Sukses

Penutupan Rute Penerbangan Bukan Berarti Operasional Berhenti

Rute yang ditutup tidak dapat diterbangkan lagi jika dalam waktu 21 hari tidak memberikan laporan berhenti operasi.

Liputan6.com, Jakarta - Penutupan rute dan pengurangan frekuensi penerbangan yang dilakukan beberapa maskapai nasional bukan hal yang luar biasa. Penutupan tersebut merupakan cara maskapai nasional untuk menekan biaya operasional.

Direktur Angkutan Udara Kementerian Perhubungan Djoko Murdjatmojo mengatakan, penutupan rute atau pengurangan frekuensi penerbangan bukan berarti maskapai tersebut tidak akan membuka rute yang baru.

"Dia menutup rute tidak berarti berhenti, tetapi membuka rute lain yang menguntungkan, membaik lagi bisa minta izin lagi," kata dia di Jakarta, Selasa (3/5/2014).

Ia melanjutkan, rute yang ditutup tidak dapat diterbangkan lagi jika dalam waktu 21 hari tidak memberikan laporan berhenti operasi. Jika maskapai melapor ke otoritas penerbangan maka diberi rentang waktu 60 hari.

"Seperti Merpati kan sudah habis. Sekarang kami tunggu business plan, kalau investor bagus,  Air Operator Certificate (AOC) ada dan memiliki syarat keamanan ya bisa terbang," tukasnya.

Beberapa maskapai domestik memutuskan untuk mengurangi rute penerbangan karena dianggap tidak menguntungkan. "Kami terpaksa harus menutup beberapa penerbangan dan rute," jelas Direktur Niaga Air Asia Indonesia, Andy Adrian Febryanto di Jakarta kemarin.

Lebih lanjut, Andy  menjelaskan, penutupan rute dan penerbangan tersebut juga dilakukan karena adanya penurunan permintaan.

"Contohnya untuk Ujungpandang ke Surabaya, kami melihat tidak visible karena adanya persaingan dan penurunan demand, sehingga harus kami kurangi,"lanjut dia. (Amd/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.