyai data akurat untuk menyisir pemilik dana atau orang Indonesia yang menyimpan uang di luar negeri.

Alasan Perlunya Tax Amnesty

Wacana pengampunan pajak muncul bukan tanpa sebab. Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengatakan pengampunan pajak seharusnya tak perlu jika semua wajib pajak membayar kewajiban pajaknya.

"Yang mampu membayar pajak yang benar sehingga tidak perlu menanti tahun-tahun ke depan untuk tax amnesty lagi," tegas JK.

Dia menilai jika ingin menjadi bangsa yang baik maka harus diikuti dengan pembayaran pajak yang konsisten. "Saya tidak katakan kita semua. Tapi kita ingin mengatakan pada siapa saja apabila bangsa ini ingin maju bayarlah pajak dengan benar tak perlu tunggu pengampunan," tegas Wapres JK.

Sementara Center for Taxation Analysis (CITA) menilai penundaan maupun pembatalan RUU Tax Amnesty bisa menurunkan kredibilitas pemerintah, animo dan partisipasi wajib pajak pun akan rendah ke depannya.

Indonesia juga tidak akan bisa menambah basis wajib pajak baru, meskipun era Automatic Exchange of Information (AEoI) dimulai pada 2018.

Kemudian ekspansi fiskal untuk membiayai pembangunan bisa terhambat karena pemerintah harus memangkas anggaran pembangunan bila RUU Tax Amnesty batal berlaku.

Bahkan, Indonesia dikatakan bisa terjerat utang luar negeri yang besar jika langkah memperluas basis pajak baru gagal dilakukan lewat pengampunan pajak.

“Ini akan jadi tanggung jawab dan beban moral DPR juga karena mereka turut membahas APBN tiap tahun,” ujar Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo.

Ditunda dan Tidak untuk Koruptor

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo (berbaju batik) menyerahkan laporan kepada pimpinan DPR saat Rapat Paripurna ke-13 Masa Persidangan II tahun 2015-2016 di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (15/12/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)Adapun Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty masih dalam penggodokan DPR. Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Aria Bima mengungkapkan, pembahasan mengenai pengampunan pajak ini masih membutuhkan waktu.

"‎Kita akan lihat sejauh mana kemanfaatan dari tax amnesty itu untuk digunakan sebagai UU yang mampu membereskan atau menambah investasi kita‎," kata Aria Bima.

Dia menuturkan, sebenarnya Indonesia pernah menerapkan kebijakan tax amnesty ini pada 1984. Hanya saja waktu itu tidak efektif karena tidak diimbangi reformasi administrasi perpajakan.

Untuk itu, dia meminta RUU pengampunan pajak ini harus dipersiapkan matang-matang. "‎Dan jangan sampai ada kesan kalau tax amnesty pengampunan buat koruptor, jangan sampai," tegas dia.

‎Dengan persiapan yang matang, Aria Bima memperkirakan akan banyak menarik dana investor Indonesia yang selama ini ditaruh di luar negeri. Namun, jika dalam RUU tersebut tidak ada target peningkatan pajak yang signifikan, kebijakan ini akan percuma.

Menurutnya, peningkatan pajak dari tax amnesty tersebut menjadi solusi yang cukup fair di tengah kondisi ekonomi yang melambat sehingga tidak maksimalnya peningkatan pajak di sektor industri.

Adapun Rapat Paripurna soal RUU Tax Amnesty sampai hari ini memang belum terlaksana. Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan pembahasan RUU memerlukan waktu. "Kebetulan sebentar lagi reses. Kalau dibahas minggu depan dimasukin Bamus toh nggak bisa dilaksanakan," ungkap Agus.

Menurut dia, bisa saja membahas soal RUU Tax Amnesty selama masa reses, tetapi sepertinya keinginan dari anggota DPR yang lain supaya dapat membahasnya secara detail dan komprehensif. Sehingga dibahasnya usai masa reses nanti.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pemerintah Terus Berharap

Pemerintah Terus Berharap

Upaya menggenjot pajak ini, pemerintah terus berharap DPR segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Tax Amnesty. Pemerintah menyebut tanpa kebijakan tersebut, penerimaan negara dari sektor pajak dipastikan semakin seret dan mengancam pemotongan belanja pemerintah.

Menkeu Bambang meyakini parlemen hanya menunda pengesahan RUU menjadi UU sebagai payung hukum pelaksanaan program pengampunan pajak yang ditaksir bisa mendatangkan penerimaan pajak hingga Rp 100 triliun di 2016.

"Kita masih berharap sesegera mungkin ada tax amnesty, jika tidak kita harus potong belanja," ujar Bambang.

Dia mengatakan, bila tidak ada pengampunan pajak di tahun ini maka salah satu solusinya, dengan memangkas pengeluaran pemerintah sesuai kebutuhan.

Ini dilakukan apabila sumber pendapatan dari sektor lainnya tak mampu mencukupi belanja negara yang mencapai nilai lebih dari Rp 2.000 triliun. Yang jadi sasaran pemotongan adalah belanja Kementerian/Lembaga (K/L), non K/L.

Pemotongan anggaran dinilai merupakan jalan terbaik ketika pengeluaran lebih besar dibanding pendapatan negara yang masuk tanpa perlu menambah utang.

Hal ini dilakukan guna menjaga defisit anggaran tidak melebihi target 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Proyeksi di APBN 2016, defisit anggaran dipatok 2,15 persen dari PDB.

Pengusaha Minati Pengampunan Pajak

Ketua Tim Ahli Wapres, Sofjan Wanandi mengklaim hampir 99 persen seluruh perusahaan atau pengusaha di Indonesia, termasuk sebagian besar anggota Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bahkan sebagian dari 50 orang terkaya Indonesia versi Majalah Forbes sudah berminat ikut pengampunan pajak.

"Sebagian besar merasa sudah waktunya harus membuka diri, karena akhir 2017 atau 2018 sudah tidak ada lagi rahasia perbankan, data dibuka untuk kepentingan pajak walaupun mereka minta tebusan ringan, tapi kita kompromi juga," ucap Sofjan.   

Dengan ribuan triliun uang atau harta orang Indonesia yang disimpan di luar negeri, diperkirakan akan masuk dana sekitar US$ 100 miliar melalui program ini. Jika dihitung dengan asumsi kurs Rp 13.500, maka potensi nilainya mencapai sekitar Rp 1.350 triliun.

Ia berharap, pembahasan tax amnesty dapat tuntas di masa sidang 2016. "Berlakunya tergantung DPR, karena sudah masuk ke DPR. Pengampunan pajak berlaku satu tahun ini, tidak bisa lagi setelah tahun ini. Jadi 2016 adalah satu-satunya dan terakhir kalinya diberikan pengampunan pajak, setelah tidak tidak ada lagi, jadi diharapkan masa sidang 2016 selesai," tandas Sofjan.  (Nrm/Zul)

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini