Sukses

100 Ribu Pekerja di Dunia Jadi Korban Harga Minyak Ambruk

Setelah harga minyak turun, para pengusaha minyak memilih memangkas anggaran dengan melakukan PHK pada 100 ribu pegawai di dunia

Liputan6.com, New York - Saat harga minyak masih berada di atas US$ 100 per barel, industri minyak tampak kehausan tenaga kerja dengan penawaran gaji yang sangat tinggi. Tapi setelah harga minyak turun sekitar 50 persen sejak Juni lalu, industri komoditas tersebut menjadi mengerikan mengingat lebih dari ratusan ribu orang harus kehilangan pekerjaannya.

Mengacu data perusahaan tenaga kerja global Swift Worldwide Resources seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (13/2/2015), pemutusan hubungan kerja (PHK) menimpa lebih dari 100 ribu tenaga kerja di industri minyak di seluruh penjuru dunia termasuk pusat pengeboran di Skotlandia, Australia, dan Brasil serta beberapa negara lain.

Akibat adanya PHK ini, sejumlah kecemasan melanda para pegawai di industri minyak.

"Ini sangat mengejutkann, banyak tekanan dalam pekerjaan suami saya, dia juga harus bekerja lembur," terang Clara Correa Zappa mengkhawatirkan suaminya yang bekerja di sektor tersebut. Pada 2012, Zappa juga kehilangan pekerjaannya sebagai analis energi setelah harga minyak sempat turun.

Kekhawatiran tersebut tampak mewakili puluhan ribu pekerja lainnya di seluruh dunia. Menurut CEO Swift, Tobias Read, saat ini fokus pemberhentian pegawai ramai dilakukan perusahaan-perusahaan minyak.

"Ini lantaran para pengusaha menghadapi penurunan harga minyak yang terlalu tajam dalam waktu cepat. Para pekerja yang terkait dengan industri minyak kini sangat tertekan," terangnya.

Dia menjelaskan, ketidakpastian di pasar minyak global memicu terjadinya pemangkasan lowongan kerja cukup banyak. Selama tujuh tahun terakhir, para pengusaha minyak mengalami kelangkaan pegawai.

"Sekarang untuk pertama kalinya, terjadi surplus tenaga kerja. Bahkan hampir tak satu pun pengusaha minyak yang melakukan perekrutan pegawai," terangnya.

Harga minyak turun sekitar 50 persen dari level di atas US$ 100 per barel pada perdagangan Juni tahun lalu. Hal ini membuat para pengusaha minyak mengetatkan belanja modal dengan mengurangi jumlah tenaga kerja.(Sis/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini